18. Menyatakan Perasaan

3K 273 18
                                    

Now Playing || Bukan Sekedar Kata - The Overtunes🎼

“Lo ngapain?!” tanya Sasha kepada Aidan. Ia terkejut saat membuka pintu depan dan melihat Aidan sudah berada di halaman rumah dengan motornya.

“Astaga, matanya kenapa itu?" Aidan geleng-geleng menatap mata Sasha yang tampak bengkak.

“Lo mau ngapain ke rumah gue, Aidan?” Sasha mengulang pertanyaannya penuh penekanan.

“Mau jemput lo. Kita berangkat bareng ke sekolah, oke?”

“Tapi gue mau dian—”

“Udah, kamu berangkat bareng Aidan aja.” Salman tiba-tiba muncul di ambang pintu, yang lebih tepatnya di belakang Sasha. “Abang juga ada urusan. Nanti telat kalo nganter kamu dulu.”

“Urusan apa? Paling juga mau jemput kak Naura,” tuding Sasha membuat Salman menepuk-nepuk pelan kepala adiknya itu.

“Anak pinter,” ujar Salman tersenyum. “Dan, jagain adek gue, ya. Jangan sampe lecet,” lanjutnya kepada Aidan.

“Siap, Bang!” balas Aidan sigap. Ia menyodorkan helmnya ke arah Sasha. “Nih.”

Ragu-ragu, Sasha menerima helm yang Aidan sodorkan. Ia pakai helm itu, kemudian naik ke boncengan motor Aidan. “Tadinya, kalo Bang Salman gak bisa, gue mau bawa motor sendiri.”

“Gak usah bawa motor. Nanti ban motor kamu dibocorin sama orang lagi,” celetuk Salman.

“Ban motor lo dibocorin siapa, Sha?” tanya Aidan sedikit terkejut.

“Gak tahu tuh. Orang iseng kali. Gak ada kerjaan banget emang bocorin ban motor orang.”

Aidan terkekeh, lalu menghidupkan mesin motornya. “Duluan, Bang,” pamitnya kepada Salman.

“Semoga selamat sampai tujuan!” teriak Salman saat motor Aidan melaju meninggalkan pekarangan rumah Sasha. “Dan semoga cepet jadian!”

Sasha menusuk-nusuk punggung Aidan. “Dan, tadi abang gue teriak apa?”

“Katanya, semoga selamat sampe tujuan.”

“Bukan yang itu! Yang kedua, loh. Gue kurang denger tadi.”

“Oh ... gak tahu.”

Sasha mengerucutkan bibirnya dan memutuskan untuk melihat jalanan saja. Aidan yang melihat perubahan raut wajah Sasha, hanya tersenyum tipis.

Sebenarnya ia tadi mendengar jelas apa yang Salman katakan. Hanya saja, ia tak mau memberitahukannya kepada Sasha karena malu.

“Lo masih kepikiran soal Kaisar, Sha?”

“Enggak, kok.”

“Tadi malem maksudnya. Mata lo sampe sembab gitu. Abis nangis semaleman, 'kan?”

Sasha terdiam.

“Nanti sore, jalan-jalan yuk?”

“Ke mana?”

“Ke hati gue juga boleh,” gombal Aidan membuat Sasha memukul pundak cowok itu kesal.

“Gue serius tahu!”

Aidan terkekeh pelan. “Maunya ke mana?”

Sasha berpikir sejenak. “Pantai?”

“Boleh.”

“Ya udah, nanti gue ajak Nadin sama yang lain, ya.”

“Eh, gak usah!” tolak Aidan cepat. “Gak usah ajak siapa-siapa. Kita berdua aja.”

Sasha untuk KaisarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang