35. Mencoba Jujur

2.2K 176 7
                                    

Now Playing || Tanya Hati - Mawar de Jongh🎼🎶

“Sumpah gerah banget anying!” keluh Leon yang hendak membuka kaos olahraganya.

“Yang sopan ngomongnya, Leon. Mau betumbuk sama Bapak, kamu?” celetuk Pak Beno yang tengah memungut bola basket di lapangan.

Leon yang mendengar itu langsung nyengir. Ia lupa jika guru olahraganya itu masih ada di sana. “Hehe maaf, Pak. Saya khilaf. Namanya juga manusia, Pak. Tidak luput dari dosa dan kesalahan.”

“Kamu bukannya khilaf. Ngomong kasar emang udah jadi kebiasaan kamu sehari-hari, 'kan?”

“Astaghfirullah, enggak dong, Pak. Saya 'kan murid teladan, rajin menabung, dan senantiasa mematuhi tata tertib. Mana mungkin kayak gitu.”

“Sok iye kamu. Kalo gitu sekarang kamu bantu Bapak simpen bola-bola ini ke ruang olahraga. Cepetan!”

“Aduh, Pak! Kaki saya sakit, aduh! Kayaknya saya gak bisa jalan, deh.” Leon langsung memasang raut kesakitan, bersamaan dengan tangannya yang memegangi kaki.

Pak Beno geleng-geleng kepala. “Awas kamu ya, nilai kamu bakal Bapak kurangin,” ucap Pak Beno tajam. Sementara Leon hanya memasang wajah tanpa dosa sembari nyengir kuda. Ia sudah terlalu lelah, maka dari itu ia terlihat tidak peduli jika memang nilainya akan dikurangi oleh Pak Beno. “Kalian cepet masuk kelas abis ini. Jangan berpikir buat bolos ke kantin.”

“Siap lapan enam, Pak!” sahut Leon dan yang lain kompak.

Pak Beno pun melenggang pergi dengan dua bola basket yang ia jepit di ketiaknya. Sementara dua teman sekelas Leon ikut membantu Pak Beno dengan membawa tiga bola di masing-masing tangan mereka. Karena Leon tak mau akhirnya mereka berdua yang menjadi korban.

“Semangat kerjanya!” kata Leon kepada mereka. Kedua teman Leon tersebut pun menoleh bersamaan dengan tatapan tajam, membuat Leon yang tengah duduk itu tertawa terpingkal-pingkal.

“Parah lo, Yon. Bukannya bantuin Pak Bemo lo,” lontar Jordi.

“Lo lebih parah, nama Pak Beno lo ganti Bemo. Awas kualat lo.”

“Biar kalian berdua kualat bareng-bareng aja gue ikhlas lahir batin,” seloroh Aidan menepuk pundak kedua temannya tersebut.

“Enak aja lo!” kesal keduanya sambil menepis tangan Aidan dari bahu mereka. “Lagian kenapa gak kalian aja yang bantu Pak Beno?” tanya Leon.

“Yang disuruh lo, kenapa malah ke kita?” tanya Elang balik.

“Lo pikir cuman lo doang yang capek? Gue juga goblok,” sahut Jordi.

“Sumpah gue masih gerah!” Leon cepat-cepat melepas kaos olahraganya. Tidak berhenti sampai di situ, Leon juga sampai berdiri dan memutar kaosnya di udara. Hal itu ia lakukan agar mendapat angin buatan.

Ciwik-ciwik teman sekelas Leon yang kebetulan tengah ikut berteduh di bawah pohon pun langsung berteriak histeris. Malah ada yang sampai mual-mual. Mereka segera berlari pergi setelah sebelumnya memukul kepala Leon dengan kipas tangan mereka secara bergantian.

Tawa teman-teman Leon sontak meledak. Sementara Kaisar hanya geleng-geleng kepala dan tersenyum tipis. Leon mengusap-usap kepalanya yang berdenyut. Bibirnya mencebik. “Apa salah dan dosaku?”

“Keringet lo bau, Babi!” jawab Jordi di sela-sela tawanya.

“Kek keringet lo gak bau aja.”

“Keringet gue emang bau, tapi gak sebau keringet lo.”

“Hadeuh, nasib lupa pake reksona.”

“Leoooon!” Suara teriakan Farah sontak mengalihkan atensi Leon dan lima temannya. Dari kejauhan Farah tampak melambaikan tangan ke arah Leon. Bukan hanya Farah, di sana juga terlihat Sasha dan Nadin yang berdiri dengan botol air mineral di tangan mereka.

Sasha untuk KaisarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang