26. Terungkapnya Rahasia Kaisar

3.1K 302 41
                                    

Now Playing || Takkan Terganti - Marcell ( Cover by Langit ) 🎼

Kaisar menatap langit malam itu. Angin berhembus menerpa kulitnya. Dingin. Namun, Kaisar tak peduli. Matanya terus terfokus pada bintang-bintang yang bertebaran di atas.

Banyak kenangan yang terlintas kala Kaisar melihat bintang-bintang itu. Dari mulai kenangan ia bersama Mamanya, sampai kenangan ia bersama Sasha. Andai waktu dapat diputar, Kaisar sangat ingin kembali ke masa lalu.

Di mana semuanya masih indah.

Di mana hidupnya masih dipenuhi warna.

Di mana semuanya masih dipenuhi tawa.

Di mana masalah masih belum merenggut semua kebahagiaannya.

Akan tetapi, rasanya itu sangat mustahil. Kini hidupnya hanya dipenuhi beban dan rasa sakit. Warna-warna itu sudah pudar dan berganti kelabu. Hampa. Kosong.

"Dek, buburnya?"

Kaisar tersentak dari lamunan. Ia sontak menoleh dan mendapati seorang pria yang berdiri tak jauh darinya. Sebuah gerobak nampak terparkir di belakang pria itu.

"Bubur?" Kaisar mencoba memastikan sekali lagi. Kali saja ia tadi salah dengar.

Pria itu mengangguk. "Iya, Dek. Mau Bapak buatin gak?"

"Boleh deh satu. Jangan diaduk."

"Siap." Pria itu kembali mendekati gerobaknya dan mulai membuatkan bubur pesanan Kaisar. "Sendirian di sini ngapain, Dek?"

"Cuma nyari udara seger."

"Gak malam mingguan, gitu? Masa cowok seganteng Adek gak punya pacar."

Kaisar tersenyum kecil. "Enggak, Pak."

Sekitar beberapa menit kemudian, akhirnya bubur pesanan Kaisar sudah jadi. Pria itu berjalan mendekati Kaisar sembari membawa mangkuk berisi bubur miliknya.

"Nih, Dek."

Kaisar menerima mangkuk itu. Aroma sedap mulai menguar merasuki hidung Kaisar, membuat nafsu makan Kaisar makin bertambah. Jujur, perutnya sudah keroncongan sejak tadi.

Satu sendok bubur yang telah Kaisar tiupi akhirnya masuk ke dalam mulut. Rasa sedap sontak menjalari indera pengecap Kaisar.

"Gimana? Enak gak, Dek?" tanya pria itu.

Kaisar mengangguk, lalu menelan makanannya. "Udah berapa lama jualan bubur, Pak?"

"Ya, udah lama sih, Dek. Sekitar sembilan belas tahunan."

"Wah, udah lama banget dong, ya? Pantes aja rasanya enak banget."

"Ahh, udah ada seribu orang yang bilang gitu loh, Dek. Hehe. Ngomong-ngomong, nama Adek siapa?"

"Kaisar."

Pria berusia empat puluh tahun itu tersenyum dalam diam. Senyuman yang menyiratkan banyak arti. Termasuk tatapan yang ia layangkan kepada Kaisar, terpancar sebuah kesedihan di sana.

"Kalo nama Bapak, siapa?" tanya Kaisar setelah menelan suapan bubur terakhirnya. Ia meneguk teh hangat dari gelas yang sudah disiapkan pria itu.

"Nama saya Rama. Panggil aja Pak Rama."

Kaisar manggut-manggut. Ia bergegas memberikan uang beserta mangkuknya yang telah kosong kepada Rama, lalu bangkit dari tempat duduknya.

"Ya udah, saya pamit ya, Pak?"

Rama mengacungkan sebelah jempol. "Oke, Dek. Hati-hati di jalan. Jangan ngebut."

****

Seperti yang dikatakan Rama tadi, Kaisar yang sebelumnya selalu membawa motor ngebut, sekarang tidak lagi. Ia mengendarai motor sport-nya dengan kecepatan sedang.

Sasha untuk KaisarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang