☘Happy Reading☘
Sesampainya Arvan di apartemen, ia belum melihat adanya tanda-tanda Nata keluar dari kamar. Arvan pergi ke dapur mengambil dua mangkuk dan memindahkan lontong sayur yang tadi ia beli, setelah itu ia memakannya. Tak lama Nata keluar dari kamar dengan keadaan rambut yang masih basah, Nata enggan untuk melirik Arvan sama sekali
"Duduk. Sarapan, setelah itu kita bicara" titah Arvan
Nata menghela nafasnya, ia pun berjalan menuju meja makan dan duduk disamping Arvan
"Mbak Ratih kemana?" tanya Nata datar
"Kemarin ia izin untuk menjenguk saudaranya yang sakit"
Nata mengangguk-anggukkan kepalanya, sambil memakan lontong sayur yang sudah Arvan sediakan
Arvan menatap Nata yang makan begitu lahap seperti orang yang sudah tidak makan dua hari saja, selesai makan Nata membawa mangkuk sisa makanannya dan Arvan ke dapur dan langsung mencucinya, setelah itu ia kembali duduk di samping Arvan
"Aku nyerah Kia" kata Arvan. Mendengar itu Nata reflek langsung menatap Arvan, ia tidak mengerti apa yang dikatakan oleh Arvan
"Sekarang terserah kamu, kamu mau apapun terserah kamu, hiduplah seperti apa yang kamu inginkan, kamu gak perlu takut aku tak akan mebiayai kuliah dan kebutuhanmu aku masih punya kewajiban sebagai suami kamu, selama kamu masih menginginkan aku menjadi suami kamu"
Arvan menghela nafasnya terlebih dahulu sebelum kembali melanjutkan kata-katanya
"Bahkan untuk menjalin hubungan dengan laki-laki itu pun, aku sebagai suami mu mengizinkan. As long as it makes you happy" ucap Arvan dengan berat hati. Nata hanya terdiam mendengarkan semua ucapan Arvan
"Aku juga minta maaf atas sikap dan kata-kata yang aku ucapkan semalam, juga untuk yang aku lakukan semalam aku khilaf" lanjut Arvan
"Kenapa harus minta maaf? Aren't you my husband? ya walaupun kamu melakukannya dengan cara yang tidak terhormat dan dalam keadaan mabuk" Nata tersenyum getir, dengan air mata yang sudah mengalir di pipinya
"Aku benar-benar minta maaf" ucap Arvan dengan penuh penyesalan "Siang ini aku ada penerbangan, aku harus siap-siap" Arvan bangkit dari duduknya dan berjalan menuju kamar, setelah beberapa langkah. Arvan terhenti dan berkata
"Mulai sekarang jadilah seorang Nata, jika sudah lelah kembalilah menjadi seorang Kia yang sudah mempunyai suami, itupun jika kamu masih menginginkan nya"
"Baiklah, jika itu yang kamu mau"
"Itu bukan yang aku mau, I just want you to be happy"
Arvan kembali melanjutkan langkahnya menuju kamar. Setelah Arvan menghilang di balik pintu, Nata menangis sejadi-jadinya. Kenapa jadi seperti ini, ia benar-benar menyesal dengan apa yang telah terjadi kemarin, rasanya ia ingin sekali mengutuk dirinya sendiri
Ia sudah mempunyai suami yang begitu baik, perhatian, dan penyabar, Arvan juga tampan dan mapan. Dibandingkan dengan Arga, Arvan jauh lebih baik. Kenapa dirinya begitu bodoh baru menyadarinya sekarang, bisa-bisanya ia masih dekat dengan lelaki lain ketika ia sudah mempunyai suami sesempurna Arvan, you're stupid Nata, really stupid
Nata memang menikah dengan Arvan karena dijodohkan, tapi ia tidak pernah punya niatan untuk cerai sama sekali walaupun Nata tidak mencintai Arvan sama sekali, ia hanya perlu waktu untuk berusaha mencintainya, seperti kata orang cinta akan datang karena terbiasa
Tapi sekarang ia malah terbelit dengan Arga, harusnya sekarang ia sudah bisa mencintai Arvan karena ia lebih banyak berinteraksi dengan Arvan daripada Arga, bahkan ia satu atap dengan Arvan tapi, entah kenapa rasa cintanya masih saja tertuju untuk Arga. Apa karena ia sudah terlalu lama mengagumi Arga, sehingga terlalu sulit untuknya mengubah rasa cintanya
---
Setelah Arvan pergi untuk bertugas, hari ini Nata memutuskan untuk bertemu dengan Arga, sebelumnya ia sudah mengirimkan pesan kepada Arga namun sampai sekarang Arga belum juga membalasnya. Nata melemparkan ponselnya ke sofa ia pergi ke dapur untuk mengambil minum tenggorokannya terasa begitu kering
Dingg... dongg...
Suara bel apartemen, ah mungkin itu mbak Ratih. Nata segera membuka pintu ingin rasanya ia memeluk mbak Ratih orang yang sudah ia anggap sebagai kakak sendiri, sedari dulu Nata selalu ingin mempunyai seorang kakak terlebih lagi perempuan, ingin merasakan rasanya dimanja oleh seorang kakak
"Aku kangen banget m-- Arga" kaget Nata. Melihat orang yang ada didepannya, Arga tersenyum langsung memeluk Nata
"Miss you too" balas Arga
"Ga, ko kamu ta-"
"Maaf kemarin aku ikutin kamu" Nata masih melongo
"Aku gak disuruh masuk nih"
"Hah.. em.. tapi ga disini gak ada siapa-siapa"
"Tenang aja aku juga gak bakal ngapa-ngapain kamu kok, kan belum halal" Arga mengedipkan sebelah matanya, dan langsung menyelonong masuk
Nata pergi ke dapur untuk membuat minuman, ah kali ini Nata benar-benar sudah gila, kemarin ia jalan dengan laki-laki lain, sekarang lebih parah ia membawa laki-laki ke apartemen tempat tinggal ia dan juga Arvan
"Kamu tinggal sendiri disini"
"Enggak, ada mbak Ratih dan Ar--"
"Ar?" tanya Arga
"Arga kamu gak kuliah ?"
"Ini kan minggu Nat, kamu sendiri aja gak kuliah"
"Eh iya ya" Nata menggaruk kepalanya yang tidak gatal
Suasana jadi canggung, Nata memghebuskan nafasnya pendek, menetralkan detak jantungnya
"Ga, soal pertanyaan kamu tadi malam aku--"
"Gak perlu terburu-buru Nat, aku akan tetap setia nunggu kamu kok. Because, i really love you Nataya"
"I love you too ga" karena terbawa suasana, Nata tak sadar mengucapkan itu. Mata Arga berbinar senang, mendengar apa yang baru saja Nata ucapkan
"Cepet amat jawabnya" kata Arga. Nata membelalakkan matanya, baru menyadari apa yang ia katakan tadi
"Jadi sekarang kita pacaran nih" lanjut Arga
"Hah?" Arga menaikan kedua alisnya. Nata hanya terdiam tak tahu harus berkata apa
"Kalau kamu diam itu tandanya iya"
"Tap--" belum sempat Nata berbicara, Arga sudah kembali berbicara
"Aku gak bisa lama-lama disini, ada urusan. Aku pamit yah, jangan kangen" ucap Arga. Bangkit dari duduknya dan berjalan menuju pintu keluar, Nata ikut bangkit mengantar Arga sampai depan pintu
KAMU SEDANG MEMBACA
Fly With My Captain
RomanceArvano Antariksan seorang laki-laki berwajah tampan, bertubuh tegap, dan tinggi yang berprofesi sebagai pilot ini terkesan mempunyai sikap dingin, dan cuek. Arvan selalu dijodohkan oleh sang mamah kepada anak dari teman-temannya, karena ia takut...