11. Danus & Majalah

12 4 0
                                    

Untungnya perang dampit nggak terjadi. Setelah laga berakhir, mereka baik-baik saja. Memang awalnya sempat ejek-ejekan, tapi cuma bercanda, nggak dibawa serius oleh Nadya. Buktinya sebelum pulang, Nadhif malah membelikan Nadya jus jambu di kantin. Traktiran karena menang.

Tenang, itu baru laga pertama bagi kelas mereka masing-masing. Akhir minggu ini, kelas X MIPA 3 tanding dengan XI MIPA 3, dilanjut pertandingan X MIPA 2 vs X MIPA 7. Masih ada kesempatan bagi X MIPA 2 untuk menang.

Sekarang saatnya fokus ke hal lain dulu. Pembuatan majalah semester genap. Pembina jurnalistik serta kepala sekolah sudah menagih rancangan tema dan isinya. Padahal baru tiga minggu masuk di semester genap, udah ditagih aja.

"Besok Sabtu kelas kita lawanan, Nad." Nyatanya atmosfer liga nggak bisa hilang dari pembicaraan. Eliz malah mengingatkan kalau besok Sabtu kelasnya melawan kelas Nadya.

"Njir, kakak kelas XI MIPA 3 kok serem banget, sih? Pemainnya sangar semua," sahut Estelle. Eliz dan Estelle sama-sama ikut jurnalistik. Sebagai informasi, ketiga pasang anak kembar kelas 10 ikut jurnalistik semua.

"Kemarin skornya berapa, Tel?"

"Kelasku kalah 7-1, njir. Nggak ada perlawanan sama sekali, Nad. Kelasku cuma pasrah."

"Lhais, besok Sabtu kelasmu lawan kakel XI MIPA 3 to, Dhif? Selamat kalah, yee," ledek Eliz.

"Ora wedi! Seseram apa pun lawannya, nggak boleh ciut nyalinya."

"Bahas liga terooss ... kapan bahas majalahnya?" sindir Zakhael. Yang lainnya nyengir, lantas mulai mengeluarkan catatan di buku ataupun ponsel masing-masing.

"Jadi, kata kakak kelas 11, Mami Kepsek minta temanya tentang lingkungan, persiapan buat penilaian Adiwiyata tingkat kota," papar Nadhif. Anggota jurnalistik kelas 11 nggak bisa ikut kumpul karena mereka dipulangkan lebih awal, persiapan kemah besok pagi. Maka dari itu, liga akan berhenti dulu sampai kelas 11 pulang kemah.

"Anjir, lingkungan lagi?! Kagak bosen apa?"

"Entah. Pembina mintanya begitu." Nadhif mengendikkan bahu. Sebenarnya dia juga bosan kalau majalahnya bertema lingkungan terus. Bisa-bisa nggak ada yang mau baca kalau temanya monoton.

"Terus katanya kita juga disuruh bikin mading tema lingkungan," timpal Nadya.

"Lama-lama gue bingung sama Mami, deh. Sebegitu kecanduannya sama Adiwiyata jadi semuanya harus bertema lingkungan gitu? Sekolah kita kurang apa coba? Semuanya udah dicat ijo! Lapangan belakang juga udah kaya hutan. Lama-lama sekolah kita kaya sekolah alam!" omel Daniel. "Awas aja kalau kostum paskib yang buat lomba juga diganti ijo! Gue mau langsung resign."

Ternyata mereka tidak fokus membahas majalah, malah menyindir sekolah.

"Dan seperti biasa, kita dapat tugas bikin rubrik kerohanian. Kakak kelas pada dapet yang enak, sih. Cerpen, puisi, sama kata mutiara udah dikuasai mereka, tapi pembagian tugas bikin artikel belum dijelasin. Intinya rubrik kerohanian diserahin ke kita," jelas Nadhif lagi.

"Rubrik kerohanian bikin berapa, sih? Tiga atau empat?"

"Biar adil seharusnya juga ada artikel Jendela Hati Hindu, soalnya kakak kelas 11 dan 12 ada yang beragama Hindu."

"Bener, Nad." Eliz setuju dengan usul Nadya.

"Tapi, siapa yang mau bikin? Artikel Jendela Hati Islam edisi lalu aja kuminta bantuan anak Rohis. Paling yang edisi ini aku juga minta bantuan Maul lagi. Takut salah ayat atau dalil." Nadhif berkomentar.

"Mungkin kita bisa minta bantuan kakak kelas, Mas. Coba kita kontak Mas Sanggya, anak basket kelas 11 MIPA 9. Barangkali mau bantuin," usul Nadya lagi. Eliz dan Estelle kembali mengangguk setuju.

DAMPIT (New Version) ~ [Complete√]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang