71. Semester Puncak

3 2 0
                                    

Sehari setelah kemah, kelas 12 tetap harus masuk sekolah. Untungnya kali ini udah nggak ada pelajaran, paling hanya remidial UAS. Malah kalau nggak ada pelajaran gini bukannya pada males masuk, ya? Apalagi class meeting baru dimulai minggu depan.

Nadya juga masuk meskipun kakinya pegal efek hiking. Hiking kemarin seru, sih, tapi kalau efeknya begini, Nadya kapok, nggak mau lagi.

"Asem, kakiku pegel banget," gerutu Nadya.

"Podo, Nad. Tadi turun dari lantai dua rumah aja rasanya mau jatuh."

"Jangankan turun dari lantai dua. Naik tangga depan kelas aja kaki rasanya geter, Ki. Kalau gini kan jadi mager ke kantin. Padahal laper," keluh Qory.

"Ahahahaha ... kakinya pegel nih, yee ...." ledek Thariq.

"Kok cowok-cowok bisa nggak pegel, sih?" gumam Qory.

"Mungkin karena faktor fisik mereka lebih kuat karena sering olahraga. Atau bisa juga mereka nutupin rasa pegelnya." Nazhifa berspekulasi.

"Nadya, main yukkk ...." Tiba-tiba Nadhif celingukan di depan kelas MIPA 2, memanggil Nadya.

"Lo nggak tau kembaran lo kakinya pegel, Dhif?"

"Tau, sih. Tadi waktu turun dari kamar aja oleng. Kasian kan, Riq?"

Nadya menggerutu sebal. Kembaran dan mantannya sengaja meledeknya!

"Ayo keluar, Dek! Jangan mager biar nggak tambah pegel!" Nadhif menarik tangan kembarannya, memaksa keluar kelas.

"Mau ke mana, sih?"

"Kumpul jurnalistik lho, ya. Kamu ketuanya masa lupa? Bentar lagi kan kita harus bagiin majalah. Sekalian musyawarah milih pengurus baru."

"Aduhh ...." Nadya hampir jatuh saat menuruni tangga depan kelas. Padahal cuma dua anak tangga doang, landai pula.

Nadya jadi berpikir, apa jangan-jangan dia kualat sama kembarannya, ya? Saat kemah kelas sebelas, dia ngetawain Nadhif mulu. Sekarang gantian Nadhif yang menertawakannya.

"Sorry, Mas."

"Hah?! Buat apa?" Nadhif kaget.

"Sepulang kemah kelas sebelas aku ngetawain rambutmu mulu. Sekarang kayanya aku kualat, deh."

"Hahaha ... kualat nih, yee ...."

Nadya cemberut. Respons Nadhif nggak sesuai harapannya!

"Bercanda, Dek. Aku tau kok kamu bercanda. Nggak usah kepikiran kualat atau kena karma segala." Nadhif tersenyum, merangkul kembarannya.

"Siapa yang punya ide hiking sejauh itu?"

"Ketua kelasnya, lah!"

"Gapapa, pengalaman baru. Nanti sampe rumah pijet biar nggak pegel."

Langkah Nadya menjadi lambat karena kakinya pegal. Nadhif jadi punya ide.

"Mau kugendong?"

"Hah? Nggak usah aneh-aneh deh, Mas! Malu tau dilihatin guru sama dekel!"

"Ya daripada kamu jalan kaya oleng mulu, Dek."

Nadya bukan masalah Nadhif kuat menggendongnya atau nggak. Dia lebih memikirkan pandangan warga sekolah saat melihatnya digendong. Malu tau!

"Buruan naik." Nadhif sudah memasang posisi setengah bungkuk. Nadya mendengus, tapi tetap naik ke punggung kembarannya.

Moga aja nggak ada yang melihat Nadya digendong!

***

Kumpul jurnalistik dilakukan di koridor kelas sebelas. Anggota yang lain udah pada kumpul. Termasuk yang kelas sepuluh.

DAMPIT (New Version) ~ [Complete√]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang