20. Hari Bersamanya (1)

12 3 0
                                    

Selepas dari Solo, Ardan dan adik-adiknya nggak ikut kembali ke Semarang. Mereka mau menikmati liburan di kota kelahiran mereka dulu sekaligus mengunjungi keluarga Cynthia di Purwodadi. Jadilah rumah sebelah kosong dan Trio Amburegul—sebutan Nadya untuk ketiga kakak kandungnya—kekurangan personel untuk mengganggu Nadya.

"Kita bakal tetep di rumah sampe bulan depan, nih? Tanpa pergi ke mana-mana? Gila, liburan macam apa ini?" Nadhif mulai mengoceh, menyuarakan kebosanannya di rumah.

"Daripada ngedumel, mending jalan sana sama Nazhifa. Mumpung dapet THR, traktir tuh pacarmu," komentar Nadya.

"Protes teross! Kalau bosen, aku jauh lebih bosen kali daripada kalian. Setelah UN, kegiatanku ya gitu-gitu aja di rumah. Makan-tidur-main HP mulu. Apalagi aku udah lolos SNMPTN, jadi nggak—"

"Mentang-mentang lolos SNM, jadi nggak belajar, gitu? Songong bener," potong Daffa.

"Lah, emang kenyataannya gitu, kok. Sekarang aku harus belajar apaan? Materi SBM? Buat apa?"

"Gini, nih yang pikirannya cuma belajar-kerjakan-lupakan."

"Heh, gini-gini aku belajar teknik-teknik dasar arsitektur, ya. Suudzon mulu sama kakak sendiri."

"Anjay, malah gelut," desis Nadhif.

"Oke cukup, nggak perlu ribut, mas-masku tersayang. Nanti Dalila kebangun, lho. Kalau Dalila bangun gara-gara berisik, nanti Mama marah, lho." Nadya menengahi perdebatan Alif dan Daffa. Sekarang mereka nggak bebas buat berisik atau membuat kehebohan sejak adanya bayi di rumah.

"Kalian kan juga bisa ngajak jalan pacar masing-masing, to?"

"Raissa masih di Palembang, Nad," jawab Daffa.

"Arin lagi ada acara keluarga di Bogor, Nad."

"Nazhifa—"

"Nazhifa udah pulang, ya. Dari kemarin nanyain tentang kamu terus. Dikode tuh, Mas, minta ketemuan."

"Aku tau kali, Dek. tapi bingung lah mau ketemuan di mana."

"Belum pro nih dalam percintaan. Masa ngajak ketemuan cewek aja bingung nyari tempatnya."

"Kaya kamu jago aja, Daf."

"Kalian nggak coba bilang ke Papa kalau pengen liburan? Barangkali dibolehin pergi sendiri, tanpa Mama sama Papa." Nadya kembali memecah perdebatan. Ketiga kakaknya menoleh padanya.

"Oke, siapa yang mau ngomong?"

"Yowes, aku aja yang bilang." Nadhif yang mengalah, karena ketiga saudaranya malah saling menunjuk.

***

"Pa, kita nggak liburan?" Nadhif menjalankan misi menanyakan liburan pada papanya seperti yang telah disepakati bersama saudara-saudaranya tadi.

"Liburan ke mana? Kemarin kan udah liburan di Solo, to?"

Bukan itu maksudnya. Maunya tuh liburan ke luar kota gitu, kaya Mas Ardan sama adik-adiknya. Paling nggak ke kota bawah atau ke kabupaten gitu, lah.

"Kalau kalian mau liburan, pergi aja berempat. Kalian kan udah besar, nggak perlu lah liburan didampingi orang tua. Papa kasih uang, tapi kalian pergi sendiri, asalkan bisa jaga diri dan nggak boros." Lathif mengalihkan pandangannya dari laptop pada putra ketiganya itu. Dia tau anak-anaknya bakal bosan di rumah terus tanpa kehadiran Ardan dan adik-adiknya. Apalagi liburan masih panjang. Sayangnya Lathif tak bisa mengajak mereka liburan karena banyak orderan interior, pun dengan Ariadna yang sibuk mengurus bayi.

"Boleh liburan, Pa?"

"Boleh, dong, asal jangan jauh-jauh."

"Kalau ke kota bawah, boleh?"

DAMPIT (New Version) ~ [Complete√]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang