21. Hari Bersamanya (2)

8 3 0
                                    

Makan malam kali ini berlangsung hangat karena keluarga inti Edelstein berkumpul di meja makan. Tentu saja Dalila pengecualian, sih. Berhubung anak-anak masih libur, maka ada momen makan malam bersama.

"Ma, Pa, besok aku ke kabupaten, ya?"

"Mau ngapain? Sama siapa? Naik apa?" Beginilah pertanyaan standar ibu-ibu saat anaknya minta izin mau pergi ke manalah, walaupun anaknya sudah besar. Ariadna juga nggak langsung memberi izin sebelum Nadhif menjawab.

"Sendirian, naik motor aja." Nadhif menjawab dua dari tiga pertanyaan Ariadna sambil tersenyum malu-malu. Alif, Daffa, dan Nadya sudah tertawa keras. Mereka tentu tau Nadhif mau ke mana.

"Mau ngedate, Ma." Nadya menjawab dengan pura-pura membisiki mamanya sambil tertawa.

"Bagus dong. Cowok harusnya nyamperin ceweknya, karena nantinya laki-laki yang melamar perempuan saat mereka akan menikah," komentar Lathif, ikut tertawa.

"Hati-hati, lho. Banyak truk tronton sama bis di jalan raya ke kabupaten. Jangan ngebut-ngebut, jaga jarak dari truk."

"Iya, Pa."

"Kalian berdua juga nggak ngedate?"

"Ngg ... nganu, Pa ...." Alif bingung menjawabnya. Sementara Daffa cuma nyengir sambil garuk kepala yang sebenarnya nggak gatal.

Kali ini Nadhif yang tertawa. Lihatlah ekspresi kedua kakaknya yang sulit dijelaskan. Gimana mau ngedate, orang pacar mereka aja masih di luar kota.

"Fathan juga nggak ngajak kamu jalan, Nad?"

UHUK! Nadya seketika terbatuk. Kenapa papanya tiba-tiba tanya tentang Fathan, sih?

"Kemarin pas resepsinya Om Hilal mereka udah berduaan, Pa. Suap-suapan segala."

"Heh, suap-suapan dari mana? Fitnah aja senengnya!" sembur Nadya tak terima.

"Maksudnya kalau kalian berempat jalan sama pacar masing-masing di hari yang sama kan seru, tuh. Biar Papa sama Mama juga bisa ngedate berdua. Ya kan, Ma?"

"Lah, Dalila ditinggal gitu?"

"Bertiga sama Dalila maksudnya. Biar Dalila jadi saksi gimana kemesraan papa-mamanya." Lathif mengerling pada istrinya, menggoda. Pipi Ariadna bersemu merah, tersipu malu.

"Ayo, Ma, ngedate lagi! Mama sama Papa udah jarang ngedate, kan? Mumpung kita nggak bakal gangguin, nih."

"Bener, Ma! Kita dukung deh kalau Mama-Papa ngedate, sekalian honeymoon lagi gapapa, deh."

"Denger sendiri, kan. Anak-anak aja pada setuju. Ayo, kita ngedate lagi, Sayang." Lathif bangkit dari bangkunya, bergelayut manja pada lengan istrinya. Keempat anaknya semakin tak bisa menahan tawa.

"Kalian pada bucin semua. Siapa yang ngajarin? Pasti papanya, nih."

"Loh, bagus dong. Itu namanya like father like son. Ayo kita ngedate lagi di tempat pertama kali kita ngedate dulu."

Ruang makan kembali ramai oleh tawa. Sayangnya hanya sebentar, karena tiba-tiba Dalila menangis. Mungkin bayi kecil itu lapar. Sesi makan malam langsung berakhir. Ariadna langsung ke kamar, waktunya menyusui Dalila.

***

Nadhif menunggu dengan cemas di ruang tamu rumahnya Nazhifa. Suer, ini pertama kalinya Nadhif ngapelin Nazhifa dengan jemput langsung ke rumahnya. Biasanya paling mentok cuma makan bareng di kantin. Nadhif pernah sih nganterin Nazhifa pulang. Cuma nganterin, nggak pake mampir.

Beda dengan kedua masnya yang sering mampir ke rumah pacar masing-masing, terutama Alif. Mungkin sudah puluhan bahkan ratusan kali Alif main ke rumah Arin, demikian sebaliknya. Lah orang mereka selalu sekelas sejak TK hingga lulus SMA.

DAMPIT (New Version) ~ [Complete√]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang