37. Jogja Istimewa

6 3 0
                                    

Destinasi hari ini ke Candi Prambanan. Nadhif yang request. Dia mau menuntaskan rasa penasarannya. Mengganti momen kunjungan yang hanya beberapa menit saat piknik SD dulu.

"Pintu keluar dari candi ke parkiran jauh, lho. Alif gapapa jalan sejauh itu?"

"Hmm ... kalau jalanannya nggak naik turun atau nggak berbatu sih nggak masalah, Ma. Kalau capek ya nanti istirahat dulu."

"Kalau nggak nanti kita naik kereta wisata aja. Setau Papa ada kereta keliling candi, berhenti di deket pasar cinderamata yang mau ke parkiran," usul Lathif. Ariadna mengangguk setuju.

Sepanjang perjalanan, Lathif menyetel lagu yang berkaitan dengan Jogja. Hingga tak terasa sudah sampai parkiran candi.

"Lila mau digendong aja atau pake stroller?"

"Pake stroller aja, Pa."

Lathif mengangguk, membuka bagasi. Mereka memang membawa stroller agar Dalila nyaman dan bisa tidur saat berwisata.

Hilal dan Adeline yang mengantre di loket untuk membeli tiket masuk. Lima menit kemudian, mereka bisa masuk ke kompleks candi.

Cuaca hari ini cerah. Langit biru bersih tak tersaput awan. Hilal yang membawa kamera DSLR langsung mengabadikan pemandangan.

"Fotoin dong, Om," celetuk Nadya.

"Oke. Mau yang estetik ala photoshoot atau yang biasa aja?"

"Terserah Om, deh."

"Hmm ... coba pose candid." Hilal mengarahkan pose. Total ada tujuh jepretan dengan berbagai gaya.

"Heh, Pandawa! Kalian gak mau foto? Mumpung ada kamera, memori HP kalian terselamatkan."

"Gas!" Nadhif yang paling semangat. Mengunjungi Prambanan kan memang keinginannya. Dia nggak mau menyia-nyiakan momen lagi!

Jalan keluar dari candi ke parkiran memang jauh. Mereka malah mampir playground dulu.

"Lila mau main apa? Perosotan? Ayunan? Atau kuda-kudaan?" tawar Hilal. Dalila mana mudeng jenis permainan itu. Yang dia tau cuma seneng diajak main.

"Kita naik kuda-kudaan aja, ya?"

"Ababbaa!" Dalila setuju dengan usul omnya.

"Belajar jadi pahmud ya, Om," komentar Nadhif.

"Kata orang tua, kalau mau cepet punya anak, kita coba mendekatkan diri ke anak kecil. Ibaratnya pancingan gitu, lho," balas Hilal. Nadhif mengangguk-angguk, pernah mendengar pepatah itu.

Dalila asyik main kuda-kudaan. Shabira main perosotan ditemani papanya. Pandawa dan Drupadi juga ikut main, dong. Nadya sih memilih duduk santai di ayunan ngelihatin tingkah absurd kakak-kakaknya.

"Heh, aku gabisa turun."

"Loncat wae lah, Dhif."

Nadhif dan Hanif main jungkat-jungkit. Posisi Nadhif lagi di atas saat Hanif memilih beranjak dari permainan. Padahal kalau mau turun kan tinggal dorong ke bawah.

"Udah selesai belum mainnya? Kalau udah kita jalan lagi," tanya Ariadna.

"Kita jadinya mau naik kereta wisata atau jalan kaki aja, Ma? Tapi strollernya gimana, Ma, kalau kita naik kereta?" tanya Nadya.

"Oiya." Ariadna baru ingat sedari tadi mendorong stroller.

"Mama sama Papa jalan aja. Kalian kalau mau naik kereta juga gapapa."

Rombongan terbagi dua. Pandawa, kecuali Daffa, milih naik kereta bersama Hilal dan Adeline. Sisanya jalan.

Tumben sih Nadya milih jalan. Padahal dia tipikal gampang ngeluh saat jalan jauh.

DAMPIT (New Version) ~ [Complete√]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang