"Ngapain lo kesini?" Tanya Marissa.
"Antar lo ke sekolah," jawab Kevin ketika dia mendengar suara dari Marissa.
"Gak mau, gue mau naik angkot aja," ucap Marissa.
"Eitss! Mau naik angkot? Gak, gak bisa, karena mulai detik ini gue yang antar jemput lo ke sekolah!!!" Ucap Kevin kepada Marissa yang hendak ingin pergi meninggalkannya.
"Gue satu mobil sama lo? Aduh!!! Turun dari mobil lo, gue gatal-gatal karena alergi sama mobil lo,"
"Aminnn,"
Marissa mendelikkan matanya ketika dia mendengar ucapannya yang di aminin oleh Kevin. Marissa menahan amarahnya yang sudah memuncak layaknya gunung berapi yang ingin meletus.
Kevin berjalan duluan dan meninggalkan Marissa yang terlihat menahan amarahnya. Dalam hati Kevin, dia sangat puas telah membuat Marissa jengkel terhadapnya. Karena tujuan Kevin dekat dengan Marissa adalah membuat jengkel si dekil tersebut. Kevin masuk ke mobil duluan tanpa membukakan pintu mobilnya untuk Marissa. Kevin membuka jendela mobil dengan mengenakan kacamata hitamnya.
"Ngapain lo masih di situ?" Tanya Kevin.
"Nungguin lo," jawab Marissa.
"Masih punya tangan sama kaki kan? Iya udah masuk,"
Tanpa menjawab, Marissa langsung berjalan menuju mobil untuk pergi ke sekolahannya. Pagi hari mood Marissa sudah hancur lebur. Hanya gara-gara permasalahan sepele yang dibuat oleh Kevin.
Memang, Kevin terlihat sudah dewasa. Namun, dirinya tidak bisa mengontrol emosinya hanya karena masalah sepele. Tak hanya itu, kata-kata yang keluar dari mulutnya tidak pernah di saring. Selalu saja menyakiti hati orang, atau pun membuat orang tersebut menangis.
°°°
Di dalam hening. Tak ada yang membuka pembicaraan terlebih dahulu. Hanya terdengar musik rock yang kencang dan menggema di telinga Marissa. Marissa merasakan pening yang tak karuan. Ingin sekali Marissa membenturkan kepalanya ke dinding. Tetapi Marissa tidak dapat menemukan dinding di mobil. Akhirnya Marissa mau tidak mau membenturkan kepalanya di sandaran mobil untuk meredakan sakit kepala yang dia alami.
"Ngapain lo?" Tanya Kevin yang melihat ulah Marissa yang membenturkan kepalanya berkali-kali di sandaran mobil.
"Diam lo, gak usah ikut campur," jawab Marissa dengan cuek.
"Jangan gitu, gak baik!!!" Ucap Kevin dengan meletakkan telapak tangannya di sandaran mobil yang membuat kepala Marissa mendarat di telapak tangan Kevin.
Marissa merasakan telapak tangannya Kevin sedang menahan kepalanya. Marissa menatap ke arah Kevin yang sedang mengemudi. Entah perasaan apa yang membuat dirinya nyaman dengan keadaan ini.
"Lo ngapain benturin kepala lo di situ?" Tanya Kevin sekali lagi yang tidak di jawab oleh Marissa. Kevin berhenti di pinggir jalan agar tidak terjadi kecelakaan hanya gara-gara ulah Marissa yang membenturkan kepalanya tidak jelas seperti tadi. Setelah Kevin berhenti di pinggir jalan, dia menoleh ke arah Marissa yang sedang memandangi dirinya.
"Sstt!!! Hey?" Ucap Kevin lembut kepada Marissa yang terlihat melamun.
"Ehh apa?" Tanya Marissa yang sudah sadar dari lamunannya.
"Lo ngapain sih benturin kepala lo seperti itu? Hah? Gak sekalian di dinding? Langsung sembuh!!!" Ucap Kevin dengan menaikkan nada yang sedikit tinggi.
"Habisnya gue pusing banget!!! Pagi hari mood gue udah hancur gara-gara lo," ucap Marissa yang tak mau kalah dari seorang Kevin.
"Kalau lo pusing tinggal bilang ke gue 'gue pusing, mood gue hancur', bilang gitu apa susahnya sih?" Tanya Kevin dengan menirukan gaya bicaranya Marissa.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE DEVIL DOCTOR ✓ [COMPLETED]
Teen Fiction[COMPLETED✓] [FOLLOW DULU SEBELUM BACA] Perjodohan yang dilakukan oleh kedua belah pihak justru membuat Marissa Clarasati Nishi merasa tersiksa. Karena dia masih belum siap untuk menikah. Dekat dengan seorang dokter tampan, kaya raya, namun sifatny...