"Mama kenapa kok nangis?" Tambahnya lagi.
Mama Vania hanya menggelengkan kepalanya dan mengusap air matanya yang terus mengalir di pipinya.
Marissa menatap mamanya heran. Baru pertama kali dia melihat mamanya meneteskan air matanya. Sebelumnya tidak pernah menangis seperti ini.
Marissa membantu mamanya untuk berdiri. Marissa menatap wajah mamanya, lalu dia menangkupkan kedua tangannya ke pipi mamanya. "Jangan menangis ma," ucap Marissa.
Mama Vania menatap wajah anaknya. Akhirnya dia memeluk Marissa sangat erat. Seakan dia tidak mau kehilangan anaknya semata wayangnya tersebut.
"Ma? Mama kenapa?" Tanya Marissa sekali lagi kepada mamanya yang sedang memeluknya.
Mama Vania hanya diam. Dia tidak berani mengucapkan satu kata pun kepada Marissa.
Marissa masih bingung apa yang telah terjadi kepada mamanya. Siapa yang berani membuat mamanya menangis seperti ini? Jika ibu meneteskan air matanya, berarti dia hatinya benar-benar tersakiti.
Brukkkk
Dobrakan pintu kamar Marissa yang memperlihatkan papanya. Papa Marissa pulang dari luar kota. Dia mendapatkan kabar jika Marissa mengalami kecelakaan dan operasi di daerah otaknya. Dia tahu karena diberi tahu oleh Gilang.
Papa Bov menarik paksa tangan mama Vania. Hingga tubuh Marissa terjungkal ke bawah lantai. Marissa menatap tajam ke arah papanya.
"Kamu tidak memberi tahu kalau anak aku sakit? Ibu macam apa kau ini?" Bentak papa Bov.
Mama Vania hanya diam tertunduk. Dia tidak berani menatap wajah suaminya yang sedang marah.
Marissa yang melihat papanya sendiri membentak mamanya, rasanya sangat menyayat hati. Benar-benar perih hati Marissa. Ketika dia melihat mamanya dibentak oleh papanya.
"Pa," Ucap Marissa untuk menghentikan remasan tangan papanya yang berada di lengan mama Vania.
"Kamu diam saja, dia tidak pantas disebut mama oleh kamu!" Ucap papa Bov.
"Pa!!! Mama sudah mera-"
"Kamu diam!!!" Bentak papanya sebelum Marissa selesai berbicara.
Papa Bov mengangkat sebelah tangannya. Dia mengangkat tangannya tinggi-tinggi. Marissa yang melihat tangan papanya, segera dia menahan tangannya yang hendak mendarat di pipi mamanya tersebut.
"Pa, papa boleh bentak Marissa, papa juga boleh nampar Marissa. Tapi Marissa mohon, jangan sakiti mama Marissa!" Ucap Marissa dengan menyingkirkan tangan papanya yang hendak menampar pipi mamanya.
Mama Vania hanya diam dan tertunduk. Dia sangat pasrah dan tidak berani membalas pembicaraan suaminya.
"Dia tidak pantas disebut mama! Mama yang baik menjaga anaknya, bukan menjerumuskan anaknya!" Ucap papa Bov kepada Marissa.
"Marissa kecelakaan karena ulah Marissa sendiri, bukan salah mama!"
"Aku tidak percaya!!!"
"Pa!!! Mama tidak salah, papa gak perlu marah sama mama! Marissa sendirilah yang salah, karena pada saat itu hati Marissa benar-benar sakit! Dan waktu itu Marissa tidak tahu lagi kejadiannya seperti apa!"
Papa Bov hanya diam ketika dia mendengar pernyataan dari Marissa.
"Terus kenapa kamu pulang malam-malam seperti itu? Apa yang kamu lakukan di rumah Kevin?" Tanya papa Bov kepada Marissa.
Hati Marissa seperti teriris oleh pisau yang sangat tajam ketika mendengar nama Kevin di telinganya. Dia tidak tau apa yang telah terjadi kepadanya. Dia benar-benar bingung mau jawab seperti apa.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE DEVIL DOCTOR ✓ [COMPLETED]
Teen Fiction[COMPLETED✓] [FOLLOW DULU SEBELUM BACA] Perjodohan yang dilakukan oleh kedua belah pihak justru membuat Marissa Clarasati Nishi merasa tersiksa. Karena dia masih belum siap untuk menikah. Dekat dengan seorang dokter tampan, kaya raya, namun sifatny...