💧💧💧💧💧
Tidak seperti biasanya, kali ini hadirmu membuatku merasa sangat penasaran.
💧💧💧💧💧
Di perjalan pulang dalam mobil Aurora terus memikirkan soal Angkasa. Ia mengambil secarik kertas dari Angkasa di sakunya. Ia segera memasukkan nomor tersebut dalam ponselnya, ya barangkali sewaktu-waktu ia butuh.
Ketika memasuki rumah Aurora disambut oleh guru les privatnya.
Perempuan anggun yang cerdas. Sebenarnya guru les Aurora tidak kuliah di Harvard apalagi sampai S2. Ia adalah mahasiswa disalah satu Universitas kotanya.
Beberapa menit kemudian Aurora sudah berganti pakaian menjadi pakaian rumahan yang tentu saja membuatnya nyaman.
"Kak gue malas belajar." Keluhnya pada Libra.
"Tapi gue dapat amanah dari orang tua lo." Libra tersenyum manis, sangat manis. Dan ini salah satu alasan Aurora tidak bisa membenci Libra, Libra adalah orang baik.
"Gue kayaknya udah muak belajar." Aurora bersedekap.
"Lo muak sama metode gue ngajarin lo?" Aurora menggeleng pelan. Ia menelungkupkan kepalanya di meja.
"Gue cuma muak belajar Kak." Ucap jujur Aurora pada Libra.
Libra menjadi guru les Aurora sejak tiga tahun yang lalu.
Sejak Bintang pergi.
Sejak saat itu juga kehidupan Aurora menjadi seperti ini.
Saat Bintang masih hidup, Aurora tidak pernah sama sekali dipaksa untuk belajar, bahkan Aurora diberi kebebasan.
Tapi, Aurora juga tidak mau dicap sebagai anak yang bodoh, jadi ia terus mendapat peringkat pertama semenjak ia duduk di bangku Taman Kanak-Kanak.
Kebebasan tidak membuat Aurora senang, karena ia mereka diabaikan dan tidak dipedulikan oleh Ibu dan Ayahnya. Karena mereka hanya peduli pada Bintang, Kakaknya.
Sebab itu Aurora ingin menjadi seperti Bintang, panutannya.
Saat Bintang pergi. Semuanya benar-benar berubah. Ibu dan Ayahnya menyalahkan keadaan bahkan ikut menyalahkan Aurora.
Semenjak kehilangan Bintang, Aurora dituntut untuk menjadi seperti Bintang - bahkan lebih. Awalnya dengan senang hati Aurora mengiyakan, tetapi kini Aurora sudah muak dengan keadaan.
Tiga tahun yang lalu juga Libra menjadi guru les privat untuk Aurora. Seminggu hanya tiga kali, dan waktunya tidak menentu karena Libra seorang mahasiswa.
Alasan Ibunya menjadikan Libra guru les Aurora karena Ibu kenal dekat dengan keluarga Libra, jadi mereka mempercayakan Aurora pada Libra.
Saat Aurora mendapat peringkat ke dua juga Aurora tahu bahwa Ibunya memarahi Libra, padahal Libra tidak salah sama sekali.
"Gue ngerti, tapi gue mohon kerjasamanya." Libra membuyarkan lamunan Aurora.
"Hari ini jangan belajar disini, ayo ke kamar gue Kak." Aurora menarik Libra keluar dari ruang belajar yang dibuatkan khusus oleh orang tuanya, bahkan diruangan itu juga terdapat cctv.
Aurora langsung mengunci pintu ketika ia dan Libra memasuki kamarnya.
"Lo bisa ngerjain skripsi lo Kak, gue mau tidur. Plis kali ini aja, kita sama-sama dapat keuntungan kan?" Aurora memohon.
Libra menghela napas, tak biasanya Aurora kehilangan semangat belajar seperti ini. "Yaudah lo bisa tidur."
"Makasih Kak!" Aurora loncat dari kasurnya untuk memeluk Libra.
💧💧💧💧💧
"Gue mau ke Perpustakaan lo mau ikut nggak?" Tawar Aurora pada Retta yang sedang membersihkan kuku ditangannya.
"Nggak deh, disana sepi, katanya angker." Sebenarnya Aurora sudah tahu jawaban Retta, ia hanya basa-basi menawarkan.
Aurora berjalan sambil menundukkan kepalanya. Aurora merasa ... seperti ada yang menyamakan langkah kakinya. Tunggu ... itu bukan hantu kan?
"Lo mau ke Perpustakaan kan?" Aurora masih ingat pemilik suara itu.
Aurora mendongak, ia hanya mengangguk pelan.
"Kebetulan! Gue juga mau ke Perpus."
Akhirnya mereka berjalan beriringan menuju Perpus. Banyak yang mengamati mereka. Si kedua di angkatannya dan si kesatu diangkatannya berjalan bersama.
Aurora mengambil beberapa buku yang ia butuhkan, lalu menaruh ke meja. Ia mengibas-ngibaskan tangannya yang sedikit berdebu karena buku.
"Lo mau baca buku sebanyak ini?" Tanya Angkasa heran.
"Lo emang ngga pernah baca buku sebanyak ini Kak?" Tanya balik Aurora.
"Iya, karena gue emang cerdas dari lahir. Tanpa gue baca gue tahu isinya." Aurora memutar bola matanya.
"Jadi lo ngga mau jadi murid les gue? Lo udah nyimpen nomor gue kan? Terus kenapa lo nggak kirim pesan ke gue? Atau miscall?"
"Gue harus jawab pertanyaan lo yang mana dulu?"
Angkasa mengacak rambutnya. "Nggak usah dijawab! Heh btw lo cara belajar lo bikin stres banget, pantesan lo jadi yang kedua."
Aurora tidak menghiraukan Angkasa, ia lebih memilih mencatatan beberapa materi yang perlu ia catat, karena ia tidak mungkin meminjam buku sebanyam ini untuk dibawa pulang ke rumah.
"Cara belajar yang baik itu begini lho Ra. Yang pertama lo harus bahagia. Pantesan lo jadi yang kedua, kelihatannya lo nggak pernah bahagia. Mau gue bahagiain?"
"Yang kedua, lo harus belajar sesuai keinginan lo sendiri, dalam artian lo ngga belajar dalam paksaan."
"Ketiga lo harus tahu kelemahan lo dan lawan lo dimana, biar lo tahu apa yang harus lo lakuin."
"Dan empat, yang paling penting ... Lo harus punya kecerdasaan alami kayak gue, jarang belajar tapi pintar."
Aurora tidak menghiraukan ocehan Angkasa. Ia rasa Angkasa bisa mendapat yang pertama karena beruntung dan lawannya tidak secerdas Leo!
"Lo beneran nggak mau gue ajarin?" Angkasa memajukan wajahnya, hingga tersisa beberapa jarak dengan wajah Aurora.
Aurora menutup buku tebal yang terbuka, menimbulkan suara yang cukup keras karena perpustakaan hening.
"Lo mau banget ngajarin gue?"
💧💧💧💧💧
Bersambung ...
💧💧💧💧💧
KAMU SEDANG MEMBACA
Angkasa ✔ (Completed)
Teen FictionCover by @naaverse Idea by @naaverse And Quotes by @naaverse ⚠️⚠️⚠️⚠️⚠️ Keana Aurora Adalah dedara Masa depan membuatnya membara Ia ingin naik sampai puncak menara Banyak sengsara Sedikit gembira Ingin selalu menjadi juara Tapi selalu merasakan lara...