🌸🌸🌸🌸🌸
Sudah sangat keras berusaha, tapi hanya di anggap ada jika jadi yang pertama.
🌸🌸🌸🌸🌸
"Ranking 2 satu angkatan kali ini adalah ... " Guru BK itu sengaja menggantung ucapannya agar para siswa dan orang tua penasaran.
"Semoga bukan gue!" Gadis itu berucap dalam hati. Ini adalah semester pertama dan ia harus menjadi yang pertama juga.
"Keana Aurora dari kelas X IPA 1." Semua orang bertepuk kanan.
Harusnya Aurora berdiri dan maju ke depan auditorium. Tetapi ia hanya bisa menatap datar semua orang.
Kenapa? Apakah ia tidak salah dengar? Ia menjadi yang kedua? Padahal ia sangat yakin ia akan menjadi pertama, karena selama sekolah dasar dan sekolah menengah pertama ia selalu menjadi yang pertama.
Ibunya menyenggol lengan Aurora, menyuruh putrinya untuk segera maju.
Aurora menoleh Ibunya takut. Ia takut bahkan sangat takut.
Dengan langkah berat ia berjalan menuju ke depan sana.
Orang-orang bertepuk tangan lagi.
Mungkin beberapa orang ingin menjadi Aurora, menduduki posisi kedua juga tidak mudah bagi mereka.
"Dan yang pertama adalah ... " Lagi-lagi Guru itu menggantung ucapannya.
Aurora sungguh sudah tidak peduli akan sekitarnya. Setelah ini ia bisa menebak apa yang akan terjadi padanya - di rumah nanti.
"Kiano Barack Leonardo dari kelas X IPA 1." Kali ini riuhan tepuk tangan lebih meriah, bahkan beberapa siswa meneriaki nama 'Leo'
Dengan senyum bangga Leo menuju ke depan auditorium. Lelaki itu berdiri di sebelah Aurora.
Aurora menatap sinis teman sekelasnya itu.
Sudah pasti di kelas Aurora juga mendapatkan ranking kedua.
Kenapa ia harus sekelas dengan seseorang yang lebih pintar darinya?
Kenapa Leo harus hidup dan sekolah di sekolah yang sama dengannya.
Kenapa harus Leo yang pertama? Kenapa bukan ia?
Banyak sekali pertanyaan di kepala Aurora.
Setelah penyerahan piala mereka melakukan sesi foto.
Aurora hanya tersenyum kecil. Ia sama sekali tidak puas!
"Selamat ya Ra." Leo mengulurkan tangannya. Tentu saja dihadapan semuanya.
Aurora menerima uluran itu. "Kenapa bukan gue yang pertama?"
"Maksud lo?" Leo menatap Aurora bingung.
Aurora buru-buru menarik tangannya dan kembali ke tempat duduknya.
🌸🌸🌸🌸🌸
"KENAPA KAMU JADI YANG KEDUA?!"
"KAMU JANJI BAKAL TERUS JADI YANG PERTAMA!"
"KENAPA KAMU INGKARIN JANJI KAMU?!"
"KENAPA KAMU NGGA BISA NGALAHIN DIA?!"
"JANGAN KARENA IBU NGASIH KAMU SEDIKIT KEBEBASAN KAMU JADI NGELUNJAK KAYAK GINI!"
"SELAMA LIBURAN KAMU HARUS BELAJAR!"
"IBU AKAN KASIH LES TAMBAHAN BUAT KAMU!"
"JADI NGGAK ADA KATA LIBUR DI SEMESTER DUA!"
"KAMU CUMA BISA ISTIRAHAT KALAU MALAM!"
"DAN YANG PENTING KAMU HARUS BELAJAR! NURUT! JADI YANG PERTAMA!"
"KAMU HARUS KAYAK KAKAK KAMU!"
"DIA SELALU SEMPURNA!
"JANGAN BIKIN SAYA MENYESAL SUDAH MELAHIRKAN KAMU!"
"DASAR BODOH!"
Aurora tidak sepenuhnya mendengarkan semua yang diucapkan Ibunya dengan nada tinggi.
Ia hanya menunduk sambil duduk dan memainkan jarinya. Pikirannya sedang kesana kemari.
"KAMU DENGAR NGGAK SAYA BILANG APA!" Aurora tersentak begitu Ibunya benar-benar berteriak di telinganya.
"Denger Bu."
"COBA ULANGIN!"
"Belajar, nurut, jadi yang pertama dan selalu sempurna kayak Kakak." Cicit Aurora pelan.
Ibunya menghentakkan kaki, lalu keluar dari ruang tamu. Entah ingin kemana, Aurora tidak mau tahu.
Aurora menaiki tangga dengan pelan. Pikirannya kacau, hatinya gelisah. Ia masih bertanya, kenapa ia tidak menjadi yang pertama?
Mulai besok hingga dua minggu ke depan liburan tahun baru tiba. Dan ia sudah siap menghadapi liburan yang diisi dengan kegiatan belajar sepenuhnya.
Aurora adalah sosok yang bertanggung jawab, ia akan menerima konsekuensi yang ia buat walau ia tahu itu semua akan membuatnya stres berat.
Tidak, kali ini ia tidak akan stres apalagi sampai berat! Karena ia menyukai belajar! Ia harus belajar! Agar sempurna seperti Kakak yang selalu dipuji-puji Ibu dan Ayahnya.
Ia harus selalu menjadi yang pertama.
Dan ia harus ...
Memenuhi semua keinginan orang tuanya.
🌸🌸🌸🌸🌸
Memasuki kamar sama saja seperti memasuki penjara, penjara belajar.
Aurora memandangi kamarnya sendiri. Kamarnya lebih pantas disebut sebagai perpustakaan.
Hanya ada ranjang berukuran sedang yang terletak di pojok dekat jendela, meja belajar disampingnya, lemari baju disamping meja belajar.
Dan lemari kaca yang berisi piagam, piala, penghargaan, sisanya rak buku.
Tidak ada televisi.
Mungkin menonton televisi adalah sesuatu yang haram bagi keluarganya.
Aurora lebih sering melihat berita di ponselnya.
Ngomong-ngomong tentang ponsel, pasti Ayahnya akan merampas ponsel Aurora.
Tapi Aurora masa bodoh. Minggu lalu ia titip membeli ponsel pada temannya dengan uang ia sendiri.
Jadi ia tidak akan bosan ketika Ibu dan Ayahnya pergi saat liburan nanti jika ponselnya benar-benar dirampas.
Aurora duduk di ranjangnya, membuka jendela kamarnya lebar-lebar.
"Andai Kak Bintang ada disini."
"Dia pasti bela gue kalo dimarahin Ibu."
"Tapi gue juga benci dia! Kenapa dia harus sesempurna itu!"
"Dan kenapa dia harus meninggal?"
"Kalau dia nggak meninggal, gue nggak akan mati-matian begini."
Aurora mengoceh sendirian, tidak ia mengoceh pada angin lewat.
Angin siang membuatnya sedikit mengantuk.
Tapi! Ia lupa! Ia harus belajar! Agar bisa menjadi yang pertama! Agar Ibunya menyayangi ia seperti Ibu menyayangi Kakaknya.
Aurora langusung meloncat ke meja belajarnya, membuka buku-buku pelajaran dan membacanya, hingga larut malam, hingga ia lupa masih memakai seragam, ia lupa mandi sore, dan ia lupa belum makan.
🌸🌸🌸🌸🌸
Bersambung ...
🌸🌸🌸🌸🌸
KAMU SEDANG MEMBACA
Angkasa ✔ (Completed)
Teen FictionCover by @naaverse Idea by @naaverse And Quotes by @naaverse ⚠️⚠️⚠️⚠️⚠️ Keana Aurora Adalah dedara Masa depan membuatnya membara Ia ingin naik sampai puncak menara Banyak sengsara Sedikit gembira Ingin selalu menjadi juara Tapi selalu merasakan lara...