🌜42.🌛

2.3K 135 3
                                    

🐬🐬🐬🐬🐬

Tidak ada yang lebih penting dari sebuah hubungan, kecuali kepercayaan.

🐬🐬🐬🐬🐬

Aurora terkekeh. Ternyata Leo tidak seburuk yang dibayangkan. Sejak memakan sarapannya Leo terus saja mengatakan hal-hal yang sebenarnya tidak penting tetapi menghibur.

Retta terbahak, Leo ikut terbahak. Mereka bertiga tetapi seperti bersepuluh.

"Kalian sarapan juga?"

Hening. Semuanya hening. Bahkan Ibu kantin yang sedang memasak gorengan mematikan kompornya.

Angkasa menelan ludahnya. Bodoh. Ia memang belum minta maaf pada Aurora. Padahal semalam Aurora tidak bisa tidur karena menunggu telepon atau setidaknya pesan permintaan maaf Angkasa yang sudah salah paham pada Aurora.

Aurora merasa buruk sekali. Sebenarnya apa yang paling penting dalam sebuah hubungan? Entah hubungan apapun itu. Yang terpenting adalah kepercayaan.

Jika kepercayaan tidak ada, bagaimana bisa meyakinkan satu sama lain? Sungguh. Aurora tidak butuh orang yang tidak percaya padanya.

Aurora tahu kebaikan Angkasa lebih banyak daripada satu kesalahan Angkasa. Tetapi ... tidak dipercaya itu sakitnya luar biasa, apalagi tidak dipercaya dengan orang yang kita anggap istimewa.

Bugh!

"RETTA!" Leo berteriak.

Aurora membuka mulutnya tak percaya. Retta benar-benar tak berbohong soal ucapannya. Ia benar-benar menonjok Angkasa hingga lelaki itu tersungkur.

Aurora memejamkan matanya. Kasihan Angkasa, mungkin ini pertama kalinya lelaki itu dipermalukan seperti ini?

Angkasa masih diam ditempat sambil memegangi wajahnya. Pukulan Retta bukanlah pukulan biasa. Retta bangkit dari duduknya, bersedekap sambil memasang wajah marah.

Leo membantu Angkasa untuk bangun, di kantin ini memang hanya ada beberapa orang karena masih pagi, tetapi pasti beritanya langsung menyebar.

Aurora menengok ke belakang. "DARAH!" Pekiknya sambil menunjuk Angkasa.

Retta tersenyum puas. "Rasain."

Aurora hampir saja ingin menolong Angkasa, tapi Retta mencekal tangannya sambil menggeleng. "Biar dia rasain."

"Tapi -"

"Leo bakal bawa dia ke UKS. Ayo ke kelas."

Aurora duduk dibangkunya sambil menatap Retta cemas. "Lo bakal masuk BK."

"Terus?" Retta menjawab malas.

"Lo bakal diskors?"

"Enak dong ngga usah sekolah."

"Retta." Aurora merengek, ia menarik-narik seragam Retta.

"Gue ngga akan masuk BK apalagi sampai di skors, tenang aja."

"Pulang sekolah lo bisa nemenin gue nengok Kak Venus nggak?"

"Nengok? Dia udah di rumah. Lagian dia jatuh karena ceroboh, ngapain di tengok?"

Retta menyentil dahi Aurora gemas. Aurora ini memang jika sudah baik, baiknya beda tipis dengan bodoh.

"Ra lo marah nggak sama Kak Angkasa?" Lo pasti marah kan?"

Aurora menggeleng.

"Harusnya lo marah! Dia jahat!"

"Kecewa." Bisik Aurora dengan nada lirih.

"Awas lo Bang kalau sampai gue masuk BK." Retta mengancam.

"Aish, kenapa lo ngga ngasih aba-aba kalau pukul gue."

"Lo tuh! Jahat banget sama Aurora!" Retta memukul-mukul pundak Angkasa.

"Gue panik Ra, gue juga ngga sengaja nuduh dia."

"Lo juga belum minta maaf sama dia." Retta terus memukuli sepupunya.

Mereka berdua sedang di UKS. Tentu saja Retta bilang pada Aurora bahwa ia ingin ke toilet dan tidak perlu diantar, Aurora yang mungkin sedang badmood mengiyakan saja.

"Tadi gue mau minta maaf! Tapi lo mukul gue!"

Retta memegangi kepalanya. "Ini makanya dari dulu gue ngelarang lo deketin Aurora. Selama ada Venus dalam hidup lo, lo itu bakal sial terus Bang! Bener kata peramal itu!"

"Jangan percaya sama peramal." Nada bicara Angkasa berubah menjadi serius.

"Udahlah, kalau emang cinta pertama lo Kak Venus, lo lamar aja dia sekarang, nggak perlu prank mutusin dia dan kasih dia kejutan di masa depan."

Angkasa mengernyit, tak mengerti apa yang dikatakan Retta. Lima detik kemudian ia tertawa.

"Nyesel gue muji-muji lo didepan Aurora!"

"Lo suka sama Aurora?"

"Gila!" Retta kembali memukuli bahu Angkasa.

"Habis lo begitu banget sama dia."

"Dia itu satu-satu teman yang bener-bener tulus sama gue. Gue bakal malu kalo dia tahu ternyata lo sepupu gue."

"Kenapa malu? Gue ganteng, pinter, Ketua Osis, selalu juara 1, nggak pernah kalah. Kurang apa coba?"

"Ah udahlah, males gue sama lo!"

Bugh!

Pukulan terakhir di lengan untuk Angkasa dari Retta. Angkasa meringis memegangi lengannya.

"Lebay banget, baru gue tonjok aja udah masuk UKS!" Cibirnya sebelum berbalik.

"Hai ... jodoh." Seno tersenyum sambil mengangkat tangan kanannya.

"Minggir!" Ucap Retta ketus saat melewati Seno. Ia juga sengaja menyenggol Seno hingga hampir terhuyung.

🐬🐬🐬🐬🐬

Bersambung ...

🐬🐬🐬🐬🐬

Angkasa ✔ (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang