🌜36.🌛

2.4K 144 2
                                    

🌺🌺🌺🌺🌺

Ada yang lebih menyebalkan dari semua pilihan kenyataan. Setelah melewati banyak kebersamaan, kamu hanya menganggapku 'Teman'.

🌺🌺🌺🌺🌺

"Ngerti kan?" Aurora mengangguk, penjelasan Angkasa memang selalu mudah dimengerti.

Jujur saja, Aurora lebih cepat tanggap dengan penjelasan Angkasa daripada penjelasan Libra.

Aurora melanjutkan mengerjakan soal latihan yang Angkasa beri. Angkasa tidak melakukan apa-apa, ia hanya melihat Aurora yang sibuk mengerjakan.

"Lo kayaknya makin deket aja sama Leo." Angkasa membuka suara.

"Kata lo gue harus baik sama dia." Jawab Aurora tanpa menoleh pada Angkasa.

"Tapi, jangan deket sama laki-laki siapapun sampai melebihi gue, oke."

"Kenapa?"

"Siapa tahu mereka jahat kan?"

Aurora menoleh, ia menatap Angkasa, Angkasa sedang ... gugup? Kenapa?

"Maksud lo Leo jahat?"

"Gue ngga bilang begitu."

Aurora terkekeh. "Emangnya lo siapa Kak? Ngatur-ngatur gue, lo kan cuma teman belajar gue. Iyakan?"

Angkasa membulatkan matanya, ucapan Aurora membuatnya tertohok. Angkasa memiringkan kepalanya.

Angkasa memang seharusnya sadar diri. Tapi kenapa Aurora berbicara seperti ini? Karena Angkasa sudah tidak dibutuhkan? Karena sudah ada Leo?

"Ah iya, cuma teman belajar ya?" Angkasa mengangguk-angguk.

Aurora berdehem, mengiyakan.

"Lo nggak lagi ngode gue kan Ra?"

Aurora mengernyit. "Ngode?"

"Lo pengin kita lebih dari teman belajar kan? Iyakan?"

Aurora menutup mulutnya, ia cekikikan. Angkasa membuatnya gemas. "Itu sih maunya elo! Iyakan?" Aurora membalikkan ucapan Angkasa.

"Oh iya, mulai besok istirahat kedua, gue harus belajar sama Leo."

"Harus?!"

"Iya, dua minggu lagi olimpiade nya Kak."

"Kalo gitu gue ikut, gue ajarin kalian. Dimana belajarnya? Emangnya pulang Sekolah aja ngga cukup?"

Aurora mengambil napas, sesak sekali perasaannya ~ bukan lebih tepatnya perasaan Angkasa yang ia rasakan.

"Di kelas, tapi kita juga diajarin sama Pa Cahyo."

Angkasa menggaruk kepalanya, tidak ada alasan untuk bertemu dengan Aurora lagi? Dua minggu itu bukan waktu yang sebentar.

"Lo juga ikut olimpiade kan sama Kak Venus? Pasti kalian juga disuruh belajar bareng waktu istirahat kedua."

Angkasa menggeleng. "Nggak disuruh."

"Belum disuruh kayaknya Kak."

Aurora mengedikkan bahunya sebelum kembali fokus pada soal-soal yang diberikan Angkasa.

Bahu Angkasa merosot. Kesal sekali dengan Aurora hari ini, sombong sekali gadis itu, apa dia bilang? Mereka hanya teman belajar? Setelah Aurora main ke rumahnya, Mamanya menjaga Aurora, malam itu saat kemah.

Setelah yang mereka lalui, Aurora hanya menganggap mereka teman belajar? Angkasa tidak terima. Ia seperti diremehkan sekali oleh Aurora.

Angkasa berjanji pada dirinya sendiri, ia akan membuat Aurora terkesima pada dirinya.

Angkasa tersenyum miring.

🌺🌺🌺🌺🌺

Aurora menempelkan wajahnya di kaca mobil, sore ini cuacanya mendung, mungkin sebentar lagi akan hujan.

Aurora meminta berhenti, ia ingin membeli es krim di Taman komplek rumahnya itu. Aurora turun dari mobil, ia mengambil napas, sejuk sekali disini.

Karena masih tak ingin pulang, lagi pula Ibu dan Ayahnya tidak ada, Aurora duduk di salah satu bangku. Aurora baru sadar bahwa seseorang yang duduk disebelahnya sedang terisak.

Aurora mendongak, lelaki itu menutup wajahnya dengan kedua tangan. Ingin tertawa karena melihat laki-laki cengeng, tapi itu pasti akan menyinggung orang itu.

Aurora memegang pundak lelaki itu dengan telunjuknya.

Dilihat dari duduknya saja, sepertinya lelaki ini tinggi, lebih tinggi dari Aurora. Memakai seragam berwarna biru putih, sudah pasti masih SMP.

Begitu lelaki itu menurunkan tangan dari wajahnya, Aurora terkejut, ia ingin tertawa lagi. Badan tinggi, tetapi wajah seperti bayi. Siapa orang ini? Wajahnya merah padam karena menangis.

"Kenapa?" Tanya Aurora.

Bukannya menjawab, lelaki itu makin terisak, bahunya naik turun. Ketika saling menatap, perasaan khawatir dan takut Aurora rasakan.

"Aku bukan orang jahat, kamu kenapa?" Tanya Aurora lagi.

"A-aku ter-ter-se-se-sat." Suaranya serak, sejak kapan ia menangis?

"Rumah kamu dimana?"

Lelaki itu menggeleng. "A-aku nggak tau alamat rumahku."

Aurora menganga. Tidak tahu alamat rumahnya sendiri? Lalu bagaimana Aurora bisa menolong lelaki ini?

Melihat logo seragamnya, Auora kenal sekali dengan logo itu, SMP lamanya.

"Kamu sekolah di Blue School? Dulu, aku juga sekolah disana."

Lelaki itu mengangguk, Aurora melihat name tag lelaki itu.

Athala Samudra.

Aurora berpikir, namanya tidak asing di telinga Aurora.

"Kamu bisa ikut ke rumah aku, besok pagi aku anterin ke Sekolah, kita cari alamat rumah kamu di biodata Sekolah." Aurora juga tidak mengerti, dalam hatinya ia menertawai dirinya sendiri. Kenapa ia begitu antusias menolong lelaki ini.

Athala menoleh takut.

"Aku bukan orang jahat, Athala."

Aurora bangun dari duduknya, ia mengulurkan tangannya pada Athala. Athala menatap tangan mungil Aurora selama beberapa detik, sebelum ia menerima uluran tangan itu.

🌺🌺🌺🌺🌺

Bersambung ...

🌺🌺🌺🌺🌺

Angkasa ✔ (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang