🌜13.🌛

3.1K 199 10
                                    

🌻🌻🌻🌻🌻

Tidak semua keluarga bisa dijadikan sebagai tempat pulang.

🌻🌻🌻🌻🌻

Aurora, Angkasa, dan Mamanya Angkasa berkutik di dapur sejak tiga jam yang lalu.

Awalnya Aurora tidak mau memasak bersama karena ia minder tidak bisa memasak, apapun, bahkan ia tidak tahu cara menyalakan kompor.

Ia terlalu fokus belajar.

Dan bodohnya saat masih bebas dulu, ia tidak pernah minat pada hal masak memasak.

Angkasa mengajarkan Aurora memotong bahan sayuran dengan telaten, ya hasilnya tetap saja potongan Aurora tidak pas dan ukurannya terlalu besar-besar.

Mamanya Angkasa tidak semenakutkan yang Aurora kita. Ia begitu berbaur dan menyesuaikan diri dengan Aurora.

Aurora berandai-andai. Andai Ibunya seperti Mamanya Angkasa. Mungkin ... Aurora akan bahagia berlipat ganda, tapi ... hidup itu tidak ada yang sempurna.

Kini, Aurora sedang menyiapkan piring bersama Angkasa untuk makan siang disini.

Aurora terus memperhatikan gerak Angkasa. Sejak tadi dan saat ia menatap mata Angkasa, tidak ada rasa sakit yang Angkasa rasakan. Bukankah kabar baik?

Perasaan Aurora saat menatap Mamanya Angkasa. Perempuan itu seperti merasa kasihan pada Aurora. Apakah Aurora terlihat menyedihkan? Apa saja yang sudah Angkasa ceritakan pada Mamanya?

Bahkan saat pertama bertemu Mamanya tahu nama Aurora sebelum Aurora memperkenalkan diri.

Mereka tidak bertiga saja saat makan, tetapi lima asisten rumah tangga ikut makan bersama mereka di meja yang sama. Bukankah majikan yang sangat baik hati?

"Tante ... Ibu rumah tangga?" Aurora berani bertanya, walau dalam hatinya ia sangat deg-degan.

"Nggak Ra, Tante kerja."

"Kerja dimana Tante?"

"Di Rumah Sakit Cakrawala."

Aurora ber-oh ria. "Tante itu Dokter?"

"Iya Ra..."

"Dokter apa Tan?"

"Dokter Spesialis Jantung Ra."

Deg!

"Tante masuk siang ya?"

"Nggak Ra, Tante libur hari ini. Dan kebetulan banget kita bisa ketemu."

"Aku ... aku seneng banget bisa kenal Tante!" Aurora merutuki dirinya sendiri. Nada suaranya masih saja terdengar kaku.

Angkasa pamit sebentar untuk ke belakang, katanya. Asisten rumah tangganya hampir sudah selesai dan pamit untuk mengerjakan tugas mereka masing-masing.

Menyisihkan Aurora dan Mamanya Angkasa.

"Tante, Kak Angkasa itu anak satu-satunya?" Banyak sekali yang Aurora tidak tahu tentang Angkasa, sedangkan Angkasa tahu beberapa hal tentang Aurora.

"Enggak kok. Dia anak pertama, adiknya dua. Yang satu namanya Athala, dia kelas 9, satu lagi Ananta, dia kelas 7." Mamanya Angkasa menjelaskan.

"Wah rame dong Tante kalau kumpul semua."

"Ya begitulah. Kalau jam segini ya sepi, mereka masih sekolah."

Selanjutnya mereka diam, Aurora merutuki Angkasa yang terlalu lama meninggalkan ia dan Mamanya.

Jika dilihat-lihat keluarga Angkasa adalah keluarga bahagia. Melihat bagaimana kepribadian Angkasa di Sekolah.

Angkasa juga sosok yang baik, lucu dan mungkin pengertian. Semua sikap iti tumbuh karena ia bersama keluarga yang harmonis.

Berbeda terbalik dengan keluarga Aurora.

"Tante ... Tante sering nyuruh Kak Angkasa belajar nggak?" Tanya Aurora tiba-tiba.

"Sering, tapi Tante nggak terlalu menekan dia. Karena ... Tante maunya dia itu belajar dengan keinginannya sendiri. Dia melakukan sesuatu yang dari hati dia sendiri, bukan paksaan."

Dibawah meja, Aurora mengepalkan tangannya kuat. Kenapa Ibunya tidak seperti Mamanya Angkasa?

Angkasa datang bersama seorang bocah perempuan, sebenarnya memakai seragam SMP, tetapi tubuhnya mungil seperti anak SD.

"Ini namanya Ananta." Angkasa menepuk pundak adiknya.

Ananta tersenyum pada Aurora. "Halo Kak, aku Ananta." Ananta mengangkat tangannya.

"Hai ... Ananta." Aurora tersenyum kikuk.

Bahkan adiknya Ananta juga berkepribadian yang sama seperti Angkasa. Sepertinya keluarga ini menebarkan virus bahagia.

"Nama Kakak, Kak Aurora kan?" Bukan menebak, saat memasuki rumah Angkasa sudah memberitahu nama Aurora pada Ananta.

"Kok tahu?"

"Kapan-kapan kita main bareng Kak? Dadah Kak Aurora aku mau main sama temen dulu, soalnya udah ditungguin."

"Iya Ananta, sampai ketemu nanti." Ananta meninggalkan mereka dengan senyum merekah di wajahnya.

Seperti keluarga ini juga mempunyai hobi tersenyum.

"Sa, Mama mau ke Rumah Sakit dulu. Nih Auroranya jangan kamu anggurin." Ucap Mamanya Angkasa pada anaknya.

"Ra, Tante pergi dulu ya." Aurora bangkit dari duduknya, mendekati Mama dari Kakak kelasnya yang baru ia kenal beberapa hari yang lalu.

Kini ia berdiri disamping Mamanya Angkasa yang masih duduk.

"Makasih Tante atas waktunya, udah mau ngajarin aku masak dan makan." Aurora tersenyum.

"Sama-sama Ra. Kamu bisa kesini kapan aja, asal jangan waktu bolos kayak gini lagi ya?" Mamanya Angkasa tertawa kecil, Aurora juga tertawa kecil.

Dan tiba-tiba Mamanya Angkasa memeluk Aurora tanpa aba-aba.

Pelukan hangat.

Pelukan yang dapat membuat nyaman.

Dan pelukan seorang Ibu yang sudah lama sekali bahkan atau tidak pernah Aurora rasakan selama hidupnya.

"Selama hidup gue, gue cuma pernah dipeluk sama Kak Bintang." Lirih Aurora dalam hati.

Aurora membalas pelukan Mamanya Angkasa. Rasa hangat menjalar ditubuhnya.

Bolehkan ia tidak melepaskan pelukan ini?

"Aku juga mau dipeluk!" Rengek Angkasa.

Mamanya Angkasa melepaskan pelukannya, tapi ini sudah cukup untuk Aurora.

"Sini..." Wanita itu merentangkan tangannya, kemudian Angkasa menghambur ke pelukan Mamanya.

🌻🌻🌻🌻🌻

Bersambung ...

🌻🌻🌻🌻🌻

Angkasa ✔ (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang