🌜55.🌛

2.3K 130 4
                                    

🍃🍃🍃🍃🍃

Kata 'nanti' hanya akan menjadi sebuah penantian, dan kata 'kita' yang aku harapkan mungkin akan tetap jadi kemungkinan yang entah sampai kapan bisa jadi kenyataan.

🍃🍃🍃🍃🍃

Aurora membuang napasnya.

Sudah satu minggu ia dan Angkasa tidak bertemu, juga jarang berkomunikasi. Angkasa sedang sibuk mengurus acara perpisahan kelas 12 yang diadakan minggu depan.

Yaya sebentar lagi Aurora dan Angkasa akan sama-sama naik kelas. Aurora menuju kelas 11, dan Angkasa kelas 12. Wah jika Angkasa sudah kelas 12? Mungkin bisa lebih sibuk dari ini.

Jika bertemu di Sekolah Angkasa hanya menyapanya sambil jalan dengan tergesa-gesa. Tak ada sarapan atau istirahat bersama,  bahkan tak ada belajar bersama saat istirahat kedua. Menyebalkan. Eh? Aurora memangnya siapa? Ia tidak berhak marah.

Sekarang Aurora sedang makan di kantin bersama Retta dan Seno yang tiba-tiba muncul, hanya bertiga. Aurora tidak tahu bagaimana bisa Retta dan Seno berbaikan?

Aurora sediki terkejut ketika melihat Angkasa dkk memasuki kantin. Ia menundukkan kepalanya. Ia kira Angkasa akan mendatanginya.

Angkasa duduk di bangku yang dekat pintu masuk kantin bersama teman-teman organisasinya, disana juga ada ... Venus. Mereka makan, tertawa. Apalagi duduk Venus dan Angkasa bersebelahan.

Tunggu ... Seno juga satu organisasi dengan Angkasa kan?! Tapi ia bisa menyempatkan waktunya untuk Retta. Bukan seberapa sibuk, tapi seberapa penting. Aurora paham.

Mata Aurora memanas. Tidak. Ia tidak boleh menangis. Lagian apa yang harus ia tangisi?

🍃🍃🍃🍃🍃

Aurora berdiri didepan gerbang sekolah dengan pandangan yang kosong. Tapi beberapa detik kemudian ia melebarkan mata melihat siapa yang baru saja melintas didepannya. Itu ...

Venus dan Angkasa berboncengan.

Angkasa bahkan tak menyapanya, atau Angkasa tidak tahu ada Aurora disana?

"Mukanya b aja dong Ra."

"Kak El!" Aurora tersenyum.

"Hai." El menggaruk tengkuknya.

"Ngapain disini?! Mau tawuran?!"

El tergelak. "Eh? Ya enggaklah."

"Terus ngapain?"

"Cuma lewat, terus ada lo disini. Jadi berhenti deh."

Aurora hanya ber-oh ria.

"Gue anterin pulang yuk Ra."

🍃🍃🍃🍃🍃

"Makasih Kak El, hati-hati ya?!" Aurora melambaikan tangannya pada El kemudian berbalik, berjalan membuka pagar-

"Ra."

Suara itu. Suara yang Aurora rind- tungg- hindari saat ini. Aurora kesal pada Angkasa. Tidak tahu apa penyebabnya. Aurora berbalik lagi, menghampiri Angkasa yang masih duduk di motornya.

Oh tunggu! Apakah Angkasa melihat ia bersama El? Jika begitu, bagus sekali! Seri! Satu-satu. Aurora melihatnya bersama Venus, dan Angkasa melihatnya bersama El. Bukankah adil?

"E-eh. Kak Angkasa."

Kenapa suasananya menjadi canggung seperti ini?

"Sejak kapan?"

"Apanya?"

"Kamu sama El."

"Kenapa?"

"Kamu jangan deket-deket dia."

"Terus? Kak Angkasa gimana?! Kalau gitu Kak Angkasa jangan deket-deket Kak Venus." Aurora bersedekap.

Tidak ada senyum diantara mereka.

"Venus?!" Angkasa menghela napasnya. "Dia itu sahabat aku."

"Kak El juga teman aku!"

"Ini beda Ra."

"Beda apanya!?"

"El itu bukan orang baik!"

"Kak Angkasa tahu darimana? Emang kenal deket sama Kak El? Sampai beraninya bilang dia bukan orang baik."

"Dia udah mukul kamu, kamu ngga inget?"

Gigi Aurora bergemelatuk. "Dia mukul aku karena aku ngelindungin Kak Angkasa!"

"Ra-"

Aurora membuang pandangannya. "Terserah."

"Nanti-"

"Nanti, nanti, nanti. Simpan aja kata nantinya kalau ngga bisa nepatin janji." Aurora menghentakkan kakinya, lalu berbalik.

Dia pusing. Ah, masa bodoh dengan Angkasa yang berbicara seenaknya.

Angkasa hanya menghembuskan napas pasrah. Ini salahnya, harusnya ia selalu menjaga Aurora. Angkasa takut. Takut Auroranya direbut oranglain. Apalagi ... sepertinya tadi Aurora benar-benar marah.

🍃🍃🍃🍃🍃

"Kak Libra ..."

"Kenapa Ra?"

Aurora mengetuk-ngetukkan pulpennya ke meja. "Sebentar lagi UKK."

"Wah emang iya? Semangat Ra. Lo harus bisa ngalahin Leo!"

"Gimana kalau aku nggak bisa kalahin Leo? Ibu pasti marah. Apalagi ... akhir-akhir ini Ibu lagi sensitif banget."

Libra tersenyum, ia menepuk-nepuk pundak anak didiknya selama tiga tahun ini. "Gue nggak ngeraguin lo, tapi Leo itu nggak bisa dikalahkan, kayaknya dia bakal ngalah buat lo." Itu sebuah gumaman, gumaman yang tidak terdengar Aurora.

"Lo kok kuliah mulu? Kapan wisudanya sih Kak?"

"Nggak tahu kapan." Mereka berdua sama-sama tertawa.

Aurora bersyukur memiliki Libra. Libra itu bukan hanya seorang guru baginya, kadang-kadang menjadi teman bercerita Aurora juga. Apalagi Libra mempelajari ilmu psikologi, dia sangat pengertian.

🍃🍃🍃🍃🍃

Bersambung ...

🍃🍃🍃🍃🍃

Angkasa ✔ (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang