🌜43.🌛

2.3K 132 6
                                    

🐋🐋🐋🐋🐋

Tidak ad yang lebih bodoh daripada manusia yang tidak mau mengakui kesalahannya.

🐋🐋🐋🐋🐋

Sebodoh-bodohnya manusia adalah manusia yang tidak mau mengakui kesalahannya.

Setidaknya begitu opini Aurora. Aurora mengepal tangannya erat. Ia tersenyum getir. Mungkin dugaannya salah.

Awalnya ia mengira, ia adalah cinta pertama yang Angkasa cari. Tapi sekarang Aurora tahu, pasti sosok itu bukanlah dirinya, melainkan Bintang.

Aurora berlari dari kamarnya, memasuki kamar Bintang. Ia mengambi buku diary Bintang. Pasti disini ada sesuatu yang bisa Aurora tahu kan.

"Kak Bintang dimanapun lo berada, gue izin liat-liat isi diary lo." Aurora memejamkan matanya sambil menggumam.

Ia duduk ditepi ranjang Bintang.

Sebelum membuka, Aurora menghela napas dalam-dalam.

Ia sudah melewati halaman yang berisi fotonya, foto Angaksa juga.

Namaku Bintang Langgita, dipanggil Bintang. Kata orang, aku sosok pendiam tapi perhatian. Suka teh manis, tapi tidak suka keadaan yang memaksaku untuk menangis. Suka malam tapi tidak suka hujan, karena hujan yang buat cahayaku tidak terlihat. Aku punya adik, Keana Aurora namanya. Aurora sangat manis, ceria, dan suka kebebasan. Dia agak bandel dan keras kepala, tapi aku menyayanginya.

Ibu dan Ayah sangat menyayangiku. Kata mereka aku ini berharga. Waktu aku lahir mereka menyambutku dengan sangat bahagia, mungkin karena aku anak pertamanya.

Bercita-cita ingin membangun rumah baca untuk Anak-anak jalanan. Ingin pergi ke Bosscha dan melihat Bintang di luar Angkasa dengan teropongnya. Aku ingin menjadi Psikolog dan membantu mereka dalam kesehatan mental.

Yang paling aku ingin, Ayah, ibu, dan Aurora bahagia.

Love me,
Bintang Langgita.

Aurora melemparkan buku diarynya. Kenapa dihalaman pertama bercerita Bintang harus menceritakan dirinya? Menyebalkan sekali.

"Itu pasti punya gue!"

Aurora terkejut, Bintang! Hantu itu membuatnya hampir jantungan.

"Iya punya lo!" Aurora bersedekap, memang diary itu tren pada masanya, isinya hanya tulisan-tulisan tidak jelas seperti itu, Aurora kira ada sesuatu penting yang bisa ia temukan disana.

Aurora lupa, diary ini milik Bintang. Bintang adalah sosok yang kuat, ia tidak mungkin menceritakan sesuatu disini.

"Gue lupa waktu hidup nulis begituan." Bintang berjongkok, menatap diarynya di lantai.

"Semenjak lo jadi hantu, lo bodoh, pelupa juga ya Kak?" Aurora bertanya, tapi pertanyaannya seperti pernyataan bagi Bintang.

"Lo nggak ngerasain, soalnya nggak pernah mati!" Bintang mendengus.

Diary itu melayang hingga menimpuk kepala Aurora. Aurora hanya menatap datar Bintang.

"Gue kecewa banget sama Kak Angkasa." Aurora tersenyum miris.

"Kenapa? Ada apa?"

Aurora mengernyit. "Bukannya ... hantu itu tahu segalanya tanpa diberi tahu?"

"Sok tau lo! Kata siapa coba! Hantu juga sama kayak manusia, beda alam doang."

Aurora menepuk jidatnya. "Ah gue lupa, lo kan bodoh, jahat juga ya?"

Suasana berubah menjadi hening. Jendela kamar terbuka sendiri, lebih tepatnya Bintang yang membuka. Aurora merinding tapi tidak takut sadar bahwa yang melakukan semuanya adalah Bintang, hantu yang ia anggap sebagai manusia.

Angkasa ✔ (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang