🌕🌕🌕🌕🌕
Seakan semesta raya ini hanya milik kita berdua. Terimakasih Angkasa.
🌕🌕🌕🌕🌕
Aurora menyadari kehadiran Angkasa, tapi ia tidak mau membuka suara terlebih dahulu.
"Malam ini langitnya bagus banget ya Ra?"
Aurora mengangguk setuju.
"Kak Angkasa." Panggil Aurora.
"Ya, Ra?"
"Terimakasih. Selalu ada disamping Aurora yang lemah ini."
Angkasa tertegun, kemudian tersenyum. "Seharusnya itu kalimat gue. Terimakasih telah menerangi kehidupan Angkasa yang gelap ini."
"Tapi ... Angkasa itu terang, nggak gelap, di Angkasa banyak Bintang."
"Tapi bagi Angkasa, cahaya yang sesungguhnya cuma satu, yaitu Aurora."
"Aurora itu kalah terang dengan Bintang. Aurora itu ... redup."
"Aurora itu tetap yang paling bisa bikin Angkasa terang, dan yang cahayanya paling bersinar. Walaupun ada jutaan bintang, planet dengan satelit mereka yang terang, hanya Aurora yang benar-benar bisa menerangi Angkasa. Itu menurut Angkasa." Angkasa tersenyum.
Keduanya menoleh, mereka saling menatap. Aurora tidak berkedip, ia justru melebarkan matanya, karena ia sedang kaget dan gugup.
Sial! Aurora merasa jantungnya berdegup kencang. Kenapa? Perasaan macam apa ini? Tidak, ini normal.
Jantungnya seperti ini karena ia sedang kedinginan, bukan karena ucapan Angkasa, kan?
"Gue tau lo bakal kedinginan, nih pakai." Angkasa menyerahkan jaket yang dari tadi ia pegang.
"Lo bawa dua?"
"Soalnya tadi gue lihat lo keluar dari tenda, lo lupa bawa jaket lo sendiri. Jadi gue susul kesini, karena lo pasti kedinginan kayak sekarang."
Aurora memakai jaket itu. "Makasih."
"Udah hangat?"
"Lumayan. Tapi, Angkasa itu emang dingin ya." Aurora kembali menatap langit dihadapannya.
Angkasa mengernyit. "Enggak, Angkasa itu hangat ... soalnya diberi kehangatan sama Aurora."
"Emangnya Aurora bisa ngasih kehangatan?"
"Bisa, peluk misalnya." Angkasa merentangkan tangannya.
"Gue dorong ke jurang lo Kak." Mata Aurora memicing.
Angkasa terkekeh, kemudian wajahnya serius lagi. "Aurora aslinya itu hangat."
"Aurora itu ada di langit nggak sih sebenarnya? Gue belum pernah lihat Aurora." Aurora menatap langit dengan intens.
"Lo mau lihat Aurora?"
"Iya, gue belum pernah lihat."
"Gampang kok Ra, lo tinggal ngaca aja. Lo bisa lihat Aurora."
"Ih! Gue serius!" Aurora menedang kaki Angkasa.
"Iya-iya. Aurora itu nggak ada dilangit."
"Terus dimana?"
"Soalnya Aurora itu ada dihati gue." Angkasa tersenyum jahil.
"Gue dorong beneran ya!" Aurora menepak-nepak pundak Angkasa. Angkasa hanya tertawa kecil sambil menikmati tepakan Aurora yang sama sekali tidak membuatnya sakit.
Angkasa mendekatkan dirinya pada Aurora, tepat sekitar 5 cm wajah Angkasa ada di depan Aurora. Dan sialnya mengapa detak jantung Aurora semakin tidak karuan. Aurora menjadi kaku lalu refleks menutup kedua matanya.
"Gue cuma mau pasangin earphone, Ra."
Tubuh Aurora lega ketika Angkasa sudah ada di posisi awal. Tapi Aurora masih diam dan kaku. Angkasa menyalakan lagunya dan Aurora tau itu lagu apa.
"Ra"
Aurora berdehem.
"Lo tau reff lagu ini?" tanya Angkasa sambil mematap ke arah Aurora.
"Can't help falling in love with you." Aurora sedikit menyanyikan bagian Akhir reff dari lagu itu dan membalas mata Angkasa yang dari tadi menatapnya. Lalu mereka sama-sama tersenyum.
Ya lagu yang mereka putar memang lagu Can't help falling in love milik Elvis Presley.
🌕🌕🌕🌕🌕
Bersambung ...
🌕🌕🌕🌕🌕
KAMU SEDANG MEMBACA
Angkasa ✔ (Completed)
Fiksi RemajaCover by @naaverse Idea by @naaverse And Quotes by @naaverse ⚠️⚠️⚠️⚠️⚠️ Keana Aurora Adalah dedara Masa depan membuatnya membara Ia ingin naik sampai puncak menara Banyak sengsara Sedikit gembira Ingin selalu menjadi juara Tapi selalu merasakan lara...