🍑🍑🍑🍑🍑Sinar matamu kalahkan semua cahaya. Seakan menarikku ke dimensi yang berbeda.
🍑🍑🍑🍑🍑
Aurora menatap ponselnya. Angkasa bilang ia tidak bisa mengantarkan pulang karena ada rapat OSIS, padahal kemarin Angkasa sudah berjanji akan mengantarkannya pulang. Sudahlah, mau bagaimana lagi?
Aurora juga sudah bilang pada Ayahnya bahwa supirnya tidak perlu menjemput Aurora.
Berakhirlah Aurora di halte sendirian. Sepertinya ia memang harus menaiki angkutan umum.
"Hai."
Aurora melirik sekelilingnya, hanya ada dirinya disini, jadi lelaki itu, apakah berbicara dengan Aurora?
Aurora menoleh. Ia melebarkan matanya saat tahu siapa lelaki itu.
"Yang dipukul Kak Angkasa kemarin?!" Serunya tak percaya.
Lelaki itu mendengus. "Kenapa inget yang bagian itunya? Harusnya lo ingetnya gue yang mukul elo."
Aurora menatap matanya. Sejauh ini, tidak ada niat buruk dalam perasaan lelaki yang sedang ditatapnya ini.
"Eum ... lo mau ikut gue ke cafe nggak? Sekalian makan."
Aurora diam sebentar, apakah ia harus mengiyakan ajakan lelaki yang tak dikenalnya ini? Tapi sepertinya memang tidak ada niat jahat pada Aurora.
Dan pergi dengan lelaki ini setidaknya bisa mengubah mood buruk Aurora yang kesal pada Angkasa.
"Oke."
Selama perjalanan mereka berdua diam. Aurora yang ~ entah pikirannya kemana. Dan lelaki itu yang fokus pada jalanan.
Lelaki itu membawa Aurora ke sebuah cafe di dekat Taman Kota. Cafe antik yang ingin selalu Aurora kunjungi tapi tak pernah kesampaian.
"Yuk."
Aurora mengangguk. Mengikuti lelaki itu. Mereka duduk di bangku pojok menghadap kaca besar yang menampilkan jalan raya.
"Mau pesan apa?" Tawarnya.
"Samain aja."
Setelah selesai berbicara pada pelayan keduanya hening lagi. Aurora ingin berbicara, tapi apa yang harus ia bicarakan? Aurora saja tidak tahu nama lelaki ini.
"Nama lo Aurora kan?"
"Iya, nama aku Aurora, nama kamu siapa?"
Aku?
Aku?
Aku?
Ugh, Aurora merutuki dirinya sendiri, mentang-mentang panggilannya dengan Angkasa sudah berubah menjadi aku-kamu.
Angkasa. Angkasa. Angkasa. Aurora jadi ingat percakapannya dengan Angkasa kemarin.
"Kalau kamu mau jadi siapa-siapa aku. Biar nantinya urusan aku urusan kamu juga."
Aurora mengerjap kembali. Apa katanya? Ambigu sekali. Menjadi siapa-siapa? Memangnya menjadi siapa?! Ayolah, otak Aurora sedang tidak bisa berpikir.
"Hah?"
"Kamu kan belum pernah pacaran ya Ra? Kayaknya emang harus bener-bener dibuat spesial."
"Apanya sih Kak Angkasa?"
"Besok. Kita pulang bareng ya. Ada sesuatu yang mau aku tunjukkin sama kamu. Nanti kita bakal jadi siapa-siapa."
Aurora pening. Angkasa terlalu berbelit-belit.
Tapi nyatanya hari ini tidak jadi. Aurora makhlum, Angkasa adalah orang sibuk.
"Hei, lo ngelamun?" Suara lelaki disebelahnya menyadarkan Aurora. Aurora mengerjap.
"Eh?"
"Pasti lo nggak dengerkan? Nama gue Elangit, dipanggil El. Gue kelas 11."
Kelas 11 ya? Kakak kelas. Aurora mengangguk.
"Oh, Kak El."
"Ngomong-ngomong gue mau minta maaf. Kemarin gue bener-bener nggak sengaja. Lo juga ngapain tiba-tiba datang sih?!"
Aurora tersenyum kecil. "Jangan berantem sama Kak Angkasa lagi."
El menghembuskan napasnya. "Huh? Padahal gue udah mukul lo, tapi lo nyuruh Angkasa berhenti waktu mukul gue."
"Makanya jangan tawuran. Nggak guna, tujuannya apasih?"
El terkekeh. "Ini urusan laki-laki, lo nggak bakal ngerti."
"Harusnya kalian itu sama-sama mendukung. Kalian itu masa depan negara. Masa saling menyerang?"
El terkekeh lagi, di matanya Aurora menggemaskan sekali.
"Gara-gara mukul lo, Perusahaan bokap gue hampir bangkrut." El tersenyum.
Aurora tahu. Itu ulah Ayahnya. Semalam Ayahnya bilang ingin membalas dendam pada orang yang memukul Aurora, tapi Aurora memohon dengan sangat bahwa tidak usah. Ayolah, Aurora hanya luka sedikit, Ayahnya tidak perlu sejauh itu. Dan balas dendam itu tidak baik. Jadi Sang Ayah mengurungkan niatnya untuk membalas dendam, walaupun sudah melakukan sedikit tindakan kecil.
"Maafin Ayah aku ya."
"Eh? Harusnya gue yang minta maaf. Gara-gara permohonan lo ke Ayah lo, Bokap gue ngga jadi bangkrut dong. Lo tuh padahal udah dipukul, nyelamatin gue dari kemarahan Angkasa, nyelamatin Bokap gue. Lo nggak marah sama gue?"
Aurora tersenyum lagi. "Kenapa harus marah?"
"Gara-gara gue, wajah lo-"
"Kenapa sih orang-orang? Padahal lukanya sedikit. Dan aku nggak mati. Jadi nggak apa-apa."
"Gue ngerti sekarang kenapa si tengik Angkasa itu suka sama lo." El menggumam.
"Gue harap kita bisa berteman baik Ra."
"Oke, mulai sekarang kita berteman baik ya Kak El?"
Selanjutnya mereka berdua berbicara tentang kesukaan mereka, ketidaksukaan mereka, pengalaman El saat ikut tawuran, pengalaman Aurora saat ikut olimpiade. Dan hal-hal random lainnya mereka bicarakan. Kadang-kadang El yang mendengus kesal karena pikiran Aurora yang polos, dan Aurora yang tertawa karena ucapan El yang dianggapnya lucu.
Hari itu, Aurora lupa bahwa beberapa jam yang lalu moodnya memburuk gara-gara Angkasa.
🍑🍑🍑🍑🍑
Bersambung ...
🍑🍑🍑🍑🍑
KAMU SEDANG MEMBACA
Angkasa ✔ (Completed)
Teen FictionCover by @naaverse Idea by @naaverse And Quotes by @naaverse ⚠️⚠️⚠️⚠️⚠️ Keana Aurora Adalah dedara Masa depan membuatnya membara Ia ingin naik sampai puncak menara Banyak sengsara Sedikit gembira Ingin selalu menjadi juara Tapi selalu merasakan lara...