🍂🍂🍂🍂🍂
Aku mungkin bisa mendapatkan semuanya, tapi entah kenapa aku ragu tentang kebahagiaan yang aku dapatkan.
🍂🍂🍂🍂🍂
"Aku nggak pa-pa, Ayah."
Ayah mana yang tidak khawatir melihat wajah anak perempuannya seperti itu.
Angkasa mengantarkan Aurora ke rumahnya. Ia juga meminta maaf pada Ayahnya Aurora, sambil menggumam 'Maaf Om, ini gara-gara saya.'
Ayahnya hanya mengangguk sambil mengucapkan terima kasih sudah membawa anak gadisnya pulang. Mereka - Angkasa dan Aurora pikir Ayahnya tidak tahu apa-apa? Ayahnya tahu Aurora datang ke tawuran itu hingga ia dipukul karena menghalangi Angkasa.
Ya. Mata-mata Ayahnya itu dimana-mana.
"Ibu udah pulang ya? Kapan? Sekarang dimana?"
"Tadi siang. Sekarang ada di kamarnya."
Aurora mengangguk, ia memakan makanan yang dibuatkan Ayahnya. Walaupun rasanya tidak karuan. Nasi goreng yang terlalu asin, dan terkadang rasanya sangat manis. Tidak tahu bagaimana cara sang Ayah membuatnya.
Sesekali Aurora meringis karena rasanya. Tapi, ia harus menghargai Ayahnya yang rela membuat sepiring nasi goreng ini sampai dapurnya menjadi berantakan.
Sudah lama sekali Aurora dan Ayahnya tidak seakrab ini, bahkan sampai rela memasak untuk Aurora. Aurora terharu.
"KENAPA KAMU MAKAN INI AURORA." Ayahnya yang sedang berdiri di depan wastafel memekik, lelaki paruh baya itu baru saja memakan sisa nasi goreng di wajan.
Aurora terkejut, untung tidak sampai tersedak.
Saat Ayahnya ingin mengambil piring Aurora, nasi goreng dipiringnya sudah habis, bahkan tanpa sisa.
"Kenapa dimakan? Ini bahkan ngga layak disebut makanan." Ayahnya mengusap wajah frustasi.
"Ini ... enak kok."
"Harusnya Ayah minta bibi buat masakin."
"Nggak mau! Aku seneng kok makan masakan Ayah. Udah lama ya ..."
"Maaf Tuan, ada tamu." Asisten rumah tangga itu memberi tahu.
"Siapa?"
"Temannya Non Aurora."
Aurora mengangkat kedua alisnya. Siapa yang datang malam-malam begini? Tidak terlalu malam sih. Sepertinya Angkasa? Tapi, kenapa wajah asisten rumah tangganya sedikit ~ terkejut dan khawatir.
Aurora buru-buru keluar.
"Kak Seno ngapain disini?"
Aurora terkejut. Bukan karena Seno yang datang. Tapi, karena wajah Seno yang babak belur, pakaiannya lusuh. Seno tersenyum.
"Maaf nyusahin. Tolongin gue."
Ayahnya Aurora mengobati luka-luka diwajah Seno, bukan hanya diwajah ada di tangan, dan kaki juga. Entah apa yang terjadi pada Kakak Kelasnya itu. Aurora hanya menonton.
"Kok bisa kesini Kak?"
"Karena rumah lo yang paling dekat, rumah teman-teman gue yang lain kejauhan. Motor gue dicuri, gue dipukulin, mau ke rumah sakit, gue nggak bawa uang."
Kasihan Seno.
"Kok tahu rumah gue?"
"Gue pernah ngikutin lo sih beberapa kali."
"Lo penguntit!?"
"Disuruh Angkasa, buat jagain lo!"
Ah ~ Angkasa ya?
"Kamu nggak mau ke Rumah Sakit aja?" Tawar Ayah Aurora.
Walaupun Ayahnya pengusaha, tapi siapa sangka dia lulusan kedokteran?
"Nggak usah Om, makasih ya Om. Maaf udah ngerepotin."
"Nggak pa-pa, kamu datang ke tempat yang tepat."
🍂🍂🍂🍂🍂
"Maaf. Maafin gue Ra." Retta menangis seperti bocah sejak Aurora datang ke Sekolah dengan wajah yang dihiasi luka disebelah bibirnya.
"Duh! Udah deh! Ngapain minta maaf! Bukan salah lo!" Aurora berdecak.
Retta memeluknya, hingga Aurora sesak.
"Udah Retta, gue nggak mati."
"Ha-harusnya gue nggak bilang sama lo kalau Kak Angkasa mau tawuran."
Retta merasa bersalah. Gara-gara ia memberitahu Aurora, gadis itu jadi nekat datang kesana hingga mendapat hiasan luka diwajahnya.
Berita Aurora dipukuli oleh siswa Sekolah lain juga warga Sekolah sudah mendengarnya. Secepat itu berita menyebar. Mungkin karena Aurora itu perempuan.
"Semalam Kak Seno datang ke rumah. Mukanya lebih parah dari gue. Katanya dia dibegal."
"Hm."
"Lo sama Kak Seno udah nggak kayak dulu?"
"Kayaknya gue kena karma Ra."
Aurora mengambil tisu ditasnya, mengusapkannya pada wajah Retta.
"Hah?"
"Nggak."
Aurora menatap Retta. Kenapa? Maksudnya, kenapa Retta sedang merasakan sebuah rasa penyesalan?
🍂🍂🍂🍂🍂
Bersambung ...
🍂🍂🍂🍂🍂
KAMU SEDANG MEMBACA
Angkasa ✔ (Completed)
Teen FictionCover by @naaverse Idea by @naaverse And Quotes by @naaverse ⚠️⚠️⚠️⚠️⚠️ Keana Aurora Adalah dedara Masa depan membuatnya membara Ia ingin naik sampai puncak menara Banyak sengsara Sedikit gembira Ingin selalu menjadi juara Tapi selalu merasakan lara...