🌜59.🌛

2.5K 133 7
                                    

🍒🍒🍒🍒🍒

Setelah semua penantian panjang, akhirnya kita bisa sama-sama jadi jalan pulang.

🍒🍒🍒🍒🍒

Hening.

Padahal ini adalah hari pertama mereka berangkat bersama dengan status yang berbeda. Kenapa harus secanggung ini?

Aurora sebenarnya ingin tertawa, dari belakang Angkasa terlihat sangat berdebar. Angkasa juga ingin tertawa melihat Aurora dari spion, Aurora terus tersenyum.

Jadi seperti ini ya rasanya berangkat bersama pacar? Dulu saat Angkasa membonceng Venus tidak seperti ini rasanya, maafkan Angkasa tapi memang begitu nyatanya yang Angkasa rasakan.

Pagi ini rasanya seperti mimpi bagi keduanya. Tapi disisi lain keduanya juga sedang takut, bagaimana jika ... kebersamaan ini tak berlangsung lama? Cukup. Buang pikiran buruk. Mereka baru saja memulai dengan kata memulai yang sebenarnya.

"Ra."

"Ya?"

"Jangan naik motor sama laki-laki lain. Jangan pergi sama laki-laki lain. Jangan berduaan sama laki-laki lain." Oh, Angkasa mulai posesif.

"Sama Ayah aku juga nggak boleh ya?"

Keduanya sama-sama terkekeh. "Ya pengecualian Ayah kamu."

"Sama Kak Elang juga nggak boleh?"

Angkasa yang sedang tersenyum langsung mengubah raut wajahnya menjadi masam. Nama Elangit sangat sensitif bagi Angkasa.

Angkasa menggeleng. "Jangan, dia mau rebut kamu dari aku."

"Tapi kan ... kalau Kak El mau rebut aku dari Kak Angkasa, aku nggak bakal mau, aku maunya cuma sama Kak Angkasa. Cukup Kak Angkasa. Cuma Kak Angkasa. Angkasa Brathama Samudra." Suara Aurora bahkan sekarang terdengar merdu ditelinga Angkasa.

Angkasa mengerjap. Ya Tuhan ... ia takut tidak fokus menyetir, lalu tiba-tiba menabrak sesuatu.

"Kak Angkasa kok diem aja!? Kak Angkasa dengar aku kan?" Aurora merasa dikacangi.

"Iya dengar."

"Kenapa diem aja?! Kak Angkasa nggak percaya sama aku?"

Astaga Aurora. Ini baru hari kedua. Jangan bertengkar dulu ...

"Aku ... baper." Daripada Aurora salah paham dengan dirinya, lebih baik Angkasa jujurkan? Walau sejujurnya Angkasa sangat malu saat ini.

🍒🍒🍒🍒🍒

"Halo ... halo ... halo ... halo Retta !!!" Seno menghampiri Retta dan Aurora. Mereka sedang duduk dipinggir lapangan.

Retta berdecak. "Apaan sih?"

"Retta doang nih Kak yang disapa?" Aurora tersenyum, senyum meledek.

Seno melambaikan tangannya sambil tersenyum. "Oiya, hai Rora."

"Udah yuk Ra, jangan ngobrol lama-lama nanti ketularan nggak jelas." Retta berdiri, menarik tangan Aurora.

"Eh bentar dulu, sombong amat si kan jadi sayang."

Retta melotot. "Apaan sih! Jangan keras-keras nanti ada yang denger, bahaya."

"Lah bagus dong, kan nanti jadi pada tahu."

"Bagus dari Hongkong!"

"Oh iya, Rett pulang bareng gue yuk."

"Iya kak, Retta bisa kok, lagian tadi katanya Retta nggak ada yang jemput." Bukan retta yang menjawab melainkan Aurora. Tapi Aurora tidak berbohong, beberapa menit yang lalu Retta mengeluh karena bingung pulang bagaimana.

Dan sekarang, tolong ingatkan Retta supaya tidak menjitak kepala sahabatnya itu. Retta benar-benar ingin mencubit keras pipi Aurora yang sedang menahan tawa.

"Apaan sih Ra! Udahlah ayo pergi." Retta menarik Aurora lagi, tapi Aurora menahan dirinya. Retta hanya memutar bola matanya lalu menuju kelas, meninggalkan Aurora dengan tega.

"Pulang nanti gue tunggu depan kelas ya Retta !!!" Seno sedikit berteriak, setelahnya ia tertawa puas lupa bahwa Aurora masih dihadapannya.

"Heh Kak? Kok lo sama Retta udah baikan aja? Udah ngga perang dingin? Kok bisa? Kenapa nggak cerita sih?" Aurora menyerang Seno dengan pertanyaan. Pasalnya Retta dan Seno sedang perang dingin kan?

"Lo sama Angkasa juga udah jadian ngga bilang-bilang, takut dimintain pajak jadian ya?"

Aurora melebarkan matanya, ia menendang tulang kering Seno, Seno meringis.

"Kenapa sih?!"

"Malu!"

"Lo malu pacaran sama Angkasa?" Ah ~ Seno pura-pura tidak mengerti.

"Bukan malu itu!"

"Kasihan Retta, dia belum tahu ya lo jadian sama Angkasa? Lo tuh sahabat macam apa? Ada apa-apa nggak cerita ke sahabatnya."

Aurora memutar bola matanya. "Nanti juga dia tahu sendiri. Lo bakal ngasih tahu dia kan?!"

Seno terkekeh. "Kok lo bisa baca pikiran gue? Jangan-jangan ..."

"Ah ngalihin pembicaraan! Lo bucin sama Retta lagi?"

"Kapan-kapan gue cerita, pawang lo noh disana panas ngeliat kita berdua." Seno mengedipkan satu matanya, lalu melirik ke arah kanan.

Aurora mengalihkan pandangan pada lirikan Seno, ia sedikit terkejut. Angkasa dengan wajah posesifnya berdiri disana, matanya menatap Aurora datar.

Aurora mengangkat tangan kanannya. "Hai ... pacar." Walaupun Angkasa tidak bisa mendengar Aurora karena jarak mereka jauh, tapi Aurora yakin Angkasa mengerti apa yang Aurora bicarakan melalui gerakan bibir Aurora.

Setelah itu, Aurora berbalik, ia meremas seragamnya. Malu sekali! Aurora berlari menuju kelasnya.

Angkasa menggeleng-gelengkan kepalanya, ia tersenyum. Auroranya ... menggemaskan sekali.

🍒🍒🍒🍒🍒

Bersambung ...

🍒🍒🍒🍒🍒

Angkasa ✔ (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang