Deru suara motor Naufal terhenti begitu sampai di depan rumah Syifa. Ia segera turun dari motor Naufal dan merapikan rambutnya. Matanya fokus menatap Syifa. Kini tangannya bergerak menyentuh bekas luka memar yang ada di telapak tangan Syifa.
"Masih sakit?" tanyanya tiba-tiba setelah melihat memar di telapak tangan Syifa.
"Ngga lagi kok."
"Oh," ia mengangguk dan segera menghidupkan mesin motornya."Gue pulang."
"Oh iya, hati-hati."
Ia hanya menjawab dengan anggukan kepala.
"Udah banyak perubahan tuh es salju, baguslah. Udah sedikit mau ngomong udah ga bisu lagi," gumam Syifa yang sedang berjalan masuk ke rumahnya.
"Non Syifa kok ngga nelpon bapak?" ucap pak Budi menutup pagar besi yang besar dan tinggi.
"Handphone Syifa tadi lowbat pak."
"Lah? Jadi tadi siapa yang anter?" tanya pak Budi.
"Itu, Naufal pak."
"Oalah, den Naufal toh," ucap pak Budi mengangguk.
***
Beberapa siswa-siswi berlalu lalang di koridor sekolah. Beberapa dari mereka melihat ke arah Syifa. Ia hanya berjalan tergesa-gesa ke arah lapangan basket. Sudah terlihat beberapa murid tengah berbaris rapi di lapangan. Pak Bambang pun sudah siap dengan peluitnya.
"Cepat, cepat baris yang rapi! Lakukan pemanasan!"
Pak Bambang yang sedari tadi duduk kini berdiri memerintahkan kepada seluruh murid kelas X IPA 2 untuk pemanasan. Syifa yang baru saja berbaris terlihat begitu kelelahan, nafasnya tidak teratur dan ngos-ngosan.
"Syifa, lo istirahat dulu aja," ucap Adit yang berdiri di samping Syifa.
"Ngga, ngga usah, gue masih kuat kok," jawab Syifa dengan posisi memegang kedua lututnya.
"Hmm, ya udah," jawab Adit mengangguk.
"Eh Adit lo minggir dong," suara itu milik Azka.
Adit hanya mengernyitkan keningnya menatap Azka yang menyuruh ia pergi dari tempatnya, "Ngga!"
"Yaelah, gue mau baris di belakang. Tukeran napa?"
"Tukeran aja tuh sama si Udin," ia menunjuk bola matanya ke arah Udin yang tengah berbaris di belakangnya.
Azka hanya memutarkan bola matanya mendengar respon dari temannya itu dan ia segera berjalan ke belakang.
"Ayo mulai! Satu, dua, tiga, empat...."
Dito selaku ketua kelas segera memberi aba-aba memulai pemanasan. Mata Azka melirik ke arah sampingnya, terlihat Shireen melakukan pemanasan dengan sangat malas. Ia sesekali meringis menahan panas yang lumayan menyengat siang ini.
"Lo kenapa" ucap Azka yang masih fokus melakukan pemanasan dengan mengangkat satu kakinya.
Shireen langsung menatap Azka, "Ngomong sama gue?"
"Siapa lagi kalo bukan lo."
"Ya.. gue kira lo ngomong sama Adit, noleh ke gue aja ngga," jawab Shireen mengangkat kedua bahunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
NAUSY
Fiksi RemajaSungguh cinta bertepuk sebelah tangan itu sangat menyakitkan. Kau seperti tidak pernah memperdulikan kehadiranku. Aku terus berjuang untuk mendapatkan cintamu, mungkin aku masih bisa menunggu kehadiran cintamu. Tapi jika aku telah lelah, mungkin itu...