forty two

626 34 8
                                    

Naufal keluar dari kamarnya, membawa secangkir kopi menuju balkon kamarnya. Ia tersenyum melihat matahari yang perlahan mulai terbenam. Ini sekarang adalah kebiasaannya setiap hari menikmati sunset di sore hari.

Saat itu ia menikmati senja bersama seorang gadis yang berhasil merebut hatinya. Bahkan ia masih ingat dengan ucapan Syifa waktu itu.

Flashback on

"Lo tau? Gue sangat menyukai senja. Karena...senja itu sama seperti lo. Meski sebentar datang, namun hangatnya mampu memeluk hingga ke tulang"

Flashback off

Ia tersenyum mengingat itu, tetapi ia juga sedih saat ingat jawabannya. Ia sangat paham apa yang dirasakan Syifa dan bagaimana perasaan gadis itu yang terus memperjuangkan dirinya sudah hampir 3 tahun.

Ia mengotak-atik ponselnya, mencari semua sosial media Syifa. Ia masih terlihat pasrah karena sosial medianya dengan Syifa masih terlihat diblock semua. Rasanya sangat sakit, namun ia pantas menerimanya. Enam tahun tanpa Syifa akan terasa sangat berat baginya, satu hari saja tanpa gadis itu hidupnya terasa sangat hampa.

***

Pagi ini sangat cerah, Syifa mulai membuka matanya. Ia bersemangat untuk pergi kuliah hari ini. Ia menuruni anak tangga dengan senyum yang terpancar di wajah seperti biasanya, walaupun raut wajahnya berhasil menyembunyikan semua rahasia yang ia miliki. Ia mulai mengolesi roti dengan selai coklat di atasnya.

"Ma Syifa pergi dulu ya" Ucap Syifa setelah selesai memakan roti. Ia mengambil tas di balik pintu kamarnya lalu menjenguk ibunya di dapur dan mengecup singkat punggung tangan ibunya.

"Hati-hati sayang"

"Iya ma.."

Syifa berjalan menuju ke kampusnya. Ini adalah rutinitasnya setiap hari, ia tidak perlu naik taxi atau pun bus menuju ke kampusnya karena jarak rumah dan kampusnya tidak terlalu jauh. Ia tersenyum ramah saat sampai dan berkumpul dengan teman-temannya.

***

Di kampus Naufal tidak hanya populer karena kepintarannya namun ia juga populer karena ketampanannya. Gadis mana yang tidak terpanah dengan sosok Naufal. Ia berjalan menelusuri koridor kampus menuju surga baginya yaitu menuju ke perpustakaan.

Naufal berjalan di antara rak-rak besar dengan buku-buku yang tersusun rapi. Setelah mendapatkan buku yang ia cari, Naufal mulai mencari tempat duduk yang sepi dan tidak menganggu konsentrasinya. Baru saja ia duduk, satu persatu mahasiswi duduk mendekatinya. Mungkin inilah resiko memiliki wajah 'tampan'.

Naufal membuang nafasnya panjang, ia hanya fokus membaca buku tebal di hadapannya dan mengerjakan soal-soal yang tertera di buku itu.

"Fal boleh tanya?" Tanya salah satu mahasiswi yang berdiri di sampingnya.

Naufal mengernyitkan keningnya "Apa?" Tanyanya datar.

"Ajarin gue ini dong, gue kurang paham"

Naufal meraih buku yang dipegang gadis di sampingnya. Ia mulai menjelaskan satu persatu soal kepada gadis itu. Bukannya memperhatikan penjelasan Naufal, ia malah memperhatikan wajah Naufal seolah terpanah dengan ketampanannya.

Naufal beranjak dari tempat duduknya membuat gadis itu tersadar dari lamunannya.

"Eh itu ada apa di wajah kamu" Ucap gadis itu yang perlahan mengulurkan tangannya mendekati wajah Naufal. Tanpa berpikir panjang, Naufal langsung berjalan meninggalkannya pergi.

NAUSYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang