Chapter 7

1.9K 247 38
                                    

Sora seperti orang kebingungan, tak lama ia meninggalkan Nayeon untuk menunggunya sebentar, saat ia akan memesan minuman dan makanan kesukaan Nayeon.

Setelah acara yang jumpa pers yang berakhir dengan sangat buruk ini, Sora membawa Nayeon pergi ke kafe langganan mereka, sebelumnya Nayeon sudah mengganti pakaiannya yang berbau telur dengan pakaian yang di beli Sora di toko terdekat. Kafe yang mereka kunjungi ini bukan kafe yang terkenal seperti kafe lainnya, tak banyak yang datang kesini, mungkin karena posisinya yang sedikit tersembunyi dari keramaian dan kebetulan pemiliknya adalah kerabatnya Sora. Awalnya Baekhyun bersama mereka, namun karena ada sesuatu yang mendesak, Baekhyun dengan berat hati harus pergi dan ia juga berpesan agar Sora menjaga Nayeon dengan baik.

"Kemana anak itu? sudah tahu kondisi di luar masih belum aman," ujar Sora berkacak pinggang melihat kursi yang tadi di duduki Nayeon kini telah kosong.

Apa yang akan ia katakan nanti jika Siwan bertanya tentang anak itu, di tambah Nayeon tidak membawa ponselnya lantaran beberapa hari yang lalu saat videonya baru tersebar,   ponsel Nayeon tertinggal di apartemennya dan sampai hari ini ia belum sekalipun kembali ke sana.

Lalu kemana Nayeon pergi?

Tentu saja ke tempat biasa yang membuatnya nyaman, sebuah tempat tersembunyi di sebuah taman. Ia duduk merenung di sana, matanya tertuju pada teratai.

"Aku tidak tahu, bagaimana caramu hidup di lingkungan kumuh seperti itu, bahkan kau tumbuh dan hidup begitu baik dari pada aku," ucap Nayeon sendu.

"Hidupmu hanya untuk di pandang orang, kagum dengan bentuk dan keindahan mu, setelah kau tiada kau tak lebih hanya seonggok sampah di lumpur. Apakah aku juga seperti itu?" lirihnya semakin sendu menatap teratai ungu yang begitu mekar.

"Kadang kala aku ingin seperti dirimu, namun kadang kala aku ingin seperti mawar. Kenapa? Karena duriku sebenarnya bukan untuk melukai namun untuk melindungi diriku sendiri, tapi tak banyak orang yang tahu ini, yang mereka tahu aku adalah bunga yang penuh duri dan harus dihindari" tutur Nayeon sekali lagi.

Tanpa terasa bulir bening itu jatuh juga mengingat bagaimana perlakuan orang-orang itu padanya. Sakit, perih baru kali ini ia diperlakukan begitu sangat buruk bahkan sampai dilempari telur.

Nayeon menatap ke langit, seolah mengatakan pada sang pemilik bagaimana rasa perasaannya saat ini, namun langit ternyata juga ikut bersedih melihat gadis itu.

Langit yang tadinya cerah kini sudah mendung, dan tetesan hujan yang turun kini sudah menyapa tanah, gadis itu masih bertahan di tempatnya dengan wajah yang menegadah ke atas, membiarkan hujan menyatu dengan air matanya.

Mata Nayeon masih menutup, namun ia merasa ada yang aneh, kenapa wajahnya tak di sentuh air hujan lagi, bahkan ia masih mendengar tarian air yang jatuh ketanah membentuk sebuah bunyi khas. Spontan ia membuka mata ada sebuah payung rupanya yang melindunginya dari air hujan dan rasa penasarannya diiringi oleh sebuah suara.

"Sampai langit menurunkan hujan air mata pun, semuanya tidak akan  ada yang  berubah, mati pun kau hari ini, di bawah guyuran hujan ini, semuanya tetap sama, tak ada yang berduka untukmu." Sebuah suara laki-laki tua yang penuh sindiran itu membuat Nayeon menoleh pada orang yang memegangi payung itu.

Ia terdiam, dari mana datangnya pria tua ini secara tiba-tiba, bahkan ia juga bisa menangkap apa yang ada di pikirannya saat ini.

"Maaf. Tapi paman siapa?" tanya Nayeon sedikit ragu-ragu dengan pria yang memakai balutan syal rajut berwarna merah itu, ia juga berpikiran bisa saja orang ini adalah salah satu reporter senior yang menyamar dan mengintainya seperti seorang penguntit.

"Aku hanyalah pria tua yang mencari kedamaian di tempat ini, hari juga hampir gelap tak baik jika seorang wanita cantik sepertimu masih berada di tempat ini, " saran laki-laki tua ini.

CROWN (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang