Chapter 32

1.5K 242 29
                                    

Nayeon menjadi sedikit canggung sekarang, walaupun kakaknya bersikap biasa saja, tapi ia yakin pangeran Jun yi pasti kecewa dengan penolakannya untuk ikut ke Gingju.

Penolakan itu bukan karena alasan, Gingju adalah tempat asing, ia tak tahu tempat itu seperti apa, walaupun sebentar lagi kakaknya itu akan menjabat sebagai putra mahkota. Walaupun ia tau jika Siam juga bukan termasuk tempat yang aman setidaknya ia sedikit kenal dengan orang-orang di sini, meski ada yang membencinya tapi ada juga yang menyayanginya apalagi dengan adanya seseorang yang selalu melindunginya saat ia dalam kondisi tak aman.

"Apa kakak kecewa dengan keputusanku?" tanya Nayeon hati-hati. Laki-laki itu tersenyum dan menggeleng seraya menyentuh kepala adiknya dan mengusap rambut Nayeon dengan hati-hati.

" Bertemu denganmu saja aku sudah senang, tapi aku benar-benar khawatir jika harus meninggalkanmu di sini, kau keluargaku satu-satunya yang tersisa, aku tak ingin hal buruk terjadi padamu," ungkap pangeran Jun yi kembali mengingat pembicaraannya dengan raja beserta putra mahkota perihal adiknya yang memiliki kristal hijau dalam darahnya.

"Aku akan baik-baik saja di sini, aku bisa, kalau ada yang menindas adikmu ini aku akan menindasnya kembali," kata Nayeon menggebu yang mengundang tawa Siwan.

"Apa kau berani?" Goda kakaknya.

"Tentu saja aku berani, apalagi dengan statusku saat ini, terutama gadis yang bernama Yun hee," kata Nayeon.

"Yun hee?"

"Dia putrinya perdana menteri Jung," jawab Nayeon cepat.

Pangeran Jun yi sedikit mengerinyit mendengar nama itu.

"Jangan terlalu berurusan dengan orang itu," kata kakaknya memperingatkan.

"Tapi mereka yang selalu mencari urusan denganku," rungut Nayeon kesal.

Jun yi akan mengatakan sesuatu lagi namun kehadiran seseorang yang tiba-tiba membuat dia tak membuka mulut lagi.

"Putra mahkota," kata Nayeon berdiri dari duduknya, beda dengan Jun yi yang masih setia di tempat duduknya.

"Ini sudah malam, apa putri mahkota tidak istirahat? Kakimu masih sakit kan?" Ujar putra mahkota dengan makdsud menyindir pangeran Jun yi yang belum pergi dari istana selatan.

"Apalagi waktu berkunjung pangeran Jun yi mungkin sudah kelewat batas," tambah putra mahkota tapi tetap saja pangeran Jun yi terlihat biasa saja.

"Aku dan adikku sudah lama tak melepas rindu. Jadi, aku rasa semalaman  pun aku berbicara dengannya selama ia tak keberatan tak kan ada masalah," jawab pangeran Jun yi.

Sedangkan gadis itu tak mau ikut campur kedua pria ini, walaupun yang menjadi biang masalah adalah dirinya, tapi memang ini sudah lewat tengah malam.

"Hoaaaam."

Putra mahkota dan pangeran Jun yi langsung melirik nayeon yang sedang menutup mulutnya dengan tangan, pertanda ia sudah ingin tidur.

"Jika putra mahkota dan kakak masih ada urusan silakan lanjutkan," ucapnya langsung pergi begitu saja.

Putra mahkota langsung duduk, mungkin berbincang sedikit dengan pangeran Jun yi tak ada salahnya.

"Kau benar-benar menyukainya?" Tiba-tiba pangeran Jun yi bertanya.

"Orang bodoh juga tahu kalau aku menyukainya. Sangat-sangat menyukainya," kata putra mahkota.

"Jujur aku sedikit tenang jika dia bersamamu, aku yakin dia akan aman. Meskipun aku tak bersamanya."

"Tanpa kau katakan pun aku akan menjaganya bahkan nyawaku pun bisa jadi jaminan," kata putra mahkota.

"Aku tak akan memaksanya untuk ikut denganku ke Gingju. Tapi dengan satu hal jika kau berani menyakitinya aku tak segan-segan membawanya pergi denganku," kata pangeran Jun yi.

CROWN (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang