CHAPTER 16

1.7K 241 13
                                    

"ampuni aku yang mulia pangeran," ujar seorang pria tengah bersujud ke kaki pangeran Jong in, namun pangeran Jong in malah menendang perutnya hingga laki-laki itu tersungkur ke belakang.

"Katakan, siapa yang menyuruhmu untuk membunuhnya?"

Laki-laki terlihat ketakutan, wajahnya berubah kaku, apalagi melihat sorot mata pangeran Jong in yang menajam ke arahnya.

"A a ku disuruh o oleh yang mulia selir agung Choi pangeran," jawabnya terbata-bata karena sakit yang ia rasakan di perutnya.

Mendengar pengakuan laki-laki yang merupakan salah seorang yang ingin membunuh Nayeon saat itu, dengan mengatakan ibunya yang menjadi dalang dari itu semua, pangeran Jong in hanya tersenyum.

"Kau pikir aku percaya?" Tanya pangeran Jong in sambil mencabut pedang dari sarungnya yang berada ditangan bawahannya dan berjalan mendekat ke arah pria yang semakin ketakutan itu.

"Aku mengatakan yang sebenarnya pangeran, jadi mohon ampuni aku," ucap pria itu.

"Kau membawa-bawa nama ibuku ke dalam kejahatan yang kau lakukan, dosamu terlalu besar untuk dibiarkan hidup!" Ucap pangeran Jong in menusukkan pedang yang ia bawa kearah perut biaya yang awalnya ingin berdiri.

"Pa pangeran kau_" ucapnya tersendak karena pangeran Jong in semakin menusuk dalam perutnya hingga tembus ke belakang, membuat laki-laki itu tersungkur kehilangan nyawa dengan mata yang terbuka.

"Bereskan semua ini!" Perintah pangeran Jong in pada bawahnya dan ia langsung meninggalkan tempat itu.

"Ibu kau_"

"Sudah bertindak terlalu jauh untuk mengurus hidupku," batin pangeran Jong in terus berjalan mengingat pengakuan laki-laki itu, ia harus membunuh laki-laki itu untuk tidak membiarkannya membocorkan masalah ini.

Pangeran Jong in ingin berkunjung untuk menemui ibunya, darahnya sudah menggebu-gebu, bukannya ia sudah menuruti keinginan ibunya untuk mengakhiri hubungannya dengan Nayeon, tapi kenapa ibunya malah menginginkan nyawa gadis itu juga, ia berjalan cepat keluar dari kediamannya untuk minta penjelasan ibunya, namun langkahnya terhenti melihat Nayeon yang mengekor dibelakang putra mahkota, mereka saling bertemu satu sama lain.

"Kenapa pangeran Jong in, terlihat buru-buru? Apa ada sesuatu yang penting?" tanya putra mahkota sekedar basa-basi melihat pelayan dan pengawal pangeran Jong in yang tertinggal jauh dibelakangnya dan memberi hormat pada putra mahkota, bukannya menjawab mata pangeran Jong in malah terarah pada Nayeon yang menatapnya datar, putra mahkota menyadari itu ia langsung menarik tangan Nayeon erat berdiri di sampingnya, yang membuat pangeran Jong in mengepal kuat tangannya.

"Tidak ada sesuatu yang penting putra mahkota, hamba hanya mendengar kalau ibuku sedang sakit,"  jawab pangeran Jong in masih belum melepaskan pandangannya kearah tangan kedua orang itu.

"Selir Choi sedang sakit? Pantas saja wajah yang mulia pangeran begitu cemas dan terlihat tidak tenang," ucap putra mahkota seolah prihatin.

Sedangkan Nayeon memilih diam mendengarkan pembicaraan kedua orang saudara berlain ibu itu, bagi gadis itu pembicaraan yang terlihat penuh prihatin itu tak lebih dari perang dingin yang sedang berlangsung, Nayeon melihat jika kedua saudara ini memiliki hubungan yang tidak bisa dikatakan baik, itu wajar saja melihat dari ibu masing-masing yang saling berlawanan.

"Aku akan mengunjungi selir Choi nanti bersama Nayeon untuk melihat keadaannya nanti," ujar putra mahkota melirik Nayeon sedangkan gadis itu hanya memutar bola matanya sambil tersenyum paksa.

"Yang mulia tak perlu merepotkan diri, ibuku hanya deman biasa, mungkin dengan sedikit minum obat dari tabib, beliau akan sembuh," jawab pangeran Jong in menolak dengan halus.

CROWN (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang