Chapter 13

1.7K 284 44
                                    

Pertunjukan kecil itu akhirnya berakhir, raja sudah meninggalkan aula bersama ratu, begitu pun Nayeon sudah mengatakan kepada ye in, kalau mereka juga harus meninggalkan tempat ini.

Nayeon bangkit dari tempat duduknya, tanpa mengucapkan sepatah kata pada putra mahkota yang nampak enggan untuk beranjak.

"Kenapa Nona im Nayeon terlihat buru-buru sekali," langkah Nayeon terhenti mendengar suara dan pertanyaan yang ditujukan oleh seseorang yang tak lain adalah selir Choi pada dirinya.

Nayeon saling melirik satu sama lain, ye in membungkuk hormat, namun Nayeon malah tak melakukan apa-apa, raut kesal dari sikap Nayeon ini membuat selir Choi yang diikuti oleh pelayannya terlihat kesal.

"Apa sakit calon putri mahkota membuat kesopanan menjadi hilang?" tanya selir Choi penuh sindiran.

"Maafkan Nonaku yang mulia, hamba mewakili Nona untuk minta maaf," ujar ye in berlutut.

"Bangun ye in!" Ujar Nayeon pelan.

Ye in masih belum bangun, membuat Nayeon geram.

"KUBILANG BANGUN YE IN! APA KAU TAK DENGAR?" kali ini suara Nayeon agak sedikit meninggi membuat ye in takut  dan langsung berdiri begitu pun dengan selir Choi yang tak menyangka jika Nayeon bisa berteriak di hadapannya.

"Mungkin lain kali yang mulia selir Choi yang harus bersikap sopan dan hormat padaku," celetuk Nayeon membuat selir Choi tersenyum sinis.

"Apa aku tak salah dengar?" Ujar selir Choi.

"Yang mulia tidak mungkin akan salah dengar jika aku akan menjadi putri mahkota, dan tak lama setelah itu aku akan menjadi wanita pertama yang memiliki kekuasaan tinggi disamping kekuasaan raja, bukankah begitu?" ujar Nayeon membuat selir Choi mengepalkan tangannya erat dibalik baju kebesaran yang ia pakai.

"Aku harap itu akan segera terjadi, jika takdir tak berkata lain, dan sebelumnya aku juga tidak merasa enak hati saat calon putri mahkota mengalami musibah, aku tidak sempat mengunjungi Nona im Nayeon ke istana selatan," ujar selir Choi.

"Selir Choi tak usah sungkan padaku, penyakitku tak terlalu parah, hanya melupakan beberapa kejadian yang tak mengenakkan mungkin, kalau tak ada yang ingin selir Choi katakan lagi,  aku akan pergi, semoga yang mulia selir Choi selalu dilimpahi kesehatan dan berumur panjang," ucap Nayeon menunduk hormat kemudian berbalik pergi diikuti oleh ye in.

"Setelah selamat dari kematian, nyalinya semakin berani saja, mimpinya terlalu besar untuk menjadi seorang permaisuri di kerajaan ini, lidahnya bahkan lebih berbahaya dari pada yang mulia ratu," ucap selir Choi melihat rombongan Im Nayeon yang masih kelihatan di matanya.

Baru akan memasuki gerbang istana selatan, seseorang sudah menunggu Nayeon.

Pangeran Jong in, langsung menghampiri mereka, seolah memberi perintah pada ye in melalui sorot matanya untuk meninggalkan mereka berdua.

Ye in pun pamit di ikuti oleh beberapa pelayan lain, kini tinggallah Nayeon dan pangeran Jong in.

"Ada keperluan apa yang mulia pangeran datang untuk menemui hamba?" tanya Nayeon seformal mungkin, bahkan wajahnya terang-terangan melihat ke arah pangeran Jong in.

"Aku hanya ingin melihat keadaanmu," jawab pangeran Jong in.

"Hamba baik-baik saja yang mulia," jawab Nayeon sekedarnya, ia bisa melihat raut kesedihan di mata dan wajah pangeran Jong in.

"Malam itu, aku minta maaf jika aku tidak mengatakannya mungkin kau tidak akan terluka seperti ini," ujar pangeran Jong in penuh penyesalan.

"Yang mulia pangeran tak usah menyalahkan diri, ini suatu anugrah hamba tidak mengingat apa yang terjadi sebelumnya dengan kita, dengan begini mungkin hubungan kita sebagai keluarga kerajaan akan berjalan seperti seharusnya," jawab Nayeon santai.

CROWN (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang