Hari-hari perkuliah berjalan lancar seperti biasanya. Jennie dan Lisa diturunkan di halte sebelum kampus, sisanya mereka jalan sendiri. Itu kemauan mereka berdua. Hanbin sungguh tidak peduli jika orang-orang tau Jennie adalah adiknya, dan Lisa tinggal di rumahnya. Gosip itu pasti hanya akan berlangsung selama beberapa hari saja.Hanbin sudah jarang merasakan sakit di kepalanya lagi. Lisa membatasi dirinya dengan Hanbin. Mereka bicara seperlunya saja.
Lagi pula rasanya percuma jika ia bertanya, semuanya tidak akan ada yang menjawabnya. Termasuk teman-teman dekatnya di SMA. Mereka tidak ada yang berani berbicara. Justru memilih untuk tidak bertemu Hanbin lagi.
Hanbin terus berusaha mengingat apa yang sudah ia lupakan, tapi ingatan justru semakin menjauh. Entah apa yang terjadi.
Hanbin melihat ke arah meja belajarnya. Terdapat gelas berisikan air dan di sampingnya terdapat pil obat pereda rasa sakit. Ia masih rutin meminum obat itu, padahal sakit kepalanya sudah tidak ia rasakan lagi.
Apa pil ini yang membuat Hanbin tidak bisa ingat lagi?
Mungkin saja. Karena sudah beberapa bulan ini ia mengkonsumsinya. Hanbin mengambil satu butir pil itu, lalu ia simpan di dalam kotak di atas meja yang berisikan pulpen dan pensilnya. Ia hanya meminum air di gelas saja.
Begitu seterusnya. Sampai kotaknya penuh akan obat-obat.
****
Hanbin sudah selesai kelas hari ini. Ia berencana untuk bertanya sesuatu dengan Lisa. Beberapa kalimat yang Lisa ucapkan dulu selalu membuatnya merasa pernah merdengar kata-kata itu. Jadi ia memilih untuk bertanya lagi dengan Lisa.
Ia turun menggunakan lift dari lantai 4 ke bawah. Ketika sudah sampai lantai dasar usai pintu lift terbuka ia melihat Lisa bersama seorang temannya sedang menunggu di depan lift. Mereka sepertinya akan naik ke atas.
Hanbin keluar dan mencegahnya. Ia berdiri di hadapan Lisa. "Gue mau ngomong."
"Gue ada latihan," kata Lisa heran. Beberapa orang melihat ke arahnya.
"Sebentar."
Teman di samping Lisa kebingungan harus menunggu atau naik lift duluan. "Gue duluan?" tanyanya.
Lisa mengangguk pada akhirnya. Ia mengikuti Hanbin. "Gak usah ditarik, gue ikutin. Malu kali."
"Lo malu? Gue ganteng."
Mendengar ucapan Hanbin membuat matanya melebar. Pede sekali pria ini. Lisa menghentakkan tangannya hingga tangan Hanbin terlepas.
"Lo mau ngomong di mana?" tanya Hanbin menengok ke belakang. Lisa berjalan di belakangnya.
"Kan lo yang mau ngomong."
"Yaudah di taman."
"EH-- Enggak!" Lisa menolak keras. Taman terlalu ramai. Mereka jalan berdua seperti ini saja sudah banyak pasang mata yang melihat penasaran ke arah mereka.
BUGH
Hanbin menghentikan langkahnya secara mendadak, membuat Lisa yang berjalan menunduk menabrak punggung pria itu.
"Ish," keluh Lisa kesal.
Hanbin terdiam. Ia melihat ke arah depannya, bayangan kampusnya berubah jadi sekolah SMA-nya. Murid-murid dengan seragam putih abu-abu berlalu lalang di koridor yang sangat ia kenal.
Lalu terdengar suara sinis. "Lo bisa jalan yang bener gak sih?" Itu suaranya. Ia pernah mengatakan hal itu. Lalu ia menengok ke arah belakang melihat orang yang menabraknya, Lisa. Gadis berseragam putih abu-abu itu menunduk.

KAMU SEDANG MEMBACA
Hanlice - Memory
Fiksi PenggemarMemory itu terus kembali. Memory yang sangat ingin ia hilangkan dari kepalanya. Ingin menjauh ia justru terus berdekatan dengan Hanbin yang terus menatapnya tak acuh. Ia seharusnya membenci pria itu. Tapi otak dan hatinya tidak bisa bekerja sama. Li...