Pada akhirnya tidak ada yang menemui Bintang sampai anak itu berusia 12 tahun.5 tahun kemudian.
Bintang tumbuh menjadi anak yang rajin dan patuh kepada kakek neneknya. Sedari kecil kehidupannya bisa terbilang sangat tercukupi karena ia punya kedua orang tua yang memenuhi kehidupannya tapi tidak dengan kasih sayang mereka melainkan dengan uang.
Bintang sekarang sudah tidak peduli dengan siapa orang tuanya, ia tidak pernah mempertanyakan lagi. Bintang juga tidak peduli lagi dengan acara ulang tahun, ia meminta kepada keluarganya agar tidak mengadakan acara itu lagi.
Pintu rumahnya diketuk. Bintang yang sedang asik bermain psp di ruang keluarga itu memanggil neneknya. "Nek! Ada orang." Neneknya tidak menyahut.
Karena bunyi ketukan pintu terdengar lagi akhirnya dengan langkah gontai Bintang menuju pintu utama rumahnya. Ia membuka pintu dan mendapati sosok wanita yang tidak dikenalnya, tapi Bintang merasa pernah melihatnya. Matanya menelisik dari atas sampai bawah memperhatikan wanita itu yang ekspresi sedikit terkejut ketika melihat Bintang, dengan sebuah koper besar di sebelahnya. Alis Bintang terangkat heran, dalam hitungan detik ia menelan air liurnya dengan susah payah.
Seorang wanita dengan sebuah koper besar.
"Nenek! Ada yang cari." Bintang melangkah masuk kembali memanggil neneknya.
Membiarkan Lisa berdiri di ambang pintu sendiri.
Usai memanggil neneknya yang ternyata sedang berada di toilet Bintang langsung masuk ke kamarnya sendiri. Ia tahu siapa wanita itu walau hanya menebaknya.
Lisa akhirnya melangkah masuk ke rumahnya setelah 10 tahun lamanya ia pergi. Ingatan terburuk menghadapi kehamilannya di rumah ini kembali masuk di kepalanya, tanpa sadar ia meneteskan air mata.
Ayahnya yang sudah tampak menua karena garis kerutan diwajah terkejut melihat kedatangannya yang tidak ada pembicaraan apa-apa, ayahnya menghampiri lalu memeluknya dengan terharu.
Lisa menangis dalam diam di pelukan, ayahnya mengusap bahunya untuk menenangkan. Perasaan yang sangat hangat yang sudah sangat lama tidak ia rasakan.
"Lisa...." Mendengar panggilan itu Lisa melepaskan diri dari ayahnya. Ia menghampiri ibunya yang sudah mengeluarkan air mata.
Melihat hal itu membuat tangisan Lisa semakin sulit untuk ditahan. Lisa kini memeluk ibunya kuat-kuat, menyalurkan kerinduan dan rasa bersalah yang menumpuk.
Di lain posisi Bintang mengetahui siapa yang datang ia berdiam diri di dalam kamar. Jantungnya berdebar tidak karuan, tapi di sisi lain ada kemarahan yang sangat ingin ia keluarkan.
****
"Gak mau!" Bintang menajamkan matanya marah. Ia menggeleng tidak terima.
Neneknya mencoba berbicara baik-baik agar cucunya itu mengerti.
"Bintang gak mau!" bantahnya dengan tegas.
Mereka berempat sedang berkumpul di ruang makan. Kedatangan Lisa yang sudah hampir sebulan belum juga diterima oleh Bintang. Anak itu tidak bisa menerima seseorang yang tiba-tiba datang dan menjadi ibunya dengan cepat.
Lisa juga tidak memaksa, tapi ia akan menuruti perintah ayah dan ibunya yang memberi saran agar ia tinggal berdua bersama Bintang.
Bintang jelas menolak keras. Ia selama ini memang menginginkan hal itu, tapi kini tidak lagi. Kini di kepalanya justru ia sering bertanya-tanya kenapa wanita di depannya baru sekarang menemuinya? Ke mana saja selama ini? Kenapa sesulit itu untuk kembali? Tanpa sadar tangannya di bawah meja mengepal. Ia menatap wajah wanita itu dengan tajam tanpa sadar. "Bintang gak butuh seorang Ibu!"

KAMU SEDANG MEMBACA
Hanlice - Memory
Fiksi PenggemarMemory itu terus kembali. Memory yang sangat ingin ia hilangkan dari kepalanya. Ingin menjauh ia justru terus berdekatan dengan Hanbin yang terus menatapnya tak acuh. Ia seharusnya membenci pria itu. Tapi otak dan hatinya tidak bisa bekerja sama. Li...