Mereka membicarakan banyak hal dengan orang tua Hanbin di rumah itu. Orang tua Hanbin seakan tidak sabar menanti mereka tinggal satu rumah, bukan hanya orang tua Hanbin, orang tuanya yang tadi di telepon pun juga sama. Mereka akan datang ketika Lisa pindah nanti.
Lisa sedikit gelisah dan jantungnya jadi berdetak tidak karuan jika mengingat, bahwa dua minggu lagi mereka harus pindah. Lisa akan serumah dengan Hanbin. Gila. Perasaannya jelas sangat campur aduk. Lisa membuang napas beratnya untuk menormalkan detak jantungnya yang tidak karuan.
Orang tua Hanbin sudah pamit pulang terlebih dahulu, menyisakan dirinya dan Hanbin di rumah ini. Tadi Lisa sudah melihat-lihat isi di dalamnya, terdapat empat kamar tidur--dua di lantai atas, dan dua di lantai bawah--. Rumah ini terdapat taman di area belakang, serta kolam renang yang mengahadap ruang makan. Dari ruang makan dapat melihat langsung pemandangan luar melalui jendela kaca besar.
Menurut Lisa rumah ini terlalu besar jika hanya untuk ditinggali 3 orang. Tetapi Lisa juga tidak bisa menolak orang tua Hanbin untuk tidak tinggal di sini. Lagi pula itu juga akan membuat dirinya hemat.
Lisa sekarang akan pulang. Ia berjalan keluar rumah, dengan Hanbin berjalan di depannya. Ia melihat punggung Hanbin di depannya, lalu ia berdoa dengan menutup mata sebentar. Semoga kali ini akan baik-baik saja.
BUG
Lisa membuka matanya, ia menabrak dada Hanbin. Dada Hanbin???
Lisa melihat ke arah pria yang kini menghadap ke arahnya. "Sorry," kata Lisa.Mereka berdua seakan dejavu, membuat keduanya kembali mengingat kejadian di kampus, dan sekolah dengan adegan yang hampir sama. Bedanya sekarang Lisa menabrak dada bidang Hanbin, bukan punggung pria itu.
Lisa menelan ludahnya, melihat Hanbin menatap ke arahnya. "Handphone lo bunyi," kata Hanbin menyadarkan Lisa.
Lisa langsung mencari di mana ponselnya yang sedang berdering itu berada. Karena suaranya terdengar lumayan jauh, itu artinya tidak berada di tas yang Lisa bawa.
Lisa kembali berjalan ke arah ruang makan, benar saja ponselnya ada di atas meja. Ketika sampai Lisa langsung mengangkatnya setelah melihat nama Bintang tertera di layar.
"Hallo iya?" tanya Lisa khawatir. Bintang tidak pernah meneleponnya duluan biasanya.
"Maaf, dengan orang tua Bintang?"
DEG. Mendengar itu Lisa semakin panik. Kenapa bukan suara Bintang. "Iya saya Ibunya, ini siapa ya? Di mana Bintang?" tanya Lisa.
Pertanyaan Lisa, membuat Hanbin mengerutkan dahinya heran.
"Maaf, saya perawat klinik Akasia. Bintang datang ke Klinik sendiri karena sakit perut. Kondisi tubuhnya sangat lemas sekarang, bisa tolong ke sini sekarang untuk mendengar penjelasan lebih jelas?"
Mendengar penjelasan itu membuat Lisa langsung berjalan dengan sedikit berlari keluar rumah. Klinik Akasia, itu berarti di apartmentnya. Bintang sakit dna ke klinik sendiri?
Aihhh bodoh. Lisa memaki dirinya sendiri sekarang.
"Ada apa?" tanya Hanbin berjalan mengikuti Lisa.
"Bintang sakit."
"Sakit apa?"
"Gatau," kata Lisa sedikit kesal. Ia panik sekarang.
Lisa berlari ke arah mobilnya dan ia terkejut melihat bannya yang bocor. Padahal tadi baik-baik saja. Lisa semakin panik sekarang, Lisa berjongkok di depan ban mobilnya untuk memastikan dengan baik.
Sial. Ia harus buru-buru, dan kenapa ban mobilnya malah bocor.
Lisa bangun dengan kesal. Ia membuka ponselnya untuk memesan taxi online, tapi Hanbin menahan tangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hanlice - Memory
FanfictionMemory itu terus kembali. Memory yang sangat ingin ia hilangkan dari kepalanya. Ingin menjauh ia justru terus berdekatan dengan Hanbin yang terus menatapnya tak acuh. Ia seharusnya membenci pria itu. Tapi otak dan hatinya tidak bisa bekerja sama. Li...