Lisa berdiri dengan gelisah di dalam kamarnya. Ia sudah melangkah bolak-balik tidak jelas sedari tadi di kamarnya sendiri. Ia menutup wajahnya.
Jika seperti ini semuanya tidak akan baik-baik saja. Ia berharap Hanbin tidak mengingatnya dengan cepat. Ia tidak siap dengan apa yang akan terjadi nanti.
Lisa mengingat hari-hari buruknya ketika di sekolah dulu.
"Demi kesepakatan dan kebaikan kamu juga Hanbin, kamu tidak dikeluarkan, tapi kamu harus segera mencari sekolah baru."
Tidak ada pilihan lagi saat itu. Lisa memang tidak dikeluarkan dari sekolah, ia yang pindah tapi apa bedanya. Mereka sama-sama mengalami hal buruk dan harus memutuskan siapa yang pindah sekolah. Saat itu pilihannya hanya dirinya yang bisa mengambil keputusan itu, Hanbin tidak mungkin karena ia kehilangan sebagian ingatannya. Akhirnya Lisa menyetujui untuk pindah setelah berdiskusi lama dengan keluarganya.
Lagi pula ada baiknya, Lisa tidak perlu bertemu Hanbin dan Angel juga.
"Tante bakal urus dan memperbaiki semuanya nanti kalau Hanbin udah inget semua. Tolong percaya sama Tante."
Orang tua Hanbin menangis saat mengatakan itu, sama seperti dirinya juga. Ia berusaha sekuat tenaga untuk berdiri di depan orang tua Hanbin yang memohon.
Masalah mereka sama-sama sulit. Terutama dirinya. Ia yang merasa paling terpojok dan tidak memiliki pilihan lain saat itu.
Masa pertama SMA-nya sungguh berat. Ia dibully Angel hanya karena menyukai Hanbin yang berstatus sebagai pacarnya saat itu. Angel dan pasukannya tiada henti membuatnya frustasi di sekolah hampir setiap hari. Angel membuat Lisa dikucilkan di sekolah. Angel membuat Lisa selalu bolos sekolah. Angel membuat Lisa hampir bunuh diri. Sementara Hanbin? Tentu tidak peduli.
Lisa ingat betul kejadian di mana ia hampir melakukan hal bodoh.
Saat itu mereka berpapasan di tangga menuju rooftop sekolah. Hanbin dan Lisa tidak sengaja bertabrakan bahu hingga Lisa menjatuhkan kantung berisi obat-obat dengan dosis yang banyak.
Lisa terkejut saat itu. Ia langsung memungut kantung obat-obat yang berceceran di lantai tangga.
"Lo mau bunuh diri?" pertanyaan Hanbin langsung pada intinya.
Lisa tidak menjawab.
"Jangan di sekolah. Ngerepotin banyak orang. Gue juga gak mau jadi saksi sebagai orang yang ketemu lo terakhir."
Lalu Hanbin turun tangga meninggalkan Lisa.
Hanbin tidak pernah memperdulikan Lisa sampai kapan pun.
****
Hanbin bergabung dengan keluarganya saat makan malam. Ia sengaja turun belakangan. Hanbin merasa kepalanya sedikit pusing hari ini. Sebetulnya dari kemarin, setiap ia bangun dari tempat tidur kepalanya terasa berat.
"Bun, kepala Hanbin sakit. Pusing kayanya," katanya usai duduk di bangkunya.
Mereka semua yang sedang makan mengalihkan perhatian kepada Hanbin. "Pusing? Kamu belum makan apa-apa ya dari pagi. Buruan makan." Bundanya langsung menuangkan nasi beserta lauk-pauk ke piring di depan Hanbin.
![](https://img.wattpad.com/cover/212622504-288-k75683.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Hanlice - Memory
Fiksi PenggemarMemory itu terus kembali. Memory yang sangat ingin ia hilangkan dari kepalanya. Ingin menjauh ia justru terus berdekatan dengan Hanbin yang terus menatapnya tak acuh. Ia seharusnya membenci pria itu. Tapi otak dan hatinya tidak bisa bekerja sama. Li...