Hanbin menatap kalender di depannya. Hari ini tepat 6 bulan mereka membuat perjanjian. Sampai detik ini Lisa masih belum memberikan jawaban kepada Hanbin.Malam itu ketika Lisa menangis dan menumpahkan segala ketakutannya di kamar ini membuat Hanbin berharap banyak. Ia berharap Lisa tidak takut lagi untuk memulai dengannya. Lisa tidak menjawab apa-apa malam itu, karena ia ketiduran di pelukan Hanbin usai menangis hebat.
Pintu kamar Hanbin diketuk dari luar. "Siapa?" tanya Hanbin.
"Gue," kata Lisa dari luar.
"Masuk aja." Hanbin kembali merapihkan berkas-berkas yang akan ia bawa ke kantornya hari ini.
Lisa muncul dari balik pintu, tangannya membawa amplop cokelat yang sangat Hanbin kenali.
"Lo udah mau berangkat?" tanya Lisa melihat Hanbin yang sudah rapih.
"Gue hari ini pulang cepet."
Tangan Lisa terulur untuk memberikan amplop itu kepada Hanbin tanpa mengucapkan apa pun.
Hanbin menggeleng. Ia tidak mau menerimanya, ia tidak sanggup untuk melihat isinya.
"Kenapa?" tanya Lisa.
Hanbin menggeleng lagi. "Lo--"
"Lo gak mau buang ini?" tanya Lisa membuat Hanbin heran.
Hanbin menatap mata Lisa untuk mencari jawaban dari perkataannya barusan. Lalu matanya melihat ke arah amplop di hadapannya yang masih berada di tangan Lisa.
"Gue gak tau suka sama lo atau gak, tapi gue... tapi gue gak sanggup mikirin kalo lo beneran bakal hidup sama orang lain sama Bintang." Lisa menggeleng lalu menunduk dan melanjutkan ucapannya. "Gue gak mau Bintang punya dua Ibu."
Mata Hanbin langsung berbinar, ia menatap Lisa yang masih menunduk, lalu telunjuk Hanbin mengangkat dagu Lisa agar mata mereka dapat bertemu. Hanbin masih bingung, tapi Lisa menatapnya dan mengangguk seakan menjawab isi kepala Hanbin yang bertanya apakah Lisa sedang serius. Mendapatkan anggukan, Hanbin mendekat dan langsung memeluk Lisa yang tidak siap. Hanbin seperti mendapatkan sebuah keajaiban, rasa senangnya berkali-kali lipat seakan ia menemukan harta karun di tempat yang begitu sulit ditemukan.
"Gue bakal buka hati gue buat lo," kata Lisa dalam dekapan Hanbin.
Hanbin kembali berdiri tegap, ia melihat ke arah Lisa dan mengangguk.
"Gue gak peduli kalau gue bakal sakit hati lagi nan--" Lisa mengeluarkan ketakutan hatinya. Ia benar-benar tidak mau peduli lagi. Ia mau hidup dengan Hanbin dan Bintang.
"Gak akan. Itu gak akan terjadi." Tangan Hanbin mengelap air mata Lisa. "Gue gak berani buat janji. Tapi gue bakal pastiin itu gak akan terjadi."
Lisa mengangguk, ia berharap Hanbin akan selalu memegang kata-katanya. "Karena lo mau ke kantor, gue bilang ini sekarang. Gue takut lo menuhin janji lo sama temen lo."
Ucapan Lisa membuat Hanbin tersenyum. Jelas Lisa cemburu dengan Raya tapi ia tidak mungkin berani mengakuinya. "Lo bilang gak tau kan suka sama gue atau gak?"
Lisa menaikkan alisnya heran. "Lo mau tau caranya biar tau?" tanya Hanbin lagi.
"Hah?" Lisa mendadak gugup ditanya seperti itu.
"Mau tau gak caranya?" tanya Hanbin tepat di depan wajah Lisa. Hanbin menatap Lisa dengan senyum meledek yang membuat Lisa ingin sekali menghindari tatapan itu. Lisa juga sebenarnya penasaran, apakah ada cara untuk mengetahui perasaan seseorang? "Kalau lo ngerasa kesetrum berarti lo suka sama gue." Hanbin mulai memejamkan matanya, lalu ia menempelkan bibirnya pada bibir Lisa.

KAMU SEDANG MEMBACA
Hanlice - Memory
FanfictionMemory itu terus kembali. Memory yang sangat ingin ia hilangkan dari kepalanya. Ingin menjauh ia justru terus berdekatan dengan Hanbin yang terus menatapnya tak acuh. Ia seharusnya membenci pria itu. Tapi otak dan hatinya tidak bisa bekerja sama. Li...