Lisa sudah menyiapkan sarapan untuk Bintang dan juga Hanbin tentunya. Ia berharap Hanbin keluar dari kamarnya nanti saja, atau kalau perlu tidak usah sarapan dan langsung berangkat kerja saja agar Lisa tidak perlu bertemu pria itu pagi ini setelah kejadian memalukan tadi.
Mulut Lisa terus mengatakan jika ia tidak melihat apa pun, tapi otaknya merekam jelas apa yang ia lihat. Hanya bagian tubuh belakang Hanbin, tapi itu sangat membuat Lisa malu setengah mati ia ingin lupa ingatan rasanya.
Hanbin keluar lebih dahulu dari kamar menuju meja makan. Tidak sesuai yang dipikirkan, Lisa pikir Bintang yang akan terlebih dahulu turun dari kamarnya.
Lisa merasa malu sekali rasanya, ia merasa seperti orang yang sedang ketahuan mengintip seseorang sekarang. Padahal itu terjadi karena tidak sengaja.
"Lo--"
Lisa memotong ucapan Hanbin langsung. "Gue tadi gak liat apa-apa serius!"
Hanbin menaikkan keningnya heran. Tangannya mengambil nasi goreng buatan Lisa untuk ia taruh di piringnya sendiri. "Jadi lo liat." Hanbin mengangguk.
"Enggak!" Lisa menaikkan nada ucapannya untuk membantah. Ia semakin malu dan kesal melihat wajah Hanbin yang terkesan meledek.
"Gak apa-apa sih, badan gue bagus soalnya," ucap Hanbin dengan pede tingkat tinggi.
Lisa menajamkan matanya. "Bodo ah. Lo semalem minum obat tidur ya?" tanya Lisa berusaha mengalihkan.
"Badan gue bagus kan?" Hanbin tak menanggapi ucapan Lisa, malah kembali membahas badannya sendiri.
Keduanya sama-sama menghindari pembahasan."Lo minum obat tidur kan?" tanya Lisa lagi.
"Hm,"
"Kenapa?"
"Ya gak bisa tidur,"
"Masa sih?" Seingat Lisa ketika ia tidur di kamar Hanbin, Hanbin tidur dengan benar. Ah tidak tahu juga, Lisa yang terlalu nyenyak tidurnya hingga tidak sadar mungkin.
"Cuma sesekali, lo khawatir?" tanya Hanbin.
Lisa memutar bola matanya. "Gak!"
Lalu Bintang turun dari lantai atas dengan seragam sekolah putih birunya. Lisa melirik jam di dinding sudah jam 6 lewat 20 menit. Tangan Lisa bergerak menyiapkan makanan untuk Bintang. Ia menyendok nasi goreng ke piring Bintang.
"Aku tidak mau dijemput pulang sekolah," kata Bintang saat sudah duduk di bangkunya.
"Tapi sekolahmu jauh,"
"Aku bisa sendiri," jawab Bintang.
Sebelum pindah Bintang memang sudah pernah meminta untuk pulang sekolah sendiri tanpa perlu dijemput, dan Lisa mengizinkan karena rumah mereka tidak jauh dari akses kendaraan umum. Di sini Lisa tidak tau apa ada kendaraan umum yang langsung ke sekolah Bintang atau tidak. "Aku tidak mengizinkan. Aku akan menjemputmu," kata Lisa menolak.
"Aku tidak mau kau menjemputku."
"Kalau gitu aku yang akan jemput," kata Hanbin membuat Lisa maupun Bintang menengok bersamaan ke arahnya yang duduk di antara keduanya.
Pasalnya mereka sudah berunding. Jika yang akan mengantarkan Bintang sekolah adalah Hanbin, dan menjemputnya pulang giliran Lisa. Lisa menengok ke arah anaknya yang tidak menjawab. Apa Bintang menyetujui hal itu? "Kamu setuju?" tanya Lisa kepada Bintang yang duduk di bangku sebrangnya.
"Baiklah,"
What??? Bintang menyetujui? Kenapa Bintang menolak keras dijemput olehnya? Apa Bintang lebih menyukai Hanbin? "Kenapa kamu setuju?" tanya Lisa mengeluarkan isi kepalanya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Hanlice - Memory
FanfictionMemory itu terus kembali. Memory yang sangat ingin ia hilangkan dari kepalanya. Ingin menjauh ia justru terus berdekatan dengan Hanbin yang terus menatapnya tak acuh. Ia seharusnya membenci pria itu. Tapi otak dan hatinya tidak bisa bekerja sama. Li...