Sejak hari itu, kini Hanbin dan Bintang memperlakukan Lisa dengan sangat berbeda. Bintang yang biasanya sering menolak kini jadi lebih mengiyakan apa yang Lisa katakan.
Seperti malam ini, di sela-sela mereka makan malam bersama Lisa bertanya kepada Bintang apa makanan yang disukainya karena Lisa akan memasaknya besok pagi.
Bintang yang biasanya menjawab. "Apa saja." Kini tidak lagi menjawab seperti itu.
"Aku suka ayam balado, tapi tidak terlalu pedas dan ada rasa manisnya sedikit," kata Bintang menjawab Lisa.
Mendengar jawaban itu Lisa tersenyum senang, ia mengangguk dan mulai berpikir bahan apa saja yang harus dibelinya hari minggu besok. "Lo suka apa?" tanya Lisa kepada Hanbin.
"Elo!"
"Kok malah nanya gue, gue nanya lo. Gue sih kalo suka tinggal buat sendiri."
Lisa sungguh tidak peka. Padahal nada ucapan Hanbin tidak sama sekali menunjukkan jika itu adalah intonasi bertanya. Bahkan Bintang yang sedang fokus dengan nasi goreng di piringnya langsung menengok.
"Jamur crispy," jawab Hanbin membenarkan.
Lisa mengangguk, tapi beberapa detik kemudian ia tersadar. "Lo kan alergi jamur!"
"Tapi gue suka."
"Gak boleh dipaksa. Emangnya lo mau sakit? Gue gak mau ya direpotin."
"Gak masalah sih."
Lisa memutar bola matanya malas. Ia sungguh tidak mau jika Hanbin sakit, ia tidak mau direpotkan.
****
Hanbin di kamarnya masih bergelut dengan pikirannya sendiri. Kejadian itu sudah berlalu selama seminggu, tetapi Hanbin terus teringat-ingat. Malam ini dengan tubuh terbaring di ranjang dan posisi terlentang, Hanbin kembali memikirkan hal yang sama. Yaitu perkataan Natael yang mengatakan akan menjemput Lisa setelah 6 bulan.
Apakah Lisa memberitahukan hal itu kepada Natael?
Itu sudah pasti. Hanbin sangat ingin membicarakannya dengan Lisa. Ia ingin bertanya, tapi ia juga menunggu agar Lisa yang menjelaskannya sendiri. Tapi sampai detik ini hal itu tidak dilakukan wanita itu.
Sebenarnya memang tidak ada kontrak tertulis untuk tidak memberitahukannya kepada siapapun, tapi apakah Lisa harus mengatakan hal itu kepada Natael?
Merasa semakin kesal dengan pertanyaan yang tidak ada jawabannya, akhirnya Hanbin bangkit dari tidurnya. Ia melangkah ke arah pintu dan membukanya untuk menuju kamar Lisa. Tapi ternyata wanita yang terus bergelayut dipikirannya kini berada di depan pintu kamar Hanbin.
Lisa tersenyum canggung, ia menunjukkan apa yang dibawanya di tangan menggunakan gerak mata. Terdapat baju Hanbin yang sepertinya baru datang dari laundry di tangan Lisa.
Hanbin membuka pintu kamarnya semakin lebar, ia menggeser tubuhnya sendiri untuk mempersilakan Lisa masuk. "Taruh aja, kalau lo mau rapihin langsung di lemari juga bagus," kata Hanbin menawarkan, karena biasanya Lisa hanya menaruhnya di atas tempat tidur ataupun di atas meja.
Lisa akhirnya melangkah masuk, ia merapihkan baju-baju itu di lemari Hanbin. Tapi gerakannya terhenti saat mendengar suara pintu yang dikunci. Lisa memutar tubuhnya, ia menajamkan matanya ke arah Hanbin yang kini tersenyum.
"Gue cuma mau ngomong."
"Kenapa dikunci?" tanya Lisa tak suka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hanlice - Memory
FanfictionMemory itu terus kembali. Memory yang sangat ingin ia hilangkan dari kepalanya. Ingin menjauh ia justru terus berdekatan dengan Hanbin yang terus menatapnya tak acuh. Ia seharusnya membenci pria itu. Tapi otak dan hatinya tidak bisa bekerja sama. Li...