32 : Izin

1.1K 138 39
                                    

Hari ini Hanbin akan menjemput Bintang lagi. Siang hari dari kantornya ia langsung menuju sekolah Bintang dengan mobil pribadinya. Ia teringat ucapan Bintang beberapa hari lalu yang mengatakan jika anak itu tidak mau dijemput Lisa.

Hanbin tau, Bintang sangat menyayangi Lisa. Anak itu tidak suka melihat Lisa yang belum makan siang tetapi sudah menjemputnya. Hanya saja dia tidak mau memperlihatkan itu.

Jika hari itu Hanbin hanya menunggu di dalam mobil ia tidak akan tau jika Bintang sangat memuji Ibunya di depan teman-temannya. Bintang menolak ajakan teman-temannya untuk bermain ia lebih memilih untuk segera pulang dan menghabiskan masakan Lisa.

Hari ini Hanbin hanya menunggu di mobil, Bintang mengatakan jika ia turun lagi Bintang akan pulang sendiri. Hanbin tau anak itu tidak pernah main-main dengan ucapannya. Mobil Hanbin sudah terpakir tak jauh dari depan gerbang sekolah. Beberapa murid sudah keluar dari gerbang itu.

Tak lama terlihat Bintang keluar dari gerbang itu berjalan mendekat ke arah mobilnya, Hanbin membuka kunci mobil agar Bintang dapat langsung masuk.

Kini Bintang sudah duduk di bangku sampingnya. "Salim dengan ayahmu," kata Hanbin menjulurkan tangan kanannya kepada Bintang.

"Tidak mau," tolak Bintang. Ia mengalihkan pandangannya ke luar kaca jendela samping kirinya mengabaikan tangan Hanbin di udara.

Hanbin mengambil tangan Bintang, ia menggerakkan tangan anaknya sendiri agar salim dengannya. "Kamu harus salim jika tidak mau kuberi tahu sesuatu kepada ibumu,"

"Kau memaksa!" kata Bintang pada akhirnya mau menyalimi tangan ayahnya.

Hanya Hanbin yang tahu satu rahasia Bintang. Sebetulnya hanya masalah kecil, tapi Bintang mengatakan agar merahasiakannya dari Lisa. Ya Hanbin di telepon oleh pihak sekolah karena Bintang terlibat dalam perkelahian dengan temannya.

"Apa kamu berminat belajar bela diri?" tanya Hanbin sembari menyalakan mesin mobilnya.

"Tidak."

"Sepertinya aku harus mencari tempat bela diri yang bagus."

****

Lisa memijat kepalanya yang terasa pening. Ia sebenarnya sudah memikirkan untuk menolak apa yang Hanbin katakan. Ia tidak bisa jika tidak bekerja, apa yang harus ia lakukan jika dirinya tidak bekerja? Diam di rumah seharian penuh? Oh ia tidak bisa melakukan hal itu.

Ia ingin menolak, tapi perkataan Hanbin terus menghantui dirinya. Ia memang mau dekat dengan Bintang, tapi tidak tahu caranya bagaimana. Apa dengan Lisa berhenti dari pekerjaannya ia dapat dekat dengan Bintang?? Tidak mungkin semudah itu.

"Lisa! Lo dengerin gue gak si?" tanya seseorang menyadarkan lamunanya. Lisa tersenyum kepada gadis yang duduk di meja sampingnya. Itu Mila teman kantor Lisa, meja kerja mereka bersebelahan. Di kantor ini bisa dibilang Lisa paling dekat dengan Mila. Ia susah membaur dengan orang baru sebenarnya, hanya Mila yang dapat berbicara omong kosong panjang lebar dengan Lisa.

"Lo mah ih!" keluh Mila kesal.

"Apa tadi? Lo suka Pak Natael?"

"Lisa!!!" Mila mencubit pinggang Lisa kesal. Lisa sama sekali tidak mengecilkan nada suaranya, padahal yang sedang mereka bicarakan adalah sebuah rahasia.

Sebagian karyawan di ruangan mereka menatap mereka dengan curiga. Sebagian tersenyum meledek ke arah Mila. Semakin membuat Lisa tersiksa akibat cubitan-cubitan dari teman kantornya itu. "Ish bohong-bohong. Salah denger lo! Gue bilang--!"

Hanlice - MemoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang