2. Zia sadar

70 7 0
                                    

Sudah lebih dari satu jam ia menunggu di samping brankar gadis yang terbaring lemah karena ulahnya. Ia sangat menyesal sekarang, coba saja ia bisa cepat mengerem motornya ketika melihat gadis itu berlari untuk menyebrang. Mungkin kejadiannya tidak seperti sekarang.

Dirinya bahkan melupakan motor yang tak sempat di selamatkan, motornya bahkan sudah benar-benar hancur. Untunglah, ia langsung menghubungi temannya untuk mengurus motor dan juga cepat menelpon ambulance, sehingga nyawa gadis itu masih tertolong.

Cklek

Suara itu membuat Albas mengalihkan pandangan ke arah pintu yang memperlihatkan teman-temannya.

"Kenapa baru nelpon gua?" tanya satu cowok dengan jaket abu-abu tua ketika berada di samping Albas.

"Sorry Bang. Gua baru inget soalnya."

"Terus keadaannya gimana?" tanya Ghany sambil menunjuk gadis yang tengah terbaring dengan dagunya.

Albas mengikuti arah tunjuk Ghany. "Kaya yang lu liat."

"Makanya lu Al, kita tungguin di garis finish nggak muncul-muncul," ucap Renal yang juga termasuk anggota geng Vobrama.

"Malah si Farel itu yang duluan nyampe," kesal Amir.

"Terus motor lu gimana Al?" kali ini Ghany kembali bertanya.

"Tadi gua udah telpon Reizy buat bawa ke bengkel."

"Dasar kunyuk. Kenapa dia nggak ngabarin gua?"

"Nggak sempet kali."

"Urusan biaya udah gua bayarin. Tadi kita-kita pada patungan seadanya. Kalo gitu gua sama anak-anak balik dulu," ucap Ghany sambil menepuk pundak Albas. Memberi semangat.

Semua anggota geng Vobrama mulai meninggalkan ruangan tanpa terkecuali. Albas pun kembali menatap gadis di hadapannya.

"Kamu cepet bangun ya," lirih Albas sambil membelai lembut rambut Zidya.

******

"Gimana?" tanya pria berkepala botak kepada ketiga anak buahnya.

"Dia mati bos," jawab lelaki dengan tindik di kuping sambil terus menundukkan kepalanya.

"Kenapa biarin dia mati? Dasar bodoh!"

"Bukan kami yang membuat dia mati."

"Pokoknya kalian harus terus menagihnya. Kalau perlu datangi rumahnya!"

"Baik bos."

******

Jam sudah menunjukkan pukul 07.00 tapi belum ada tanda-tanda gadis di hadapannya akan siuman. Ia masih ingin menunggu tapi, perutnya sudah tidak bisa diajak kompromi, ia bergegas meninggalkan ruangan untuk sekedar mencari bubur atau makanan lain. Agar perutnya tidak terus memberontak.

Setelah beberapa menit mencari makan, Albas segera kembali menuju ruangan dimana gadis yang ia tabrak kondisi terakhirnya masih terbaring lemah.

Ia membuka kenop pintu, pandangannya langsung tertuju pada Zidya yang sudah membuka mata. Tanpa menunggu lama kakinya segera berlari menghampiri gadis itu.

"Syukurlah kalo udah sadar," seru Albas bahagia.

"Ini dimana?" tanya Zidya. Tangannya terus memegangi kepalanya yang masih terasa sakit.

"Rumah sakit."

"Hah?! Kenapa gua bisa ada di sini?" Zidya membelalakan matanya terkejut. Seingatnya terkahir kali ia sedang di kejar-kejar oleh preman jelek. Kenapa bisa berakhir di rumah sakit, bahkan bersama cowok asing.

"Panjang ceritanya."

Albas yang merasa perutnya kembali berulah, mengambil bubur di atas nakas untuk dimakan.

"Lu pasti laper, semaleman gak kena nasi." Albas membantu gadis itu untuk duduk.

"Buka mulut lu," suruh Albas membuat Zidya mengikuti perintah cowok itu. Albas pun mulai menyendokkan bubur ke dalam mulut Zidya.

"Enak kan?"

Mendapat pertanyaan itu Zidya hanya mengangguk-angguk senang.

"Rumah lu dimana?" tanya Albas. Cowok tinggi itu terus menyuapi Zidya, bahkan ia lupa bahwa dirinya juga belum makan. Tapi tak apa anggap saja ini sebagai penebus atas rasa bersalahnya.

"Jalan kendari no. 21."

"Kalo keadaan lu udah lebih baik, ntar gua anter pulang."

"Minum."

Tunjuk Zidya pada gelas di atas nakas, melihat itu Albas langsung mengambil dan memberikannya pada Zidya.

Zidya tidak menerima gelas itu, justru gadis berponi itu malah membuka mulutnya lagi. mengerti apa yang dimaksud, Albas mendekatkan ujung gelas ke mulut Zidya agar dapat segera menenggaknya.

"Udah kenyang tuan putri?" tanya Albas tersenyum kecil.

Zidya hanya tersenyum karenanya. "Udah pengawal."

"Oh iya. Gua Zidya," ucap Zidya sambil mengulurkan tangan di hadapan Albas. Cowok itu langsung menerima uluran tangan Zidya.

"Albas Geozery. Cowok terganteng di mata Ibu gua."

Hate VS Love [Completed✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang