Zidya meminum air mineral di hadapannya, mencoba menetralisir ke canggungan antara keduanya, setelah beberapa menit keluar dari supermarket.
Jef bersikeras ikut bersama Zidya setelah mengetahui ada yang mengikutinya. Padahal Zidya sudah mencoba meyakinkan Jef, bahwa ia akan menjaga diri dengan baik. Tetap saja ucapannya tidak diimbuhkan oleh Jef. Cowok itu memang keras kepala, membuat Zidya akhirnya mengiyakan.
Setelah menyelesaikan membeli beberapa barang yang Zidya butuhkan, kini ia dan Jef tengah duduk di pelataran supermarket, yang memang menyediakan kursi serta meja.
"Kenapa malem-malem keluar sendirian? Kalo sampe tadi lu di apa-apain gimana?" Jef akhirnya membuka suara, merasa tidak nyaman dengan situasi yang melingkupi keduanya sedari tadi
"Jangan doain gua kaya gitu dong, lagian mana gua tau kalo ada yang ngikutin gua," jawab Zidya. Meski ia tau maksud dari perkataan Jef itu baik, tetap saja rasanya seperti mendoakan hal buruk kepada dirinya.
"Emang lu belanjanya gak bisa besok pagi aja? Inget nyawa lu cuma satu."
"Iya Jef, gak perlu lu perjelas gua juga udah tau."
"Besok-besok gak usah keluar malem lagi. Bahaya." Jef mengingatkan atau mungkin lebih tepatnya seperti sebuah perintah.
Zidya hanya mengangguk sebagai jawaban.
"Lu juga, kenapa bisa ada di komplek rumah gua?" tanya Zidya penasaran. Mengingat kembali kejadian beberapa jam yang lalu. Tidak mungkin sebuah kesengajaan kan? Cowok itu tiba-tiba bisa ada di komplek rumahnya.
Jef yang mendengar itu menegang beberapa saat, lalu kembali bersikap tenang. "Habis jalan-jalan. Bete di rumah."
"Kan rumah lu lumayan jauh, masa iya jalan kaki malem-malem ke sini."
"Gak jalan kaki juga Zi, gua bawa motor." Jef merasa geram, melihat kelambatan Zidya dalam berpikir saat ini.
"Mana?"
"Di depan rumah orang, gua numpang parkir. Pas gak sengaja ngeliat lu jalan sendirian."
"Gua harap lu gak bohong." Terdengar ada keraguan dalam diri Zidya, mendengar penjelasan Jef yang seperti –tidak meyakinkan.
Zidya berdiri dari duduknya sambil mengambil tas belanjaannya. Lalu menatap Jef, "Udah malem, gua pulang duluan ya Jef."
"Gua anter," ucap Jef seraya ikut berdiri.
"Gua—"
"Gak ada penolakan," potong Jef cepat, membuat gadis itu hanya membuang napas pasrah. Lalu berjalan lebih dulu, diikuti Jef di belakangnya.
******
Albas berbaring di sofa sambil memeluk gitar di tubuhnya. Niat awalnya ingin bermain gitar, tapi entah kenapa moodnya menjadi buruk dengan cepat, ketika mendapat panggilan berkali-kali dari seseorang yang dulu ia panggil Ayah. Kini ponselnya sudah ia matikan, namun moodnya keburu buruk, melakukan apapun rasanya malas.
"Kalo mau kopi, bikin sendiri di belakang."
Suara itu mengintrupsi Albas dari lamunan, lalu beralih posisi menjadi duduk. Pandangannya menatap Bang Ghany sebelum mengangguk mengerti.
Tangannya memetik senar gitar asal, membuat nada sumbang yang memekakan telinga. Satu lemparan sendal, sukses mendarat tepat di wajah Albas, membuat cowok itu menatap kesal si pelaku.
"Lu mau bikin kuping gua pecah?" sindir Bang Ghany.
Bukannya berhenti, justru Albas semakin memainkan gitarnya dengan asal, menciptakan suara yang lebih besar dan memekakan.
"Anying, nyari mati nih anak," kesal bang Ghany sambil mengangkat tangan kanannya yang memegang secangkir kopi, bersiap menyiram Albas detik ini juga.
"Mood gua anjlok bang," kata Albas bersamaan dengan berhentinya petikan tidak jelas dari gitarnya.
"Kaya perawan lu, apa-apa salahinnya mood." Bang Ghany menurunkan tangannya, lalu memilih menyesap kopi yang ia pegang.
"Gua gak tau jelas masalah lu apa Al, tapi menurut gua lu mending berdamai sama semuanya. Lu juga gak bakal bisa ngerubah apapun, yang ada lu bakal makin terpuruk sendiran.
"Hidup ini udah ada yang ngatur, mau sekeras apapun lu ngubah, tetep aja akhirnya bakal sama. Inget, di dunia ini bukan cuma lu yang pengen bahagia terus, bukan cuma lu yang berharap gak ada air mata. Seharusnya lu paham, apalagi kita sering tanding di jalan. Lu pasti tau gimana kerasnya kehidupan," nasehat Ghany. Sebenarnya ia bukannya ingin menggurui atau apapun itu, tapi menurutnya ia harus menjelaskan ini terhadap Albas. Menurutnya cowok itu masih terlalu egois. Ya, walaupun alasannya adalah untuk Ibunya yang sudah tiada. Tetap saja itu namanya egois.
"Lu gak paham bang."
"Beberapa hari yang lalu Zidya datengin gua. Dia nanyain kenapa sikap lu berubah sama dia. Gua bilang, kalo lu masih ngerasa kehilangan makanya sikap lu beda. Gua juga coba bilang ke dia buat lebih ngertiin lu.
"Dan gua rasa dia udah ngelakuin itu, dia rela dateng ke sini buat nyamperin lu. Niat dia udah baik, memperbaiki hubungan kalian. Tapi, yang gua liat lu malah gak nganggep dia sampe anak-anak yang lain harus mancing lu dulu biar mau gerak.
"Sifat lu gak mencerminkan lelaki sejati. Gak ada keberanian, bahkan berdamai sama keadaan aja gak bisa. Gimana bisa, lu ngelindungin seseorang? Yang ada mikirin diri sendiri doang tiap hari."
Ucapan Bang Ghany seperti sindiran keras yang menampar Albas. Apakah dirinya seburuk itu?
Ah, tapi itu pendapat bang Ghany yang tidak mengerti permasalahan selama ini. Makanya dia bisa menyimpulkan begitu, di sini dirinya lah yang menerima penderitaan. Dirinya yang terlukan parah, membiarkan si penghancur tenang sama saja dengan membiarkan penjahat berkeliaran bebas. Tidak akan ia biarkan itu terjadi.
Iya, awalnya ia kira memang Ayah Zidya yang melakukan kejahatan tersebut, tapi sepertinya selama ini ia salah menentukan target. Masih ada satu orang yang ia curigai dan tak akan Albas biarkan lolos begitu saja dengan mudah. Ini janjinya sedari dulu, sebelum Ibunya tiada. Dan pasti akan ia tepati.
"Lu bebas berpendapat bang. Tapi di sini gua yang ngejalanin kenyataannya," lirih Albas. Tetapi, masih bisa di dengar oleh Bang Ghany yang kini hanya mengangkat kedua sudut bibirnya sembari menggeleng perlahan.
Ghany berdiri dari duduknya sambil membawa secangkir kopi, pandangannya menatap Albas penuh. "Tu sofa jadi milik lu malem ini." Seteleh mengucapkan itu, Ghany berlalu menuju ruangan belakang.
"Woyy!! Tamu adalah raja, harusnya gua yang tidur di kamar. Curang lu, bang."
KAMU SEDANG MEMBACA
Hate VS Love [Completed✓]
Teen Fiction⚠️ Aku saranin baca dari awal, biar gak bingung sama alur ceritanya ⚠️ 🌵🌵🌵🌵 Albas Geozery terkenal sebagai raja jalanan yang selalu memenangkan berbagai macam balapan, seorang siswa yang bahkan menjadi incaran para wanita seantero sekolah. Siap...