27. Rahasia Apa Lagi?

12 3 0
                                    

Happy Reading!!!

***

"Jef mana Del?"

Mata Zidya mengelilingi ruang kelas, mencari keberadaan Jef tapi hasilnya nihil. Cowok itu tidak berada di tempat duduknya ataupun setiap sudut kelas. Lalu pandangan Zidya kembali beralih menatap Nadela meminta jawaban.

"Namanya juga anak kesayangan guru, pasti sekarang dia lagi disuruh ngerekap absen," jawab Nadela, "Ada apaan emang nyari tuh pantat panci?"

"Ada hal yang mau gua tanya sama dia," kata Zidya sedikit ragu. Pasalnya Nadela itu pandai mengorek sesuatu sampai dasar, jika jiwa keponya muncul. Tentu saja Zidya menghindari hal tersebut.

Nadela menyipitkan mata, menatap curiga Zidya. Sebelum akhirnya memutar bola mata malas. "Anak rajin mah beda, pasti lu mau nanya tugas kan sama Jef?"

Mendapat tatapan menyudutkan dari Nadela berhasil membuat Zidya keringat dingin. Lalu membuang napas lega mendengar ucapan gadis berkepang itu. "Lu paham banget sih Del." Zidya mengangkat kedua sudut bibirnya, menampilkan senyum manis.

"Mending jauh-jauh dari gua kalo mau bahas tugas, rasanya kepala gua mau pecah ngedenger lu berdua ngomong bahasa alien," anjur Nadela. Mengingatnya saja sudah membuat Nadela pusing. Walaupun notabenya Nadela murid yang pandai dan selalu mendengarkan penjelasan guru dengan khusyuk. Tetap saja, dirinya seperti murid lain yang lama-lama akan merasa jenuh jika setiap saat membahas mengenai pelajaran.

"Gua mau nemuin Jef di kantor, biar lu gak pusing denger kita ngomong bahasa alien," ucap Zidya sambil meninggalkan ruang kelas.

Sekitar dua menit berjalan, kini Zidya berada tepat di depan pintu ruang guru. Kepalanya sedikit melongok, mencari keberadaan Jef. Lantas senyum sumringahnya muncul, begitu melihat Jef yang juga tengah menatapnya sambil menaikkan sebelah alis.

Tangan Zidya terangkat, mengayun di udara. Mengisyaratkan Jef agar mendekatinya. Beberapa detik kemudian, Jef sudah berada di hadapan Zidya. Tanpa menunggu lama, Zidya menarik tangan cowok itu, membawanya ke taman belakang sekolah. Karena itu satu-satunya tempat agar tidak ada yang mendengar pembicaraan keduanya.

"Kenapa tarik-tarik gua?" tanya Jef ketika keduanya sudah berada di taman belakang sekolah.

Zidya melepas pangutannya pada tangan Jef. Sebelum mengeluarakan suara. "Ada hal yang mau gua tanyain sama lu."

"Penting banget sampe harus ke sini?" Jef terlihat heran.

"Coba lu jelasin foto itu." Zidya mengulurkan ponselnya, lalu dengan penasaran Jef langsung mengambilnya.

Jef menegang melihat foto di dalam ponsel. Ia terkejut tapi dengan cepat menyembunyikan keterkejutannya, lalu beralih menatap Zidya. "Darimana lu dapet foto ini?" Jef mencoba menetralkan suaranya, seakan foto itu bukan masalah besar baginya.

"Gua Cuma butuh penjelasan lu tentang foto itu, jadi jelasin," perintah Zidya tegas.

"Itu emang gua, tapi gak ada hal penting yang gua lakuin."

"Terus kenapa lu dateng malem-malem ke rumah gua?" tanya Zidya. Itu bukan jawaban yang Zidya inginkan.

"Mending lu tanya sama yang ngambil foto gua, kenapa juga dia malem-malem di rumah lu."

Zidya berpikir beberapa detik, mencerna perkataan Jef yang ada benarnya juga. Ia mengingat ketika Albas memberinya foto itu, lalu dengan sengaja ia mengirim ke ponselnya untuk ditanyakan kepada Jef hari ini.

Jika Albas yang mengambil foto tersebut, kenapa juga cowok itu ada di rumahnya malam-malam. Pasti ada sesuatu yang membuat Albas melakukan hal tersebut.

"Gua butuh alesan lu juga, kenapa lu ke rumah gua malem-malem?"

"Nanti gua jelasin semuanya, tapi bukan sekarang waktu yang tepat." Jef berucap santai, kemudian berjalan melewati Zidya. Baru tiga langkah, Jef kembali berhenti.

"Masuk Zi, lu mau kena hukum?" Setelah mengucapkan itu, Jef kembali melanjutkan langkahnya yang tertunda.

Sedangkan Zidya masih merasa bingung dengan semua ini. Sebenarnya apa yang diinginkan kedua cowok itu hingga membuat hidupnya bertambah rumit.

******

Albas berjalan santai menuju bengkel dimana motornya sedang di servis, karena lajunya yang sudah mulai melambat. Albas tidak suka jika harus mengendarai motor seperti anak kecil yang baru belajar mengendarai sepeda.

Albas tersentak, ketika bahu kirinya tidak sengaja bertabrakan dengan orang lain. matanya menatap sekilas lelaki yang tadi menabraknya. Wajah lelaki itu seperti tidak asing bagi Albas. Tapi dimana ia pernah melihatnya?

Dengan cepat Albas mengejar lelaki itu, ketika mengingat bahwa orang itu adalah lelaki yang berada di makam Ibunya tempo hari. Tidak mungkin ia melupakan seseorang yang sedang dirinya cari tau.

Albas menahan pundak lelaki itu, ketika berada tepat beberapa langkah di belakang. Si lelaki itu langsung berbalik sambil menautkan alis, bingung.

"Maaf, Anda siapa?"

"Kenapa Anda ada di makam Ibu saya beberapa hari yang lalu? Apa Anda kenal Ibu saya?" tanya Albas to the point.

Si lelaki membelalakan mata, tak bisa menyembunyikan keterkejutan di wajahnya. "Anak Ro...si...ta?" suara lelaki itu terbata.

"Iya," jawab Albas tegas. Albas benci situasi tidak jelas seperti ini, ia hanya ingin tau jawaban pasti, bukan berbelit tanpa kejelasan.

"Maaf," lirih lelaki itu. Saat Albas tangah mencerna maksud dari kata tersebut. Lelaki itu langsung berbalik dan berlari menjauh, tanpa menyia-nyiakan kesempatan yang ada. Menurutnya itu pilihan tepat untuk saat ini.

Albas yang menyadari itu tak lantas mengejar si lelaki, mata elangnya ia gunakan untuk mengikuti kepergian orang itu, tapi mendadak pandangannya kehilangan sang objek saat berbelok di pertigaan jalan.

"Sial!" umpat Albas.

Hate VS Love [Completed✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang