40. Surat untuk Albas

52 2 0
                                    

2 bulan kemudian

Halaman Basecamp Vobrama hari ini terlihat sangat ramai. Sebagian besar dari mereka menggunakan seragam putih abu-abu yang nampak berantakan, bahkan terdapat beberapa coretan warna, membuat baju putih itu kehilangan warna aslinya.

Ya, tepat hari ini momen kelulusan yang dinantikan Albas dan teman-temannya. Mereka dengan sengaja memilih basecamp untuk tempat berkumpul sekaligus bersenang-senang, merayakan status mereka yang bukan lagi anak SMK.

"Lu semua harus belajar yang rajin, jangan ngikutin langkah mereka yang cuma numpang buat ijazah tanpa peduliin nilainya," ucap bang Ghany sembari menunjuk beberapa anggota yang baru naik kelas 12.

"Pikiran lu negatif terus bang. Lu gak tau aja, kalo gua anak kesayangan guru."

"Iya, sayang banget sampe tiap hari di panggil masuk BK."

"Itu alesan mereka aja bang, manggil gua ke ruang BK. Padahal niat terdalamnya itu mau ketemu sama gua. Biasalah, wajah ganteng gua ini bikin orang ketagihan buat ngeliat." Reizy berucap, sontak mendapat jitakan mulus dari Albas.

"Tingkat pede lu kurangin dikit, bambang."

"Iri bilang bos!"

"Selamat hari kelulusan semuanya," teriak Nadela, ketika baru datang untuk bergabung. Gadis itu terlihat datang seorang diri dengan seragam putih abu-abu terlihat rapi, mencetak indah tubuh rampingnya.

Reizy seketika berdiri, lantas menghampiri Nadela sambil merentangkan kedua tangannya. "Akhirnya kita lulus bareng. Besok otw KUA yuk."

Nadela menahan jidat cowok itu dengan jari telunjuknya, agar berhenti dua langkah di depannya. Melihat baju kotor yang di kenakan Reizy, membuatnya enggan dekat-dekat dengan cowok itu, di tambah ia sudah mengerti apa yang akan dilakukan Reizy barusan. Bukannya ia tidak mau, hanya saja rasa malu lebih mendominasi jika Reizy memeluknya di hadapan banyak orang.

"Lu kotor, bau. Jangan deket-deket sama gua."

"Jahat banget sih Del sama babang Reizy," ujar Reizy sambil memanyunkan bibir merajuk.

Tanpa memedulikan Reizy, Nadela memilih melewati cowok itu dan bergabung dengan anggota Vobrama lainnya. Ia memberhentikan langkahnya begitu berada tepat di samping Albas yang tengah duduk.

Menatap cowok itu, lalu mengulurkan sebuah surat yang ia ambil dari saku seragamnya. "Dari Zia."

Albas sontak menoleh, setelah dari tadi hanya fokus pada pikirannya sendiri. Mendengar nama Zidya, membuatnya langsung tersadar. Tangannya meraih sebuah amplop berwarna biru tua itu.

"Zia hari ini pindah ke Lampung, nganterin Omnya yang mau pindah dirawat di sana. Dia bilang, setelah itu bakal ke luar negri buat kuliah. Jangan tanya tepatnya di mana, karena gua gak tau," jelas Nadela sambil berjalan menjauh. Baru satu langkah, ia kembali berhenti dan membalikkan badan. "Dia bilang, lu harus tetep bahagia untuk diri lu sendiri, bukan buat orang lain."

Setelah mengucapkan itu, Nadela langsung melangkah, mendekat dengan beberapa anggota vobrama dan mengobrol seperti seorang teman yang lama tidak bertemu.

Albas terkesiap mendengar penjelasan Nadela. Ia benar-benar tidak mengetahui tentang itu semua, bahkan komunikasi antara ia dan Zidya terakhir kali, ketika gadis itu memintanya mencari Om Zidya. Oh iya, bukan Zidya yang meminta, tapi ia yang bersikeras membantu.

Setelah kejadian di dalam gudang waktu itu, ia jarang bertemu dengan Zidya. Karena harus menjadi sanksi dalam kasus Ayahnya, yang ternyata hampir membunuh dua orang nyawa, Zidya dan Omnya.

Ditambah setelah itu, banyak ujian sekolah yang harus ia hadapi, membuat waktunya lebih banyak terkuras di sekolah. Pernah beberapa kali ia mengunjungi Zidya, tetapi gadis itu tengah sibuk mengejar beberapa materi pelajaran. Yang berujung membuat Albas kembali ke rumah, tanpa berniat mengganggu.

Rasa bersalah masih merasuk dalam diri Albas hingga hari ini. Mengingat bagaimana gadis polos seperti Zidya harus ikut terseret dalam sebuah masalah karena ulahnya. Dulu, ia terlalu terobsesi untuk menghancurkan hidup satu orang, tanpa memikirkan resiko yang akan terjadi. Ia terlalu bodoh dan egois.

Sekarang ia benar-benar merasakan kehilangan yang sesungguhnya. Ibunya pergi lebih dulu, kemudian Ayahnya dan hari ini ia harus rela kehilangan alasannya untuk hidup lebih baik, melepaskan segala benci serta dendam, lantas membuka lembaran baru penuh bahagia. Rasanya sangat sulit. Apakah dirinya sanggup? Entahlah.

Albas mengeluarkan secarik kertas dari dalam amplop. Sorot matanya dengan teliti membaca kata demi kata yang tertulis.

Hai Al.

Gua harap surat ini sampe ke tangan lu dengan baik ya. Gua harap Nadela gak marah-marah ke lu, pas ngasih surat ini, hehe J

Mungkin gua udah di pesawat atau mungkin udah nyampe Lampung, pas lu baca surat ini. Tapi, gua rasa itu gak penting.

Gimana tentang kontrak konyol yang lu bikin? Masih berlaku apa gak nih? Gak lucu kan, pas nanti ada cowok yang nanya status gua. Terus gua jawab kalo gua udah punya pacar. Begitu terus sampe gua tua. Eh, tau-taunya di sana lu udah nikah sama cewe lain. Kan gua gak mau jadi perawan tua L

Dan sekali lagi, gua mau minta maaf tentang Om gua. Gua harap lu udah bisa maafin ya, Al. Gua tau lu itu orangnya baik, walaupun suka tiba-tiba gak jelas sih. Lu pantes dapetin hidup lebih baik dari kemarin. Mungkin dengan lu memaafkan dan mengikhlaskan, hidup lu bakal lebih bahagia tanpa beban. Ibu lu di atas sana, pasti bakal ngerasa bangga sama anaknya yang udah berubah lebih dewasa, bisa mementingkan orang lain daripada dirinya sendiri.

Setiap detik dalam hidup lu berharga, lakuin hal penting untuk sebuah kebanggaan bukan penyesalan.

Udah ya Al, tangan gua pegel. Lagian semua yang mau gua sampein udah ketulis semua di surat ini. Oh iya, nomer telpon gua masih sama. Silaturahmi itu penting, jadi gak boleh putus karena alesan apapun.

Dari, Zidya Almera.

Albas kembali melipat surat itu. Seulas senyum mengembang sempurna dari bibirnya.

Zidya gadis baik, bahkan terlalu baik untuknya. Terimakasih tuhan, telah mempertemukan walau sesaat, mungkin memang kehadiran Zidya hanya untuk mengingatkan serta merubah dirinya agar kembali menjadi pribadi lebih baik dan lebih baik lagi. Dirinya sangat bersyukur akan hal itu.

"Lu gila Al? Senyum-senyum sendiri?"

🍁🍁🍁

Yeay, akhirnya Tamat juga. Asli, aku seneng banget😁

Sebenernya aku bingung, mau bikin ending kaya gimana. Jadi, kalo endingnya kurang greget, maklumin ya🙂 aku masih belajar dan akan terus belajar, buat bikin cerita lebih baik dan menarik.

Udah ah basa-basinya. Hehe.
Gak akan ada extra part atau apapun itu namanya.

Krisar kalian berguna banget ☺️

Ok. See you in the next story. Bye🤗😘

Hate VS Love [Completed✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang