8. Cemburu?

27 3 0
                                    

"Cemburu karena takut kehilangan gak apa-apa kan?"
️__________________________________▪


"Now. you're. mine."

3 kata yang membuat Zidya membeku di tempat. Pipinya pasti sudah seperti kepiting rebus, ia membuang muka ke sembarang arah, berharap Albas segera membebaskannya dari pandangan cowok itu. Dirinya sangat malu sekarang.

Tangan Albas terangkat menyentuh dagu Zidya agar kembali menatapnya.

"Gak sopan buang muka, kalo ada yang lagi ngomong."

"Al, gua bakal telat," ucap Zidya mengalihkan topik pembicaraan.

"Gua bakal tanggungjawab."

"Mba Zidya?"

Keduanya menoleh ke sumber suara. Zidya membuang napas lega, ketika mengetahui bahwa ojol pesanannya datang. Sedangkan Albas, menatap sang pengendara dengan tatapan ingin membunuh. Baru saja semuanya berjalan lancar, kenapa harus ada hambatan.

"Iya Pak," jawab Zidya menerima helm yang diberikan.

"Duluan Al. lu cepet berangkat nanti telat." Setelah mengucapkan kalimatnya Zidya bergegas naik kemudian motor itu berlalu dari hadapan Albas.

******

Zidya memasuki sekolah dengan perasaan bahagia, senyumnya bahkan tidak mau luntur dari bibirnya. Membayangkan kembali kejadian beberapa menit yang lalu mampu membuat Zidya kembali malu. Bagaimana tidak, mereka baru mengenal beberapa hari dan beberapa menit lalu Albas tiba-tiba mengklaimnya sebagai milik cowok itu.

Nadela yang melihat sahabatnya senyam-senyum sendiri ketika memasuki kelas dibuat heran. Apalagi Zidya berangkat lebih telat dari biasanya.

Ia mencolek punggung Zidya agar berhadapan dengannya. Jiwa keponya meronta-ronta sekarang.

"Kenapa Zi? Lu gak kesambet kan?" tanya Nadela ketika Zidya menatap dirinya dengan cengiran tak jelas.

Zidya menggeleng. Rasanya ia ingin bertanya kepada Nadela, kan sahabatnya itu sudah mempunyai pacar. Siapa tau saja mengerti dengan maksud perkataan Albas sesungguhnya. Ia hanya tidak mau sudah terbang tinggi-tinggi ternyata semua tak seindah imajinasi.

"Del, gua mau tanya."

"Apa-apa." Nadela sangat antusias, bahkan gadis itu memajukan kursinya agar lebih dekat dengan Zidya.

"Kalo ada cowok yang ngomong you're mine. Itu artinya apa?"

"Ya ampun Zia, lu gak tau apa pura-pura bego sih? Gua tau lu belum pernah pacaran, tapi please dari kata itu aja bisa disimpulin kalo dia ngecap lu sebagai miliknya."

Zidya masih belum yakin akan hal itu, pasti di sekolah Albas banyak yang lebih cantik dari dirinya. kenapa juga Albas mau dengannya?

"Kenapa dia bisa bilang kaya gitu sama gua?"

"Kalo lu nanya gua, trus gua nanya siapa? Kan yang kenal kalian berdua, yang deket kalian berdua, masa pertanyaan kaya gitu di kasih ke gua."

Untung yang bertanya adalah sahabatnya, kalau orang lain sudah ia suruh pergi dan cari teman ngobrol lain. Kesabarannya juga terbatas untuk menjawab pertanyaan Zidya yang amat polos.

"Ngomong-ngomong cowoknya siapa? Ganteng gak? Anak SMK sini bukan?"

"Dia orang asing, gua gak tau sekolah di mana."

Nadela menatap bingung Zidya. "Lu kenal sama dia?"

"Kenal."

"Udah lama?"

"Baru beberapa hari yang lalu."

"Dia gentle banget Zi. Baru kenal udah berani ngomong kaya gitu. Tapi nih, lu harus cari tau dulu. Takutnya bukan anak baik-baik," saran Nadela.

"Omongan lu sama kaya Jef."

"What? Berarti Jef udah kenal ama tu cowok?"

"Belum sempet gua kenalin, tapi udah pernah ketemu."

"Pasti cemburu dia," ungkap Nadela. ia tidak bisa membayangkan bagaimana sakit hatinya Jef. Kasian sekali sahabatnya itu.

"Siapa?"

"Siapa lagi, udah pasti Jef."

******

Suasana kantin mulai ramai dipadati murid yang ingin mengisi perut mereka. Tidak jadi masalah bila Mereka harus rela mengantre karna semua lapak jualan penuh, padat, sesak.

Zidya dan Nadela sedang duduk untuk menunggu Jef kembali dengan pesanan mereka, walaupun sudah sangat lapar, tapi harus sabar.

Satu plastik mendarat di hadapan Zidya, membuatnya mendongak. Seorang cowok memakai seragam SMK nya, wajahnya tertutup masker dan topi.

"Buat siapa ya?" tanya Zidya sopan. Siapa tau cowok itu salah tempat duduk.

Tanpa menjawab, si cowok malah duduk di samping Zidya. Refleks Zidya bergeser, untung saja bangku di kantin panjang. Kalau tidak, mungkin ia sudah jatuh.

"Ko malah duduk?"

"Siapa Zi?" tanya Nadela yang sedari tadi bungkam.

Zidya mengedikkan bahu tidak tau.

Si cowok melepas masker yang sedari tadi dikenakannya. Membuat Zidya membulatkan mata tidak percaya, bagaimana bisa dia lagi dan kenapa bisa ada di sekolahnya?

"Hai Zia."

"Ko bisa ke sini?"

"Buat pacar apasih yang enggak." Senyum manis terpancar dari si cowok, bisa membuat wanita mana saja terpana dan tidak mau pergi.

"Al, mending balik ke sekolah lu. Belajar, bukannya kelayapan ke sini," ucap Zidya bernada mengusir.

"Gua gak fokus belajar."

"Kenapa?"

"Gua mikirin lu terus. Daripada cuma dipikirin mending gua datengin langsung."

"Oh. Berarti ini Zi, cowok yang lu ceritain?" Nadela mengangguk mengerti, menatap keduanya bergantian.

"Lu cerita apa tentang gua?"

"Bukan apa-apa." Zidya melirik tajam Nadela, agar sahabatnya itu menutup mulut dan tidak bicara macam-macam.

Jef yang baru datang, terus menatap tajam Albas. Ia mendudukan dirinya di samping Zidya.

"Ngapain lu duduk di situ?" Albas yang melihat kehadiran Jef, menatap tidak suka secara terus-terang.

"Lu siapa?" Jef fokus menyendokkan sambel ke mangkok baksonya.

"Pacar Zia," ucap Albas tegas. Berhasil menghentikan aksi makan Jef, ia memandang baksonya tidak nafsu.

"Gua ke kelas duluan." Jef berdiri dan melangkah keluar kantin. Zidya menatap kepergian Jef heran, pandangannya beralih pada Nadela. yang di pandang hanya mengedikkan bahu dan sibuk menyendokkan bakso ke mulutnya.

"Jangan deket-deket sama orang itu. Gua gak ikhlas."

"Dia sahabat gua. Pastinya gua deket sama dia," ujar Zidya tak terima dengan kalimat Albas. Bahkan ia lebih dulu mengenal Jef, daripada Albas.

"Kalo lu gak bisa, gua yang bakal bertindak." Albas bicara serius, tidak ada raut wajah main-main dari cowok itu.

"Dia baik Al. Jef udah kaya kakak gua sendiri, dia selalu ada buat gua. Sedangkan kita baru kenal beberapa hari," jelas Zidya. Albas mengepalkan tangannya menahan emosi.

"Oke Zi. Maaf."

"Lu gak salah Al, kenapa harus minta maaf, mending sekarang lu balik ke sekolah, gua gak mau punya pacar bego." Zidya tertawa mengakhiri ucapannya, membuat Albas mengangkat kedua sudut bibirnya. Entah kenapa tawa Zidya membuat dirinya tidak bisa marah terhadap gadis itu.

Tangannya terangkat mengacak rambut Zidya, "Belajar yang rajin, biar anak kita nantinya pinter."

Albas langsung berjalan menuju pintu keluar.

Meninggalkan Zidya yang menunduk malu, sebab semua pandangan kini tertuju pada gadis itu.

Hate VS Love [Completed✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang