17. Tanggung jawab?

15 3 0
                                    

"Selalu ada untukmu, mulai sekarang menjadi keharusan untukku."
__________________________________

Setelah kemarin izin tidak masuk sekolah sebab kasus Ayahnya, kini Zidya kembali masuk sekolah. Dirinya tidak mau ketinggalan pelajaran, apalagi sekarang ia sudah duduk di kelas 3. Tertinggal pelajaran sehari saja sudah sangat merugikan, dirinya tidak mau itu terjadi.

Walaupun Jef dan Nadela menyuruhnya untuk tetap istirahat di rumah, nanti Nadela akan mengajarinya pelajaran yang tertinggal. Tetap saja itu tak dihiraukan Zidya, dirinya bertekad untuk tetap bersekolah hari ini.

Setelah bersiap-siap, kini Zidya sudah duduk di meja makan sekedar mengisi perut dengan roti coklat kesukaannya. Suasana rumah benar-benar berbeda, walau setiap hari ia sudah terbiasa dengan suasana sepi tapi tetap saja aura hari ini berbeda jauh dari kemarin-kemarin. Apakah ia harus memiliki pembantu untuk menemaninya? Apa ia harus meminta Nadela menginap setiap hari? Atau ia harus meminta sanak-saudara untuk tinggal bersamanya? Ah entahlah, ia pusing memikirkan itu semua.

TING!TONG!

Suara bel rumah, membuat Zidya berjalan menuju pintu rumah. Tepat ketika pintu terbuka lebar, satu lelaki yang hampir seumuran dengan sang Ayah berdiri tegap di luar, perpaduan kemeja hitam dan levis hitam membuatnya terlihat lebih muda dari usianya, namun uban yang mulai tumbuh tak bisa mengelakkan bahwa usianya sudah hampir menginjak kepala 4.

"Om Anto?"

"Masih inget Om ternyata," ucap Om Anto dengan senyum yang mengembang sempurna. Tangan kanannya terangkat mengacak-acak rambut Zidya perlahan.

"Masuk Om," ucap Zidya sambil memiringkan badannya, memberi ruang untuk Omnya melangkah masuk.

"Om udah denger semuanya," Ucap Anto. "Jadi kedatangan Om kesini buat jagain kamu selama proses penyidikan Ayah kamu," lanjutnya sambil duduk di sofa dan menaruh kopernya di samping meja.

Zidya mengangguk mengerti, untunglah Om Anto mau menemaninya untuk sementara waktu atau mungkin waktu yang lama, entahlah.

Zidya melihat jam di pergelangan tangannya, "Zia berangkat dulu ya Om," ucap Zidya sambil berlari menuju meja makan untuk mengambil tas sekolah.

"Om anter Zi."

"Gak usah Om. Om istirahat aja, pasti cape habis perjalanan jauh, Zia bisa mesen ojol," tolak Zidya segera. Sungguh ia tidak mau merepotkan orang lain.

"Mending Om anter, jadi uang kamu bisa di tabung." Anto langsung berdiri dan berjalan mendahului Zidya. Karena ia tahu bahwa keponakannya itu keras kepala, makanya lebih baik ia memaksa.

Zidya yang melihat itu hanya dapat membuang napas pasrah dan mulai mengekor dari belakang.

******

Sejak memasuki sekolah hingga jam istirahat berbunyi, Zidya lebih banyak diam. Bukan ia tidak berani membantah semua gosip teman-temannya tentang Ayahnya, namun karena itu fakta membuat Zidya sedari tadi diam seribu bahasa. Ternyata sangat menyakitkan mendengar semua omongan tentang Ayahnya. Ayah yang membesarkannya, walaupun di antara mereka tidak memiliki hubungan baik, tetap saja masih ada hubungan darah dan itu tidak dapat dibantah.

"Ayo ke kantin," ajak Zidya sambil berdiri dari bangkunya, tak lupa ia memasang senyum hangat.

"Eehh ... Kita makan di sini aja Zi, nanti Jef yang beli makan," ucap Nadela menunjuk Jef di samping kanannya.

"Gua gak kenapa-napa Del. Kan kata lu gua kuat, jadi tenang aja gua gak akan jadi lemah sekarang," ujar Zidya meyakinkan keduanya.

"Kalo mereka macem-macem gua yang bakal ngadepin mereka dan lu tinggal sembunyi di belakang gua," terang Jef yang telah lebih dulu berjalan keluar kelas.

Hate VS Love [Completed✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang