Zidya terlihat tengah sibuk di dapur, membuat dua mie instan dari beberapa menit yang lalu. Malam ini ia meminta Nadela untuk menginap sekaligus menemaninya, mungkin sampai ada kabar dari Omnya. Apalagi hari ini Zidya tidak sekolah, yang artinya ia ketinggalan materi penting dari beberapa mata pelajaran, jadi sekalian saja meminta Nadela agar mengajarkannya.
Ting! Tong!
Zidya sedikit melongok ke arah meja makan yang hanya terpisah oleh dinding. "Siapa Del?"
"Sebentar, gua liat dulu," jawab Nadela sambil berlalu menuju pintu depan. Setelah melihat kepergian Nadela, Zidya kembali fokus pada panci berisi mie di hadapannya.
"Lu mesen paket Zi?" tanya Nadela bergitu kembali ke meja makan dengan sebuah kotak hitam di tangannya.
"Perasaan gak, coba lu liat isinya," ucap Nadela sambil membawa dua mangkok mie instan yang telah matang menuju meja makan.
Nadela mengerjit heran sambil mengeluarkan secarik kertas dari dalam kotak. "Your time?" Nadela melempar tatapan bertanya pada Zidya yang memasang tampang bingung, dua menit kemudian Zidya mengedikkan bahu acuh.
"Pasti peneror itu lagi. Diemin aja Del." Zidya memilih memakan mie di depannya, daripada memikirkan siapa dan apa tujuan peneror itu mengirimkan Zidya kotak tidak berguna.
Nadela langsung memasukan kembali secarik kertas ke dalam kotak, lalu menaruhnya di bawah meja makan. Pandangannya beralih pada satu mangkok mie yang kini berhasil membangunkan cacing-cacing didalam perutnya.
"Besok lu gak sekolah lagi Zi?" Nadela mengeluarkan suara. Merasa tidak nyaman dengan situasi sepi yang begitu mencekam.
"Iya Del. Gua masih harus nyari Om gua, izinin ya."
"Anak-anak Vobrama ikut ngebantu kan?"
"Kayanya sih gitu."
"Pasti Albas yang nyuruh mereka buat ngebantu ya? Emang Albas bener-bener cowok idaman, saran gua nih ya, jangan sia-siain cowok langka kaya Albas. Dia dengan senang hati mau ngebantuin lu saat lagi susah, bahkan tadi siang dia keliatan kesel gara-gara lu gak ngasih tau dia kalo lu di teror, dia peduli banget Zi, sama lu."
Zidya memutar bola matanya malas, sebelum memilih beranjak menuju dapur setelah menyelesaikan makannya. "Lu terlalu berlebihan. Si Reizy mau di kemanain, Del," ucap Zidya dari arah dapur.
"Tenang Zi, lu gak usah cemburu gitu. Kan gua cuma ngasih saran, sebagai sahabat."
******
Pagi ini lagi-lagi rumah Zidya di penuhi oleh sekerumunan anak cowok, sudah seperti ingin melalukan penyerangan terhadap kelompok lain. Tentu saja, karena kini anggota vobrama jauh lebih banyak dari kemarin, beberapa dengan sengaja bolos sekolah, seperti Albas dan Reizy. Tetapi sebagian kecil memilih untuk bersekolah dan ikut berkumpul siang nanti.
"Dela, kenapa kamu gak sekolah?" tanya Reizy ketika melihat dua gadis turun dari lantai atas.
"Kamu juga, kenapa di sini dan bukannya sekolah?" Nadela balik bertanya sambil duduk di samping Reizy yang hanya nyengir kuda.
"Daritadi udah gua suruh dia buat sekolah, tapi anaknya ngotot gak mau berangkat. Bahkan mandi aja belum. Dia cuma ganti baju sama pake parfum biar wangi," celetuk Zidya. Ia tidak mau jika nanti Reizy menyalahinya karena membuat Nadela ikut bergabung.
"Boong Rei, jangan dengerin Zia, dia anaknya suka ngarang cerita," elak Nadela cepat.
"Masih pagi dan lu mau adu bacot!? Kuping gua pegang dengernya." Albas membuka suara untuk menengahi perdebatan tidak berguna itu. Bukankah seharusnya mereka mencari tau keberadaan Om Zidya, kenapa malah mempermasalahkan siapa yang belum mandi.
"Rendy udah ngelacak tadi malem, tapi sampe sekarang belum di kirim juga alamatnya sama tuh anak." Kali ini bang Ghany yang berbicara.
"Lagian rajin banget jadi bocah, mending juga libur kaya kita," ujar Reizy yang langsung mendapat cubitan maut di pinggangnya.
"Pis." Reyzi mengacungkan jari telunjuk dan tengahnya membentuk huruf V di udara. Sedangkan Nadela sudah melolot untuk memperingatkan.
"Yang kaya gini nih, bikin generasi penerus bangsa bisa hancur."
"Gua rasa cita-citanya mau jadi polisi tidur."
"Eh! Kurang ajar lu pada. Gua ini pangeran ketampanan, masa iya beralih profesi jadi polisi tidur."
"Loh Jef, lu kok gak sekolah?" sela Zidya begitu melihat kedatangan Jef yang kini berjalan mendekat ke arahnya.
Jef menunjukkan satu video dari ponselnya, begitu sudah berada tepat di samping Zidya. "Ini alesan gua waktu itu malem-malem ke rumah lu. Gua masang kamera kecil di sudut rumah lu, pas lu bilang kalo lu kena teror. Gua khawatir, jadi gua ngelakuin cara ini biar tau siapa pelakunya.
"Dan gua baru liat rekaman itu tadi malem. Lu kenal cowok yang ngobrol sama Om lu?" tanya Jef. Membuat semua yang ada di ruangan itu menatap tidak mengerti dengan penjelasan yang dilontarkan cowok itu. Mereka hanya mendengarkan, tanpa berniat membuka suara.
Zidya menggelang sebagai jawaban, tapi matanya tetap fokus pada video yang sedang ia tonton. Di sana wajah Omnya nampak terkejut, ketika lelaki berpakain hitam lengkap dengan topi di kepalanya mulai berjalan menjauh keluar pagar.
"Dan orang itu, sama persis sama orang yang ngirim lu kotak tadi malem."
"Kotak?" Albas sontak berucap. "Sekarang dimana kotaknya? Mungkin kita nemu petunjuk dari sana."
"Gua taro di bawah meja makan," jawab Nadela. membuat Albas melesat cepat menuju tempat yang diberitahu Nadela. Setelah menemukan, ia langsung membawanya ke meja di ruang tamu.
"Your time? Cuma ini doang isinya?" Albas membaca kertas di tangannya dengan heran. kemudian Tangannya beralih merobek kotak hitam itu, berharap mendapatkan informasi lebih. Tapi, hasilnya nihil.
"Pasti ada maksud tertentu dari tulisan itu. Gua saranin Zidya jangan di rumah sendiri, apalagi sampe keluar pas malem-malem tanpa pengawasan. Gua takut Zidya udah ditargetin jadi korban sama penerornya. Gua bakal minta beberapa anggota Vobrama ngejagain lu dari jauh dan gak ada penolakan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Hate VS Love [Completed✓]
Teen Fiction⚠️ Aku saranin baca dari awal, biar gak bingung sama alur ceritanya ⚠️ 🌵🌵🌵🌵 Albas Geozery terkenal sebagai raja jalanan yang selalu memenangkan berbagai macam balapan, seorang siswa yang bahkan menjadi incaran para wanita seantero sekolah. Siap...