11. Rumah Albas

19 3 0
                                    

"Jangan berubah dengan cepat. Aku terlalu nyaman dengan ucapan manis dan Aku mudah terluka karena kata-kata pahit."
____________________________________▪

Jam sudah menunjukkan pukul 04.00 dimana Albas sudah bisa pulang dari pekerjaannya, ia memang hanya mengambil pekerjaan setengah hari. Untung ini hari minggu, sehingga ia bisa langsung tidur hingga sore. Kebiasaannya ketika hari libur.

Ekor matanya menangkap Zidya yang tengah tertidur dengan wajah berada di atas tumpukan tangan sebagai bantal. Ternyata gadis itu benar-benar mengikuti perintahnya untuk tetap tinggal di klub sampai ia selesai bekerja.

Albas kini sudah berada di samping Zidya, tangannya merapikan rambut Zidya kemudian menyampirkan di belakang teliga gadis itu. Albas tersenyum menatap wajah tenang Zidya yang tetap cantik walaupun sedang tertidur.

"Zi. Bangun," lirih Albas di kuping Zidya.

"Eerrghh." Zidya mendesah kesal. Siapa yang membangunkannya pada malam hari begini?

"Lucu banget sih kalo ngedesah gitu."

Mendengar kekehan Albas membuat Zidya membelalakan mata, pandangannya tepat bertemu manik mata hitam milik Albas. Sorot mata Albas seperti menghipnotisnya, seakan tak mengizinkan untuk mengalihkan pandangan ke arah lain.

Zidya mengedipkan matanya beberapa kali. Hal itu sukses membuat Albas tertawa.

"Kenapa?" tanya Zidya polos.

"Lucu."

"Eh, udah selesai kerja kan? Gua pulang dulu." Zidya berdiri dari duduknya, melangkahkan kaki dari club yang menyisakan sedikit pelanggan itu.

Satu cekalan di tangan, membuat langkah Zidya terhenti. Zidya membalikkan badannya.

"Gua anter, sekarang udah jam 4 pagi," ucap Albas serius.

"Hah!? Gila, lu biarin gua tidur di sini sampe jam segini? Pasti tadi gua di apa-apain kan? Kayanya gua harus mandi kembang habis ini."

"Siapa pun yang berani nyentuh lu akan gua patahin tangannya."

"Bullshit!"

"Bakal gua pertahanin apapun yang menjadi hak gua."

Zidya hanya mengangguk anggukan kepalanya, males jika harus membalas semua omong kosong Albas. "Gua bisa pulang sendiri."

Albas kembali mencekal pergelangan tangan Zidya. "Keras kepala! Gua punya hak atas diri lu."

Albas berjalan mendahului Zidya dan tetap menarik tangan gadis itu. Ia tidak mau jika ada hal buruk terjadi pada Zidya, terlepas dari kontrak itu bukankah mereka sekarang sudah berstatus pacar.

Setibanya di parkiran, Albas langsung melajukan motornya keluar dengan kecepatan sedang. Di perjalanan tidak ada obrolan yang terjadi, keduanya sibuk dengan pikiran mereka masing-masing.

Motor ninja tersebut terparkir manis di halaman rumah sederhana bercat abu-abu, terdapat dua bangku di teras rumah. Zidya menatap asing bangunan itu, kenapa juga Albas membawanya ke sini? Bukankah tadi cowok itu ingin mengantarnya pulang? Zidya semakin percaya bahwa semua kata-kata Albas hanya omong kosong belaka. Kalau ia percaya sama saja dengan rela masuk ke dalam jurang secara perlahan.

"Masuk," ucap Albas. Meninggalkan Zidya yang masih mematung di tempatnya. Rumah itu terlihat sepi, bagaimana jika Albas telah menyusun rencana buruk.

"Zi," teriak Albas dari ambang pintu masuk, menyadarkan Zidya dari lamunannya. Dengan langkah berat, ia mulai memasuki rumah tersebut.

Isinya tidak terlalu banyak, bahkan di ruang tamu hanya ada televisi dan sofa panjang serta meja. Tidak ada pajangan apapun, hanya satu foto keluarga tergeletak di samping televisi.

"Rumah siapa?"

"Duduk dulu." Zidya mendaratkan pantatnya di atas sofa panjang, ia terus mengedarkan pandangan ke semua sisi ruangan.

"Ini rumah keluarga gua." Albas menempatkan diri di samping Zidya.

"Kenapa ngajak gua ke sini?" Zidya mengerutkan keningnya, ia tidak mengerti sekarang.

"Bersihin rumah sekalian masak."

"Lu kira gua babu? Ogah, kerjain aja sendiri." Zidya melipat tangannya di depan dada.

Albas tersenyum kecil, entah kenapa sikap Zidya yang seperti anak kecil berhasil membuatnya tertawa.

"Ngapain senyum-senyum?" tanya Zidya sewot.

"Lebih baik gua nyatet di jidat lu, biar gak lupa terus." Albas bergegas mencari pulpen di atas meja. Tentu itu membuat Zidya menatap heran.

"Oh, iya. Gua inget, nih langsung beres-beres, mau dimasakin juga kan?" Zidya berdiri lalu berjalan menuju dapur.

"Sapu dimana?" teriak Zidya dari arah dapur.

"Di pojok," jawab Albas ikut berteriak.

Setelah 2 jam menyapu serta memasak, kini Zidya dan Albas sudah duduk berhadapan di meja makan, banyak makanan yang di sipakan Zidya, karena ia memang tidak tau selera Albas. Terlihat ada sayur bayam, kentang balado, ayam dan sambal. Semuanya terlihat enak.

Albas menyentong nasi, dilanjutkan mengambil semua lauk pauk ke piringnya.

"Enak juga," ucap Albas masih mengunyah makanan di mulutnya.

"Makan gak boleh sambil ngomong."

"Lu cocok jadi ibu buat anak-anak kita nanti dan anggep aja ini sebagai latihan."

Uhuk! Uhuk!

Ucapan albas sukses membuat Zidya tersedak, untung saja makanannya tidak muncrat kemana-mana. Albas sepertinya punya kepribadian ganda, hari ini baik, besok kembali menakutkan, baik lagi dan terus saja seperti itu, hingga monyet bertelur.

Zidya mengambil uluran gelas dari Albas lalu menenggaknya hingga tandas.

"Gak usah gerogi gitu Zi, lu harus terbiasa mulai sekarang."

Hate VS Love [Completed✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang