4. Balapan

55 4 0
                                    

"Dalam kamus hidup gua, gak ada yang namanya pengecut. Adanya pria sejati sama banci. "

___________________________________▪


Motor ninja hitam itu menepi di depan sebuah panti rehabilitasi kejiwaan. Langkahnya mulai memasuki bangunan dengan cat putih yang mendominasi semua di sudut ruangan, beberapa kamar juga tak lupa dari dominasi cat berwarna putih bahkan barang-barang di sana hanya di dominasi warna-warna netral.

Langkah Albas terus membawanya menuju kamar ke 4 dari ruangan depan. Ia membuka kenop pintu perlahan dan langsung di sambut sapaan oleh salah satu pengurus yang tengah berada di dalam ruangan tersebut.

"Sore Mas Al," sapa wanita yang mengurus Ibunya dengan senyum menghiasi wajah lelahnya.

"Gimana?"

"Keadaannya masih sama, belum ada kemajuan signifikan."

Albas hanya mengangguk, matanya terus memperhatikan wanita paruh baya yang tengah berbaring di atas tempat tidur, tubuhnya kurus, namun tidak membuat wajah wanita itu kehilangan aura cantiknya.

Masih sama cantik kaya dulu, batin Albas.

"Kalau gitu saya permisi Mas, kalau butuh sesuatu tinggal panggil saya." Pengurus itu pun berlalu dari hadapan Albas.

Ruangan itu kembali hampa, tanpa ada suara yang menggema. Albas menarik kursi di samping tempat tidur, sebelum akhirnya mendudukan dirinya di sana. Ia memegang tangan kurus wanita di hadapannya. Seakan tak mau kehilangan wanita yang ia sayangi itu.

"Ibu. Al di sini," ucap Albas perlahan, tenggorokannya terasa tercekat sekarang. Melihat kondisi wanita yang melahirkannya menjadi tidak berdaya. "Al janji, bakal sering-sering jenguk Ibu."

Tangannya membelai rambut Ibunya yang mulai beruban. Mencoba sekuat tenaga melupakan bayang-bayang masa lalu yang sialnya kembali menghantui pikirannya.

Drtt...drttt...drttt

Satu panggilan membuat Albas mengeluarkan ponsel dari dalam saku celana, tanpa melihat si penelepon. Ia langsung mengangkat dengan cepat.

"Napa?"

"Bang Ghany minta lu dateng ntar malem. Di tempat biasa," ucap sang penelepon di sebrang sana. Dari suaranya Albas sudah mengetahui bahwa itu pasti Reizy.

"Oke." Setelah mengatakan itu Albas langsung mematikan panggilan secara sepihak. Cowok tinggi itu mengalihkan kembali perhatiannya pada Ibunya yang masih terbaring lemah.

"Al janji, bakal bikin bajingan itu menderita," gumam Albas. Rahangnya terkatup menahan emosi.

******

Zidya meminum satu gelas air di hadapannya. Menurut dokternya kemarin, ia harus lebih banyak mengonsumsi air mineral karena baik untuk kesembuhannya.

Cklek

suara itu membuat pandangannya teralih untuk melihat. Seorang Pria dengan setelan baju kantor lengkap yang masih dikenakannya terlihat mulai memasuki area rumah, matanya menatap tajam gadis berponi di ruang makan.

"Habis darimana kamu dua hari kemarin? Itu kenapa jidat juga diperban-perban gitu?"

Zidya tersenyum remeh. "Tumben banget ayah inget Zia?"

"Zi. Ayah khawatir sama kamu salah, ayah tidak peduli sama kamu salah. Sebenarnya mau kamu apa?"

"Ayah mau tau keinginan Zia?" Zidya balik menatap tajam pria di hadapannya. "Zia mau ayah berubah. Bahkan mama bakal sedih liat ayah kaya gini."

"Ayah udah sering bahas ini sama kamu Zi, jadi biarkan ayah menjalani kehidupan ayah sendiri tanpa kamu ikut campur," tegas Fandy -Ayah Zidya- sebelum ia melanjutkan langkahnya menuju lantai dua.

Zidya yang melihat kepergian Ayahnya hanya mampu membuang napas kasar. Ia sungguh lelah melihat tingkah Ayahnya yang tidak benar.

Sekarang ia membutuhkan Mamanya, ia rindu pelukan hangat wanita yang melahirkannya, rindu senyumnya dan kata-kata penenang yang selalu di ucapkan sehingga membuat Zidya mampu tidur di malam hari.

******

Jam sudah menunjukkan pukul 23.00 berarti jalanan kota Jakarta mulai lengang, membuat banyak anak muda memanfaatkan sebagai ajang balap liar demi mempertaruhkan harga diri mereka masing-masing.

Albas memarkirkan motornya di tanah kosong yang sudah terdapat beberapa motor modifikasi. Setelah selesai memarkirkan, ia langsung berjalan menuju Reizy yang tengah duduk di salah satu bangku kayu.

"Udah lama?" Albas langsung mendudukkan dirinya di samping Reizy.

"Lama banget lu, dikira gua nggak bakal dateng."

"Gua nggak mau di cap pengecut sama Farel dan malam ini gua bakal bikin dia malu, untuk nunjukin muka brengseknya di hadapan gua."

"Kalo menang bisa lah bagi-bagi gua, udah bokek nih," ucap Reizy dengan nada suara yang dibuat sekasihan mungkin bahkan tangan cowok itu terus menepuk-nepuk kantong celananya.

"Rugi gua. Mending duitnya buat yang lebih bermanfaat."

"Gaya-gayaan, dapet duitnya aja belom tentu halal, so iya buat yang bermanfaat," sangkal Reizy.

Satu pukulan di bahu Albas, membuatnya mendongak. "Eh lu Bang, masih lama nggak nih?"

Semua anggota geng vobrama mulai ikut bergabung dengan keduanya.

"Sebentar lagi," ucap Ghany, sesekali ia meneguk minuman yang dibawanya.

"Eh itu si Lian udah manggil, kayanya udah dateng lawan lu." Tunjuk Reizy pada seorang cowok bertopi hitam di dekat arena balapan. Membuat semuanya segera bergegas menuju sumber panggilan.

"Berani juga lu, setelah terakhir kali malah kabur pas tanding!" sindir Farel. Cowok yang akan menjadi lawannya lagi malam ini.

"Nggak usah basa-basi lagi, gua pengen liat siapa yang bakal menang kali ini. Ayo mulai."

Farel mulai memasuki arena balap diikuti Albas yang sibuk merapikan jaket hitamnya.

"Kalian siap guys!!" teriak seseorang yang memegang bendera di tengah motor keduanya. "1 ..." Motor Albas maupun Farel mulai mengeluarkan deru. "... 2 ... 3."

Tepat di hitungan ketiga dan bendera di jatuhkan, keduanya langsung menancapkan gas di atas rata-rata. Banyak teriakan riuh yang mulai terdengar meneriaki pilihan mereka masing-masing.

Waktu mulai menunjukkan pukul 24.12, tetapi belum ada tanda-tanda motor yang akan menuju garis finish. Reizy berharap cemas sekarang, meski bukan untuk pertama kalinya Albas melakukan balap liar, tapi kan tetap saja ia takut jika cowok tinggi itu akan mengalami masalah, seperti tertangkap polisi atau bahkan yang lebih parah kejadian kemarin akan terulang lagi.

Beberapa menit kemudian satu deru motor terdengar dari kanan jalan, membuat semua penonton bersorak heboh karenanya. Ternyata itu motor ninja hitam milik Albas. Dengan cepat Reizy mengelus dadanya tanda bersyukur. Tanpa waktu lama Albas sudah mencapai garis finish lebih dulu, meninggalkan lawannya yang harus mengakui kehebatannya.

Senyum Albas mengembang hebat. "Mana?" ia mengadahkan tangannya di udara.

Hate VS Love [Completed✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang