3. Baju Albas

60 4 0
                                    

"Berbohong adalah cara ku bertindak."
___________________________________▪


Sebenarnya Zidya ingin lebih lama di rumah sakit. Daripada harus pulang dan bertemu Ayahnya, yang ada dirinya akan selalu naik darah melihat rumahnya kotor setiap hari.

Zidya memperhatikan Albas yang tengah tertidur di bangku samping brankarnya. Malam ini cowok itu memilih menemani dirinya. Katanya sih takut terjadi apa-apa.

Zidya terus memandangi wajah Albas, rahang tegas, alis tebal, hidung mancung, bibir yang berwarna merah natural, ditambah rambut berantakan itu. Merupakan perpaduan sempurna untuk cowok bernama Albas.

Tangannya bergerak menyentuh rambut Albas, lalu turun menuju mata kemudian disentuhnya perlahan, hidung mancung itu pun tak luput dari pergerakan tangan Zidya dan ibu jarinya semakin turun untuk mengusap bibir merah natural Albas. sangat lembut bahkan untuk seorang cowok.

Tiba-tiba mata cowok itu terbuka, refleks membuat Zidya pura-pura tidur. Tangannya bahkan ia naikkan di atas perut. Sungguh malu jika Albas melihat kelakuannya tadi, nanti apa yang akan dipikirkan cowok itu.

Albas terbangun ketika ia merasa ada yang menyentuh wajahnya. Ia mendongakkan kepala melihat Zidya yang sedang tertidur dan sekeliling ruangan tidak ada siapa-siapa. Apa mungkin dirinya hanya mimpi? Tapi ia berani yakin jika tadi itu seperti nyata. Kepalanya menggeleng-geleng mencoba menyingkirkan semua pikiran buruknya.

Albas langsung bangkit dari duduknya dan berjalan menuju sofa panjang di pojok ruangan untuk melanjutkan kembali tidurnya yang terpotong.

Jam menunjukkan pukul 07.00 dan hari ini adalah hari Zidya bisa meninggalkan Rumah Sakit. Setelah satu jam yang lalu ia di periksa oleh Dokter dan karena hasilnya Zidya sudah baik-baik saja, makanya hari ini ia bisa untuk kembali ke rumah.

"Albas," teriak Zidya. Membuat cowok di atas sofa menggeliat sambil mengangkat kedua tangannya di udara untuk merenggangkan tubuhnya yang pegal.

"Eh udah bangun Zi. Mau pulang sekarang?" Albas mulai berjalan mendekati Zidya yang sudah duduk di atas brankarnya.

"Iya Al. Tadi dokternya bilang gua udah bisa pulang."

Albas mengambil paper bag di atas nakas. "Nih, lu ganti baju dulu."

Zidya menerima paper bag itu. "Lu keluar dulu sana," usir Zidya. Dengan cepat Albas meninggalkan ruangan.

Hanya butuh tiga menit untuk Zidya mengganti pakaian dari Albas. Perpaduan jelana joger serta kaos kebesaran, yang dirinya yakini jika ini pasti milik cowok itu. Ia langsung menghampiri Albas yang menunggu di depan ruangannya.

"Ayo berangkat." Albas yang melihat Zidya sudah di sampingnya. segera menarik tangan gadis itu menuju lantai bawah.

Setelah tiba di halaman rumah sakit, Albas merogoh saku celana untuk mengambil ponsel sebelum akhirnya mencari kontak seseorang untuk meneleponnya.

"Rey. Motor gua bawa ke rumah sakit."

"Kalo gua yang bawa motor lu, gua pulangnya gimana?"

"Lu bawa motor gua, si Renal suruh bawa motor juga. Pulangnya lu bisa mesra-mesraan dah sama dia."

"Anying. Lu kira gua moho?"

"Udah cepetan."

"Iya."

Panggilan langsung di putus oleh Reizy. Albas pun kembali memasukkan ponselnya ke dalam saku.

"Tunggu bentar Zi. Motor gua baru mau dateng," ucap Albas yang mendapat anggukan mengerti dari Zidya.

Selang beberapa menit motor ninja hitam yang dinaiki Reizy sudah berhenti manis di depan keduanya.

"Nih motor lu. Besok harus ada ongkirnya."

"Bacot."

Albas menaiki motor ninja itu, diikuti Zidya di belakangnya.

"Gua pegangan lu ya?" Zidya mulai melingkarkan tangannya pada pinggang Albas.

"Pegang aja nggak apa-apa, kalo bisa yang erat." Satu tabokan di bahu langsung di dapat Albas, tapi sang empunya hanya membalas dengan tertawa.

Albas menancapkan gas dengan kecepatan sedang berlalu dari halaman Rumah Sakit. Setelah kurang lebih empat puluh menit akhirnya Albas menghentikan motornya di depan rumah bercat biru laut, ditambah pohon rindang di pekarangan membuat rumah itu terlihat sangat nyaman untuk di tinggali.

"Makasih Al," ucap Zidya setelah turun dari motor Albas. Sesekali ia merapikan poninya yang berantakan terkena angin.

Albas membuka helm full facenya, matanya langsung tertuju pada rumah di hadapannya dan kembali menatap Zidya. "Ini rumah lu?"

"Iya, mau mampir?"

"Nggak usah, lu tinggal sama siapa? Ko kayanya sepi banget," tanya Albas. Matanya sesekali melirik bangunan di belakang Zidya.

"Ayah gua. Dia emang biasanya gini hari masih kerja."

"Mau gua anter masuk ke dalem nggak?"

"Makasih banyak Al. Tapi gua bisa sendiri ko."

"Oh iya, ini baju lu kapan mau gua balikin?" lanjut Zidya.

"Udah gampang itumah," balas Albas sambil memakai helmya.

"Jangan lupa istirahat Zi. Gua pulang dulu ya," ucap Albas. Ia mulai menyalakan mesin motornya sebelum berlalu dari hadapan Zidya dengan kecepatan tinggi.

"Kenapa nggak minta nomer teleponnya ya."

Hate VS Love [Completed✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang