Bagian III: Penasaran

6.7K 710 16
                                    

Hari ketiga MOS adalah hari yang paling menyebalkan diantara hari lainnya. Pagi-pagi sekali kami langsung disuruh berkumpul di lapangan. Berbeda dengan hari-hari sebelumnya, hari ini aku memakai pakaian olahraga.

Kemudian dibagikan selebaran tentang berbagai macam ekskul yang tersedia di sekolah ini. Kami disuruh memilih ekskul apa yang ingin diikuti. Setiap siswa wajib mengikuti minimal satu ekskul.

Ternyata setelah diperhatikan, banyak sekali ekskul yang tersedia. Mulai dari musik, tari, drama, sinematografi, karya ilmiah, basket, voli, futsal, silat dan lain-lain. Kami disuruh untuk mengunjungi ekskul mana yang akan kami ikuti. Di selebaran tersebut terdapat berbagai lokasi yang dijadikan tempat latihan ekskul yang bersangkutan.

Mataku terpaku pada lapangan basket. Disana telah ada dua buah meja yang menjadi tempat pendaftaran anggota. Separuh hatiku ingin kesana, tapi separuh hati lagi menolak.

Sebenarnya basket adalah salah satu masa laluku yang buruk. Setiap melihat bola basket, ingatanku kembali pada seseorang di masa lalu yang sangat aku rindukan. Sedang apakah dia disana? Apakah dia baik-baik saja?

Senggolan seseorang membuyarkan lamunanku. Seperti biasa ia selalu datang dengan raut wajahnya yang ceria.

"Masuk basket yuk, Yan." Ajaknya. Aku terdiam. "Atau voli?" Tanyanya lagi. Aku mengangkat bahu acuh.

"Semuanya tergantung lo sih. Tapi kita ke lapangan voli dulu yuk. Katanya sih boleh ikutan main. Mau gak?" Ajaknya lagi. 

"Serius?" Ia mengangguk dan langsung menarikku menuju lapangan voli. Disana tidak terlalu ramai. Hanya ada beberapa siswa baru sepertiku dan lebih banyak senior.

"Selamat datang Adek-Adek. Mau daftar atau mau ikutan main nih? Pilih dua-duanya juga gak papa." Ucap seorang senior laki-laki yang mengenakan baju voli. Pantas saja dia dipilih untuk mempromosikan, ia terlihat sangat ramah.

"Mau ikutan main dulu boleh gak Kak?" Tanya Weli tak kalah ramah.

"Oh boleh-boleh. Siapa tau nanti pengen daftar kan." Katanya kemudian. Ia berbalik menatap kearah teman-temannya. "Woi, dapet dua pemain lagi nih. Jadi cukup. Gabung aja cewek cowok." Katanya berteriak kepada salah satu temannya yang berdiri di dekat tiang net yang memegang peluit. Tampaknya dia bertugas sebagai wasit.

"Langsung masuk aja Dek." Suruhnya. Aku dan Weli mengangguk, segera memasuki lapangan. Kali ini aku dan Weli berada di tim yang sama. Masing-masing tim terdiri dari tiga cewek dan tiga cowok.

Di timku terdapat dua orang senior dari ekskul voli, satu cewek dan satu cowok. Hal itu terlihat jelas dari pakaian yang dikenakan. Sedangkan di tim lawan terdapat dua senior cewek dan satu senior cowok.

Bunyi peluit tanda dimulainya pertandingan. Servis pertama dilakukan oleh senior cowok dari tim lawan. Bola tersebut mengarah padaku. Aku langsung mempassing bawah dan kemudian dilanjutkan passing atas oleh teman seangkatanku yang cowok dan langsung di smash oleh senior cowok itu. Skor langsung berubah 1-0.

Karena ini hanya pertandingan coba-coba, kami bermain sampai salah satu tim memperoleh skor 10. Dan ternyata timku lah pemenangnya dengan skor 10-7.

Saat hendak meninggalkan lapangan voli, aku dikagetkan dengan teriakan seseorang. Dia adalah senior cewek yang menjadi lawan timku.

"Berhenti disitu Diana!" Teriaknya. Aku menajamkan mata menatapnya. Setelah diperhatikan wajahnya terlihat tak asing. Aku menoleh kearah Weli, meminta bantuan. Weli pun terlihat kaget.

"Dia senior kita waktu SMP. Yang pernah berantem ama lo di lapangan voli, Sinta" Bisiknya. Ah, aku ingat. 

"Halo senior. Masih inget gue ya. Padahal gue udah lupa." Balasku. Seketika wajahnya langsung memperlihatkan kemarahan. Walaupun terhalangi oleh net, tapi aku bisa melihatnya dengan jelas. Dia belum berubah sama sekali.

Laksana [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang