Bagian VI: Beginikah Akhirnya?

4.6K 567 17
                                    

Vote dan komen jangan lupa ya😬

*
*
*
*

"Lo gak papa?" Ia perlahan membantuku berdiri. Tangannya menepuk tanganku yang kotor akibat terduduk di halaman rumahnya.

"Lo.." belum selesai aku bertanya tapi dia sudah mengangguk. Anggapanku ternyata benar. Hanya karena wajahnya berbeda jadi aku tak bisa mengenalinya. Tunggu dulu, apa wajahnya berubah karena kecelakaan itu?"Lo beneran Sana?" Aku menatap lekat. Ia mengangguk cepat dan tersenyum. Senyum itu masih sama, dan aku tidak menyadarinya sejak awal.

"Gue pulang, Na." Ucapnya sambil mengusap pipiku yang basah. Sana benar-benar pulang?

"Laksana!" Hardik Oma. "Kamu inget kan apa yang oma bilang, jangan.."

"Aku inget Oma, inget banget. Tapi Oma juga udah janji sama aku kalo Oma gak bakal apa-apain Nana. Lalu apa sekarang? Oma ingkar janji?" Ia menatap Oma tak kalah garang. Emosi mulai menguasainya lagi. Ini tak baik. Sana dan emosi adalah dua hal yang tak boleh bersatu, bahaya.

Terakhir kali aku melihatnya emosi saat kelas 3 SMP. Ia memukuli salah satu temannya yang sering menggangguku. Akibatnya ia di skors selama dua minggu. Apakah dia menyesal? Tentu saja tidak.

"Salah sendiri kenapa dia bisa ada disini. Oma kan udah ingetin kamu kalo oma gak mau liat muka dia lagi." Jawab Oma tak kalah keras. Aku sepertinya paham apa yang sedang terjadi. Aku yakin inilah alasan kenapa Sana tidak bisa menemuiku, padahal ia sudah lama pulang. "Sekarang suruh dia pergi dari sini. Inget ya Diana, jangan sekali-kali kamu nemuin cucu saya lagi. Ini yang terakhir." Aku tersenyum sendu. Setidaknya aku merasa tenang saat tau dia baik-baik saja.

"Na, maaf karna baru ngasih tau semuanya sekarang, di keadaan yang rumit seperti ini. Gue juga gak mau semuanya kek gini." Sana menatapku lekat. Walaupun wajahnya terlihat berbeda, tapi tatapan matanya masih sama, tajam dan hangat.

Aku mengangguk paham. Semua ini bukan salahnya. Justru ini adalah kesalahanku.

"Sana." Bentak Oma. "Apa perlu Oma yang usir dia dari sini? Kamu tau kan apa yang bisa Oma lakukan?" Aku tau itu bukan hanya peringatan, tapi ancaman.

Oma Rina adalah ibu dari ayahnya Sana. Ia adalah orang yang tegas dan tidak ada yang berani membantah kehendaknya. Oma dengan segala kekuasaannya. Aku sudah lama paham akan hal itu. Pernah saat SMP Sana bertengkar dengan salah satu teman kelasnya. Setelah kejadian itu, teman Sana tiba-tiba memutuskan untuk pindah sekolah. Entah apa yang terjadi.

"Gue gak papa kok. Bisa liat lo baik-baik aja gue udah seneng. Maafin gue ya." Aku membalas tatapan Sana yang tak pernah terputus dariku.

"Lo gak perlu minta maaf. Sabar ya. Ini cuma sebentar kok. Semuanya bakal baik-baik aja. Ia menepuk pelan kepalaku, berusaha meyakinkanku.

"Jangan sentuh dia Sana!" Untuk kesekian kalinya aku mendengar makian dari Oma. Sana dengan sifat keras kepalanya sama sekali tidak menuruti perkataan Oma.

Sana selalu seperti ini. Bertingkah seolah-olah semuanya akan baik-baik saja padahal dari matanya bisa terlihat kalau dia sedang tidak baik-baik saja. Pikirannya lebih berkecamuk daripada aku. Aku tau itu.

Aku sedikit menyesal kenapa baru tau semuanya sekarang. Selama hampir sebulan aku berada di lingkungan yang sama dengannya, tapi aku malah menghindarinya.

Beberapa kali aku menghindari papasan dengannya. Bukan karena aku benci padanya, tapi karena ia sepertinya tau masa laluku. Tapi ternyata semuanya sudah terbukti. Bukan hanya tau masa laluku, ia juga terlibat di dalamnya. Semua ini hanya karena rasa takutku, takut kalau orang lain mengetahui sisi lemah yang sudah lama aku sembunyikan.

Laksana [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang