Bagian XII: Sahabat yang Mencintai?

4K 496 3
                                    

"Kalian kayak orang pacaran." Ucap Weli sambil mengunyah ayam krispi yang ia beli. Saat ini aku dan Weli sedang ada di taman belakang sekolah. Aku menolak saat diajak ke kantin sebab mataku terlihat sedikit sembab. Aku tak mau orang memperhatikanku. Apalagi jika ada yang bertanya macam-macam.

"Dih, sotoy. Lo tau darimana soal gue sama dia?"

"Gue orangnya terlalu kepo sih. Waktu itu gak sengaja dengerin Kak Arka, Kak Vino sama Fatih ngobrolin lo. Makanya gue nguping." Katanya sambil nyengir. Weli ini rasa penasarannya terlalu besar. Dia pintar kalau urusan mencari informasi. "Tadi gue ke kelas lo, terus dikasih tau kalo lo nya lagi di UKS. Eh pas mau masuk malah dihadang sama Fatih dan Kak Arka. Awalnya gue heran kenapa gak dibolehin masuk, tapi tetep aja gue ikutin permainan mereka. Gak taunya malah datang pengganggu." Weli mencibir diakhir kalimatnya.

"Dia pacarnya btw." Kesalku. Karin memang menganggu aku dan sana tadi, tapi posisi dia lebih tinggi daripada aku. Dia adalah pacarnya Sana, sementara aku hanya seorang teman. Ah, mungkin sahabat.

"Pacaran tapi dia natap Karin biasa aja. Lo yakin mereka pacaran? Gue sih gak." Weli mencomot roti yang ada di tanganku, lalu memakannya dengan rakus. 

"Lo tau berapa banyak?" Todongku. 

"Cuma tau lo itu sahabat kak Vino dari kecil lalu terpisahkan karena suatu alasan. Kemudian ada mata-mata siapa gitu, lupa gue. Itu doang. Gue gak tau detail sih." Weli terkekeh.

"Gue harus apa?" Tanyaku pada Weli. Weli menatapku khawatir.

"Apa gue bantu tanya ke Fatih?" Tawarnya. Aku menggeleng. Fatih sudah pasti akan bungkam.

"Eh, mungkin gak sih disekolah ini ada yang ngintilin gue mulu?" Pertanyaan macam apa ini?

"Lo anak ipa kan? Perasaan makin bego deh." Sahut Weli sarkas. Pertanyaanku memang aneh sih. Gak mungkin kan ada seseorang yang akan mengikuti kemanapun aku pergi, apalagi di sekolah. Kalaupun ada, pasti aku bisa menyadarinya. Begitupun dengan Sana. Tapi yang menjadi pertanyaanku adalah kenapa Sana butuh waktu yang lama untuk mencari siapa mata-mata Oma?

"Guru disini ada yang masih muda gak?" Weli nampak mengerutkan dahinya seraya berfikir. 

"Paling muda setau gue akhir 30an deh, yang guru BK itu. Lupa gue nama gurunya. Kalo staf baru ada yang muda." Jelas Weli.

Entah kenapa aku tak curiga pada guru. Menurutku guru disini tidak mungkin kurang kerjaan kan? Apalagi sampai memukuli Sana seperti itu. Setauku juga tidak ada guru baru.

"Staf yang paling muda sekitar berapa?"

"Waktu itu gue pernah liat sih orangnya. Cowok, kayaknya belum 20 tahun deh." Belum 20 tahun? Masih muda banget dong.

"Staf di bagian apa? Keamanan? Cctv kah?" Tebakku.

"Seingat gue sih iya. Soalnya dikelas pada ngomongin. Orangnya ganteng sih." Ucap Weli terkekeh.

"Apa mungkin?" Weli membulatkan mata kaget. Kepalanya mengangguk cepat.

"Lo tau yang mana orangnya?" Weli mengangguk lagi.

"Gue lupa namanya sih. Tapi seinget gue pendidikan terakhir dia SMP kalo gak salah." Pantas saja dia masih muda.

"Gue harus ketemu sama liat dia. Entah kenapa gue penasaran sama tu anak. Siapa lagi coba yang bisa ngawasin gue sama Sana setiap saat di sekolah kalo bukan cctv?"

"Lo yakin?" Aku mengangguk mantap. "Udah gak pengen nangis lagi?" Aku menatapnya sewot. Weli tergelak.

--

"Gimana nostalgia ama sahabatnya?" Ledek Kak Dirga.

Tanpa disuruh dia langsung duduk di sofa. Sedangkan aku duduk di atas karpet sambil menonton upin upin. Kak Devy baru saja ke kamar ingin ganti baju karena ia baru pulang.

Laksana [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang