Bagian XVIII: Kelemahan dan Kekuatan Laksana

3.3K 446 14
                                    

"Bangun woi. Kebo banget sih." Ucap seseorang yang menepuk-nepuk pipiku. Padahal aku baru saja ingin mencetak poin. Timku hampir menang. Sedikit lagi.

"Mau gue ceburin ke kolam?" Aku membuka mataku sekilas lalu menutupnya lagi. Aku tadi bermimpi sedang bermain basket ya? Gak kreatif sama sekali.

Aku beringsut memeluk guling yang selalu menjadi teman tidurku. Sementara seseorang terus saja menggoyangkan badanku agar aku cepat bangun. Dia mengganggu kesenanganku saja.

"Woi!" Sepertinya aku mengenali suara itu. Apa aku masih bermimpi? "Diana. Gue ceburin beneran ya!" Teriaknya. Aku melenguh sambil meregangkan otot-ototku yang terasa kaku. Perlahan aku membuka kelopak mataku yang masih terasa berat, seperti ada lem yang merekatkannya.

"Gue gak bisa berenang btw. Yang ada gue mati..." Tatapanku terpaku pada Laksana yang berdiri dengan wajah kesalnya. Kenapa pagi-pagi dia sudah ada disini?

"Lo ngapain?" Tanyaku heran.

"Cepet mandi. Jangan ngebo doang, mentang-mentang hari Minggu." Sana menarik selimutku sehingga aku pun ikut tertarik. Biasanya dia yang susah dibangunin saat pagi, sekarang kenapa malah aku?

"Seujung rambut ada badan gue nyentuh lantai, gue pukul ya lo." Ancamku sambil memperlihatkan kepalan tanganku.

"Mandi, ayo olahraga ke taman. Kurang dari seminggu lagi bakal tanding. Fisik lo harus dilatih terus." Ia menarik tanganku agar aku cepat bangkit dari tidurku. Tapi badanku menolak untuk berpisah dengan kasur empuk ini.

"Lo tau gak sih? Gue capek banget gara-gara latihan kemaren." Keluhku. Minggu ini benar-benar sesuai perkiraanku. Tenagaku terforsir habis-habisan. Untung kakiku hari Jumat kemarin sudah mulai pulih total, jadinya aku gak terlalu kesusahan. Apalagi posisiku sebagai kapten.

Karin juga masih menatapku tajam. Walaupun ia tidak pernah lagi mengurusi urusanku. Ia juga tak mendekati Sana lagi. Setauku perjodohan itu sudah dibatalkan, entah kenapa. Sana yang ditanya juga tak mau menjawab.

"Gue nemenin lo aja ya. Gak mau olahraga lagi. Capek." Ia awalnya ingin membantahku. Tapi kalimat ancaman langsung keluar dari mulutku. "Mau gue temenin atau gak?" Saat ingin merebahkan badan, ia menarikku lagi.

"Iya, nemenin gue doang. Sana mandi." Aku langsung tersenyum senang dan berlari ke kamar mandi. Ini akan menyenangkan. Hari-hariku akan dihiasi oleh wajah menyebalkan sekaligus menenangkan milik Laksana lagi.

---

Sesudah mandi aku langsung turun ke bawah. Tampak Sana sedang asik meminum segelas susu coklat kesukaannya. Sana dan susu adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Bahkan ia tidak menyukai kopi ataupun teh.

"Yuk." Ajakku sambil menaikkan resleting jaketku. Ia menahanku dan menyodorkan  sisa setengah gelas susu yang belum ia minum.

"Minum dulu, sekalian isi perut. Lagian lo gak bakal olahraga kan?" Aku mengangguk dan menyesapnya. Susu coklat memang yang terbaik.

Saat keluar rumah, aku tidak melihat mobil ataupun motor milik Sana. Ia tidak berlari kesini kan? Atau dia diantar supir? Manja banget dong berarti.

"Eh itu Bunda bukan sih?" Tanyaku sambil menunjuk seseorang yang baru saja keluar dari rumah yang berada tepat di depan rumahku. "Bunda." Teriakku langsung berlari mendekat. Ternyata benar Bunda. Jadi Sana kesini bareng bunda ya?

"Eh, Nana. Bukannya mau olahraga?" Aku tersenyum dan memeluk Bunda sekilas.

"Bunda kenal sama oma Lastri?" Oma Lastri adalah pemilik rumah yang berada tepat di depan rumahku. "Eh, Oma Lastri bukannya udah pindah ya?" Lanjutku.

Laksana [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang